Selama perjalanan sejarah, umat manusia sudah berhasil
menciptakan berbagai ragam kebudayaan. Berbagai macam atau ragam kebudayaan,
tersaebut hanya meliputi tujuh buah kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan
tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu Vada pada pokok kebudayaan.
masyarakat yang ada dibelahan dunia ini. Menurut Kluchkhon sebagaimana dikutip
Koenjaraningrat (1996), bahwa ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi
peralatan hidup (teknologi), sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem
kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem bahasa, kesenian (seni), sistem
pengetahua ( ilmu pengetahuan/sains), serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada atau kita ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat didunia, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur – unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu
pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni), atau
yang disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan
universal tersebut. Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada setiap
kehidupan masyarakat manusia dimana pun berada, baik yang telah maju, sedang
berkembang, sampai pada masyarakat yang masih sangat rendah tingkat
peradabannya. Bahkan, pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman
prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebu telah ada,
termasuk Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau
primitif sekali.
Salah
satu bukti bahwa pada zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya
universal adalah pada zaman itu manusia telah mengenal adanya
peralatan hidup atau teknologi berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari
batu maupan dari tulang yang diginakan untuk mencari makanan (berburu, meramu
makanan, atau bercocok tanam secara sederhana atau berladang). Kemudian, pada
saat itu manusia purba juga telah mengenal adanya sistem kepercayaan yang
sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta sistem mata pencaharian hidup
manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada gambar gambar mistis berupa
lukisan telapak tanganserta lukisan babi rusa yang terkena panah pada bagian
perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat tinggal mereka. Pad zaman purba,
ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan dalam pelayaran yang
menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah
pada masa-masa sesudahnya, pelan tetapi pasti Ipteks terus berkembang semakin
maju sejalan dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia.
Bahkan, kini Ipteks yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio
filsafat, sekarang pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan,
bahkan ratusan disiplin ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki
karakteristik serta dasar keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah
satu fungsi utama ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi
kehidupan manusia, yakni untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya
menjadi lebih mudah, lancar, efisien, dan efektif,sehingga kehidupannya menjadi
lebih bermakna dan produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu
antropologi, istilah atau pengertian ilmu pengetahuan sering dipakai untuk
merujuk pada keterkaitan antar manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini
dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau tidak mau
pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian,
Iptek bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan
taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam
definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu) istilah Iptek
(ilmu,pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau
sendiri-sendiri, karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki
bobot keilmiahan yang berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan
merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia
dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah,
sudah pasti dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan
manusia karena dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang
dapat mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua, manusia mempunyai kemampuan berpikir
menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan menalar. Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
Namun
begitu, yang namanya pengetahuan sifatnya acak, dan bagi kita (manusia),
pengetahuan tersebut sangat potensial. Hanya saja, dalam kehidupan yang makin
berkembang, kompleks, serta penuh tantangan ini, pengetahuan yang sifatnya acak
tersebut nilai fungsionalnya tidak sampai mencapai tingkatan yang optimum guna
menghadapi tantangan serta memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena
itu, pengetahuan yang sifatnya acak tadi perlu ditingkatkan derajat atau bobot
keilmiahannya sehingga berubah menjadi ilmu. Dengan demikian, pengetahuan yang
bersifat acak serta terbuka itu dengan melalui proses yang cukup anjang, dapat
diorganisasikan dan disusun menjadi bidang bidang seperti filsafat, humaniora,
serta ilmu.
Selanjutnya
dalam kaitannya dengan ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan noneksak,
atau ilmu pengetahuan alam (IPA ) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS ). Jika
dilihat dari ciri-cirinya serta dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka
lainnya, terletak pada adanya unsur sistematika, obkek kajian, ruang lingkup
kajian, serta metode yang diterapkan serta dikembangkannya. Jadi, ilmu
sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai taraf tertentu yang
telah memenuhi sistematika, memiliki objek kajian, dan metode pembahasan akan
kajian tersebut.
Ilmu
dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan
menggunakan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu dapat
dikontrol oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian
ini, maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.
1. Berisi pengetahuan (knowledge)
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan penalaran.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Ilmu pengetahuan bersifat
fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan pengetahuan, maka
pemanfaatan benda, alat, senjata, dan hewan, menjadi lebh mudah serta terarah
guna mencapai hasil atau apa yang diinginkannya. Apalagi setelah pengetahuan itu
tersusun menjadi sebuah ilmu (ilmu pengetahuan), maka fungsi dan penerapannya
dalam rangka memanfaatkan sebuah benda, alat, senjata, atau hewan tadi akan
menjadi lebih baik lagi.
Sementara
itu, lebih khusus lagi jika pengetahuan dan ilmu pengetahuan tadi diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka untuk menampilkan sesuatu, maka akan
menghasilkan kemampuan apa yang kemudian disebut teknologi. Oleh
karena itu, sebagaimana dikatakan Brown (1980), bahwa teknologi pada hakikatnya
merupakan penerapan pengetahuan oleh manusia guna mengerjakan suatu tugas yang
dikehendakinya. Dengan kata lain, teknologi pada hakikatnya merupakan penerapan
praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita inginkan. Pengertian
senada juga pernah ditegaskan oleh Marwah Daud Ibrahim, yang menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah suatu jawaban sistematis atas kata atau
pertanyaan “mengapa”, sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari
pertanyaan “bagaimana”. Selanjutnya, dengan teknologi itu orang lalu dapat
memanfaatkan gejala alam, bahkan bisa mengubahnya.
Sebenarnya
masih banyak lagi definisi lain yang dibuat oleh para ahli tentang ilmu,
teknologi, serta seni yang dibuat oleh para ahli. Berbagai defenisi itu telah
diberikan oleh para filsuf, ilmuwan serta budayawan, yang mana masing masing
seolah membuat defensi sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Misalnya saja
yang paling sederhana mengatakan bahwa sains atau ilmu pengetahuan yang
sistematis. Sedangkan pengertian yang lebih luas dikatakan bahwa yang disebut
sainsadalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses
pengkajian dan dapat diterima secara rasio. Jadi, dalam pengertian yang lebih
luas ini sains dikatakanya sebagai suatu himpunan rasionalitas kolektif insani.
Seacara etimologis, kata sains sendiri berasala dari bahasa Latin, yaitu scire,
yang berarti mengetahui atau belajar. Sedangkan sebagaimana sudah kita pahami
bersama bahwa kata sains sendiri dalam pengertian atau terjemahan bahasa
Indonesia berarti ilmu pengetahuan.
Sebagaimana
juga pernah disinggung sebelumnya, jika dilihat dari segi filsafat ilmu antara
pengetahuan dan sains adalah berbeda (memilki makna berbeda). Pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia melalui tangkapan panca
indera, intuisi, serta firasat, sedangkan ilmu pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, diorganisasi, disistemisasi, serta diinterprestasikan sehingga
menghasilkan kebenaran yang objektif, sudah teruji kebenarannya, serta dapat
diulang secara imiah. Dalam sudut pandang filsafat imu, istilah
sains juga telah dipahami oleh masyarakat Indonesia menjadi suatu istilah baku,
yaitu ilmu pengetahuan.
Lalu,
timbul pertanyaan kapanatu bilamana kira-kira suatu pngetahuan itu dapat
dikategorikan sebagai suatu ilmu (sains/ilmu pengetahuan). Dalam kajian
filasafat ilmu, suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu apabila
memenuhi tiga kriteria pokok sebagai berikut.
1. Adanya aspek ontologis,
artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek studi/kajian yang
jelas. Dalam hal ini, bahwa yang nama nya objek suatu studi itu haruslah yang
jelas, artinya dapat diindentifikasikan, dapat diberi batasan, serta dapat
diuraikan sifat nya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu sendiri terdapat
dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
2. Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki
metode kerja yang lebih jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu
bidang studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3. Adanya aspek aksiologi,
yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna.
Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoritis, hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis,
sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut
tidak menunjukkan adanya kerancuan, perentangan kontradiktif diantara satu sama
lainnya.
Dalam filsafat ilmu, setiap ilmu
membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh karena itu, ada seseorang
yang hanya mendalami bidang ilmu tertentu dalam masyarakat, yang kemudian
disebut sebagai spesialis, dan ada pula seseorang yang banyak tahu
dalam bidang ilmu, namun tidak sampai mendalam, atau yang kemudian
disebut generalis. Namun, karena keterbatasan manusia maka sangat
jarang ditemukan adanya seseorang dalam masyarakat yang menguasai beberapa ilmu
secara mendalam.
Setelah kita mengetahui tentang
pengertian sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi, kemudian perbedaan serta
hubungannya masing-masing, lalu muncul pertanyaan lagi, yaitu bagaimana
hubungannya dengan seni dalam kehidupan manusia ? Nah, untuk dapat menjawab
pertanyaan ini, berikut akan kita uraikan sedikit tentang bagaimana keterkaitan
di antara unsur-unsur Ipteks itu dalam kaitannya dengan kehidupan manusia di
alam semesta ini.
Dalam pemikiran Barat, sains
emiliki tiga karakteristik pokok, yaitu bersifat obyektif, netral, serta bebas
nilai. Karakteristik sebuah ilmu pengetahuan bersifat obyektif dan netral itu
sudah jelas, namun apakah benar bahwa sains itu juga harus bebas nilai ?
tampaknya disinilah permulaan yang akan kita bahas didalam menghubungkan antara
pengetahuan, sains, teknologi, serta seni dalam kehidupan manusia. Menurut
sebagian ahli, bahwa sekalipun diakui berpijak dari sistem nilai, namun sains
tetap bebas dari pertimbangan-pertimbangan nilai. Akan tetapi, mereka mengakui
bahwa sains tetap berpijak pada sistem nilai. Karena dalam pandangan mereka,
hubungan langsug diantara fakta dan bukan fakta, sedangkan
pertimbangan-pertimbangan nilai menurut mereka bukanlah wewenang dari sains.
Namun perlu juga diketahui bahwa fakta itu sangat tergantung pada sains, dan
tergantung pula pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ilmuwan sendiri,
karena memang dialah yang menentukan fakta mana saja yang lebih relevan dan apa
saja yang dapat dikatakan sebagai fakta ilmiah.
Jadi, dalam pengertian tersebut
bahwa fakta itu jelas sangat tergantung pada jiwa seseorang dalam memilih
pertanyaan yang diformulasikan dan yang tergabung dalam aksioma serta pemilihan
aksioma tadi. Jadi, bukanlah pilihan pertanyaan dan aksioma terlepas dari
pilihan serta pertimbangan nilai nilai ? meskipun memang benar dikatakan bahwa
nilai itu tidak akan bisa langsung keluar dari fakta, namun sebuah fakta hanya
akan menjadi relevan dan signifikan apabila melalui sebuah sistem niali. Karena
disini yang dikatakan fakta hanya akan timbul karena daya sains yang bersifat objektif
dan tanpa pamrih.
Sedangkan
pada sisi lainnya, dikatakan bahwa meskipun teori pada sains juga dibangun
diatas fakta, tetapi laporan tentang fakta itu sendiri juga tidak luput dari
interprestasi. Oleh karena itu, dikatakan bahwa sains terbentuk karena adanya
pertemuan dua orde pengalaman, yakni orde observasi dan orde konsepsional. Orde
observasi didasarkan pada hasil observasi fakta, sedangkan orde konsepsi
didasarkan pada hasil pemahaman manusia mengenai alam semesta, karena itu
sifatnya menjadi sangat subjektif. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sains,
tidak bisa bebas dari nilai-nilai. Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri
yang kebenaranya bersifat tidak mutlak.
Sedangkan
berbicara masalah teknologi, dimana istilah teknologi itu sendiri sebenarnya
sudah mengandung pengertian sains dan teknik atau engineering, sebab produk
teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu,
dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai
hasil penerapan praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga
memiliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi
tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan estetika yang
bersifat objektif.
Pada
titik ini kita berbicara tentang seni. Seni berasal dari bahasa Latin,
yaitu ars yang berarti kemahiran. Secara etimologis, seni
(art) diformulasikan sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang atau
mengerjakan sesuatu. Pengertian seni merupakan kebalikan dari alam, yaitu
sebagai hasil campur tangan (sentuhan) manusia. Seni merupakan pengolahan budi
manusia secara tekun untuk mengubah suatu benda bagi kepentingan rohani dan
jasmani manusia. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang yang hasil ekspresi
tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni dan keindahan yang
tercipta merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan
karya manusia, termasuk teknologi, di dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau
estetika.
Dari
uraian di atas, seni diartikan sebagai kegiatan manusia (human
activity), yaitu proses kegiatan manusia dalam menciptakan benda-benda
yang bernilai estetik. Jadi, dengan sentuhan seni, teknologi
sebagai hasil karya ilmu pengetahuan manusia tidak sekadar menjadi
alat, tetapi juga bernilai indah. Contohnya, pesawat terbang sebagai karya
teknologi tidak hanya berkembaang dari sisi kualitas, kemampuan mesin, dan
ketahanannya, tetapi juga berkembang semakin estetik, baik dalam hal bangunan
bodi, model, interior pesawat, warna, dan sebagainya. Selain itu, seni juga
berarti hasil karya seni itu sendiri. Pesawat adalah teknologi hasil karya dan
juga hasil seni dari manusia.
Ilmu
pengetahuan merupakan usaha manusia untuk memahami gejala dan fakta alam, lalu
melestarikan pengetahuan tersebut secara konsepsional dan sistematis. Sedangkan
teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan itu untuk
kepentingan dan kesejahteraan. Karena hubungan tersebut, maka perkembangan ilmu
pengetahuan selalu terkait dengan perkembangan teknologi, demikiann pula
sebaliknya.
Sains
dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon
tak berakar (science without technology has no fruit, technology
without science has no root). Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan
nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus atau tidak
boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah
mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu
sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai
suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya.
Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani
kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang
indah dari manusia.
DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEKS PADA KEHIDUPAN
Manusia dengan potensi akalnya, telah diberi
kebebasan untuk memilih dan mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah.
Sedangkan dengan potensinya pula manusia dapat menggali dan mengembangkan
rahasia alam semesta ini sehingga lahirlah apa yang kemudian disebut sains,
teknologi, danseni (disingkat Ipteks). Pada saat ini,
perkembangan Ipteks sudah sedemikian pesatnya, bahkan telah
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia,
dan pengaruh tersebut menyangkut pola pikir, pola kerja, pola hidup,
maupun tingkah lakunya. Semestinya, semakin tinggi penguasaan terhadap
Ipteks, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam
bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyatannya
kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan
produk yang dihasilkan oleh Ipteks tersebut.
Dalam
kehidupan modern, hampir tidak ada orang yang hidup tanpa menggunakan jasa
Iptek. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa Iptek, semakin tinggi pula
tingkat ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak langsung dari
kemajuan Iptek adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktivitas. Memang Iptek
diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan
beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun,
dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat
mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tidak sadar
bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif,
hedonistik, dan materialistik.
Perkembangan
Iptek yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang
berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam
elemen-elemen sebagai berikut.
1. Perubahan di bidang intelektual; masyarakat meninggalkan
kebiasaan lama atau kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan
serta kepercayaan baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi.
2. Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada
kehidupan politik.
3. Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan
tata lingkungannya.
4. Perubahan di bidanng industri dan kemampuan di
medan perang.
Keempat
persoalan di atas kini secara langsung telah menyentuh sendi-sendi kehidupan
manusia yang menuntut keterlibatan semua pihak, yang pada akhirnya
ikut menentukan pula kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.
Dalam
pemikiran teologis, ada suatu pernyataan yang seolah-olah tabu untuk
dipersoalkan, yaitu “Kapan kira-kira kiamat itu akan terjadi?”. Di sini
jawabannya sangat normatif, yaitu hanya Tuhanlah yang tahu karena Dia-lah yang
menentukan kapan kiamat itu akan tiba. Sedangkan dalam pemikiran saintifik,
pertanyaan semacam itu ternyata bisa dikembangkan, yaitu bahwa kiamat akan
terjaadi apabila alam semesta ini sudah kehilangan keseimbangannya, dan yang
menjaga keseimbangan alam itu adalah salah satu tugas manusia. Jadi, apabila
pengembangan Iptek (oleh manusia) sampai tidak memedulikan keseimbangan dan
kelestarian (yang juga menjadi salah satu tugas manusia), maka kiamat akan
segera tiba. Dengan demikian, peristiwa kiamat dalam pandangan saintifik sangat
tergantung pada ulah manusia, yakni sejauh mana manusia di muka bumi ini dapat
menjaga dan melestarikan alam ini. Oleh karena itulah, menjadi tugas manusia
sebagai makhluk yang telah diangkat oleh Tuhan menjadi khalifah di muka bumi
ini untuk menjaga kelestarian alam ini dengan memanfaatkan serta
menerapkan hasil karya Ipteks dengan cara yang tepat.
Seperti
sudah menjadi hukum alam, di samping ada sisi positif juga muncul sisi negatif
dari kemajuan Iptek. Selain yang sudah disebutkandi atas, contoh dampak negatif
Ipteks di antaranya adalah perlombaan senjata nuklir, pelanggaran norma kesusilaan,
kriminalitas, penurunan kesehatan, dan pencemaran lingkungan hidup.
Adanya
sisi positif dan negatif dari Ipteks maka sering dikatakan bahwa kemajuan
Ipteks bermata dua atau bersifat dilematis. Di satu sisi, Iptek secara positif
telah mendatangkan rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Oleh karena itu, ada pihak yang menyatakan bahwa Iptek menjadi “tulang
punggung kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam
kehidupan, penerapan dan pemanfaatan Ipteks itu juga telah membawa dampak
negatif atau membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti
pencemaran, kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan susu udara global.
Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan
kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan Iptek, yakni yang sesuai dengan
asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian,
kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
Bukan
hanya sampai disitu, pada saat ini perkembangan Iptek juga telah merambah ke
bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sebagaimana kita dengar atau lihat
di berbagai media massa, semenjak runtuhnya komunisme dan dilanjutkan dengan
munculnya keterbukaan, dunia seakan dilanda arus informasi dan globalisasi.
Akibat kemajuan di bidang teknologi informasi yang ditandai dengan munculnya
berbagai media komunikasi canggih, seperti pesawat telepon, komputer,
faksimili, internet, dan lain-lain, maka arus informasi semakin cepat, dan
akibat lebih lanjutnya ialah dunia seakan-akan menjadi semakin transparan
(terbuka) dan sempit. Akan tetapi, pemanfaatan dan penerapan teknologi di
bidang informasi dan komunikasi juga mengandung suatu dilema atau bermata dua,
yakni rahmat dan laknat. Di bidang komunikasi, rahmat Iptek dapat Anda amati
dan hayati, yang bukan hanya telah mengglobal, melainkan juga telah mengangkasa
luar. Bahkan, satelit komunikasi juga semakin memacu derasnya informasi.
Derasnya arus informasi ini sebagaimana dilakukan stasiun-stasiun televisi yang
telah memanfaatkan berbagai penyiaran globalnya melalui satelit-satelit
komunikasi tersebut.
Sedangkan
dampak negatif yang membawa laknat juga telah mengglobal. Berbagai pencemaran
yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis dan mental psikologis pun
telah mengglobal. Dampak negatif dari perkembangan kemajuan serta penerapan
Iptek yang telah menghasilkan berbagai ketimpangan itu oleh Alvin Toffler
(1976) disebut sebagai guncangan hari esok (future shock), yang
tidak saja telah menimbulkan guncangan fisik (physical shock),
melainkan juga guncangan kejiwaan (psychological shock). Sekarang
cobalah Anda lihat dan amati sendiri, bagaimana telah mengglobalnya berbagai
penyakit yang timbul di masyarakat pada saat ini. Mulai dari ketegangan urat
sraf, darah tinggi, sadisme, kriminalitas, mabuk, teler,dan sebagainya, adalah
berbagai macam penyakit ataupun gangguan-gangguan fisik-biologis maupun
mental-psikologis, yang tidak hanya terjadi di negara-negara tertentu saja,
melainkan juga telah meluas ke berbagai negara di penjuru dunia. Dalam kaitan
ini, maka perkembangan kemajuan Iptek di bidang komunikasi dan informasi itulah
yang dianggap menjadi salah satu sarana penyebarannya. Di sinilah kiranya letak
tuntutan bagi dunia pendidikan pada khususnya, serta masyarakat dan pemerintah
pada umumnya, bagaimana caranya menciptakan kiat-kiat khusus guna mengatasi
dampak negatif Iptek terhadap guncangan fisik serta psikologis tadi.
PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI
INDONESIA
Ipteks
dimanfaatkan oleh manusia terutama dalam memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup.
Contoh sederhana adalah dengan dikembangkannya sarana transportasi, manusia
bisa bergerak dan melakukan mobilisasi dengan cepat. Kemajuan yang dicapai
manusia melalui Ipteks telah memberikan dampak positif dalam hidupnya. Ipteks
memberi rahmat dalam arti memicu kemajuan dan kesejahteraan. Namun demikian,
pemanfaatan Ipteks oleh manusia dapat pula berdampak buruk bagi kehidupan dan
lingkungan hidup manusia itu sendiri. Gejala negatif itu sebagai
akibat dari penyalahgunaan dalam hal pemanfaatannya, berlebihan dalam
penggunaannya, ataupun tidak mempunyai manusia dalam mengendalikan kekuatan
teknologi itu sendirii.
Pengembangan
ilmu pengetahuan berjalan aktif di segala bidang, yaitu kesehatan, pertaniian,
ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya. Akan tetapi,
jika diamati lebih teliti ada empat bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
strategis yang akan menentukan masa depan dunia, yaitu material, energi,
mikroelektronik, dan bioteknologi (Rahardi Ramelan, 2004). Dari bidang-bidang
tersebut menghasilkan pula empat macam teknologi, yaitu teknologi bahan,
teknologi energi, teknologi mikroelektronika, dan teknologi hayati.
Teknologi
bahan adalah teknologi yang memanfaatkan material, terutama logam
seperti besi dan baja untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan bahan
material tersebut. Dewasa ini, inovasi penciptaan material baru terus
berkembang dan tidak lagi mengandalkan logam atau komponen baku yang sudah
dibentuk alam (konvensional). Berbagai komposisi baru atau pemurnian dilakukan
untuk memanfaatkan material organik dan anorganik sebagai structural
material, tool material, atau electronic/electromagnetic
materials. Pembentukan material komposit yang semula hanya menggunakan
jenis-jenis polimer sebagai serat penguat/matriks juga digunakan
pada struktur pesawat terbang, printed circuit board, dan
lain-lainnya, telah berkembang dan akan terus berkembang dengan menggunakan
bahan-bahan serat lainnya, seperti kaca/gelas, karbon, logam, ataupun keramik.
Teknologi
energi adalah teknologi dengan
memanfaatkan sumber-sumber energi. Sumber energi konvensional di dunia adalah
minyak, gas alam, batu bara, tenaga air,geothermal, dan kayu. Sumber dan
teknologi modern sudah mulai dikembangkan, termasuk tenaga nuklir, gambut,
tenaga surya, gelombang laut, tenaga panas laut, angin, dan sebagainya.
Teknologi
mikroelektronika atau yang berkembang
sekarang ini sebagai teknologi informasiatau informatika. Teknologi informasi
ialah teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, dan
menyebarluaskan informasi. Informasi yang dimaksud mencakup numerik, seperti angka,
audio, teks, dan citra seperti gambar dan sandi. Teknologi informasi merupakan
salah satu jenis teknologi yang dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar, seperti
matematika, fisika, dan sebagainya. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi
informasi ini menghasilkan ciptaan baru berupa komputer, internet, rekayasa
perangkat lunak (program), termasuk kecerdasan buatan. Perkembangan teknologi
informasi atau dengan istilah lain teknologi telematika mendapat perhatian luar
biasa dari banyak negara, termasuk Indonesia. Perkembangan teknologi informasi
ini diyakini menjadi faktor penting munculnya globalisasi.
Teknologi
hayati atau bioteknologi adaalah
teknologi yang berusaha secara sistematis menggunakan serta
mengarahkan sistem atau komune biologis, terutama organisme kecil, untuk
menghasilkan barang atau jasa secara efisien. Untuk memengaruhi dan mengarahkan
itu, kini digunakan berbagai teknik dan alat yang dikembangkan di cabang-cabang
ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti mikrobiologi, bioengineering,
gentic engineering, dan sebagainya.
Bangsa Indonesia dari dulu sudah menyadari akan pentingnya
peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan. Faktor yang paling
menentukan dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah manusia,
yaitu para pelaku yang menggeluti bidang penelitian dan pengembangan serta
rancang bangun dan perekayasaan. Pembinaan terhadap para pelaku seperti
perguruan tinggi dan lembaga penelitian, bahkan pembinaan kemampuan di sektor
industri mulai dilakukan. Misalkan dengan dibentuknya berbagai wadah seperti
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset nasional, Dewan
Standarisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Di
era sekarang ini, perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tampak pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009, khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Disadari oleh bangsa Indonesia bahwa pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) pada hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam rangka membangun peradaban manusia. Sejalan dengan paradigma
baru di era globalisasi, yaitu tekno-ekonomi (techno-economy paradigm),
teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam
peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Pembangunan Iptek
merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan
bagi tumbuhnya kreativitas sumber daya manusia (SDM), yang pada gilirannya
dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu, Iptek
menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumber daya
menjadi sumber daya baru yang lebih bernilai. Dengan demikian, peningkatan
kemampuan Iptek sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa
dan negara, serta kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.
Namun demikian, masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan pemanfaatan dan kemampuan Iptek ini
dapat didefinisikasi sebagai berikut (RPJMN 2004-2009).
1. Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi
perkembangan global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi
(IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi
Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
2. Rendahnya kontribusi Iptek nasional di sektor produksi. Hal
ini antara lain ditunjukkan oleh efisiensi dan rendahnya produktivitasnya,
serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
3. Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani
interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna. Masalah
ini dapat terilihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain
institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil penggembangan Iptek menjadi
preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sisitem produksi.
4. Lamahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek
belum sanggup memberikan hasil yang signifikan.
5. Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari
rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga
peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk,
jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
6. Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat.
Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang
mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir
masyarakat belum berkembang kea rah yang lebih suka mencipta daripada
sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekadar membeli, serta
lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekadar menggunakan teknologi yang
ada.
7. Belum optimalnya peran Iptek dalam mengatasi degradasi
fungsi lingkungan hidup. Kemajuan iptek berakibat pula pada munculnya
permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum
berkembangnya system menajeman dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
8. Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan
menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian
global meruapakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban
akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum
berwawasan bencana. Kemampuan Iptek nasional belum optimal dalam memberikan
antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam,
seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor,
gempa bumi, dan tsunami.
SUMBER PUSTAKA
Siti Irene Astuti D., dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Yogyakarta: UNY Press.
Herminanto & Winarno. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Elly M. Setiadi, dkk.
2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ahmadi, H. Abu. (1997). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Reneka Cipta.
Anh, To Ti. (1974). Nilai Budaya Timur dan Barat. Jakarta: Gramedia
Danandjaja, Andreas A (1986).Sistem Nilai Manajer Indonesia. Jakarta: PPM.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardjono, Ignas dan FX. Djoko Pranowo. (2000). Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: PT. Pamator..
Mintargo, Bambang S. (2000).
Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Universitas Trisakti..
Mitchell, Charles. (2000). Budaya Bisnis Internasional. Jakarta: PPM.
Setiadi, Elly M. dkk. (2007) Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana. S
Soedarno, P. (1993) Ilmu Sosial Dasar: Buku Panduan Mahasiswa.
Jakarta: Aptik-PT. Gramedia.
Soekanto, Soerjono. (1998) Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Soemarwoto, Otto (1996). Dampak Ekologi Terhadap Manusia.
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan, Manusia.
Manusiawi Bandung: Alfabeta.
------------------. (2000).
Manusia dalam konteks sosial budaya dan lingkungan hidup. Bandung: Alfabeta.
------------------. (2002). Memanusiawikan Manusia. Bandung: Alfabeta.
Veeger, K.J. (1995). Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa.
Jakarta: Apatik dan PT. Gramedia.