Fulan adalah
mahasiswa yang kini menghadapi masalah yang cukup rumit. Kini ia akan
menghadapi ujian semester yang mengharuskan uang SPP dilunasi terlebih dahulu.
Sementara itu di saat yang sama Ibunya yang selama ini membiayai kuliahnnya
sedang terbaring lemas di rumah dan sudah seminggu ini tidak pergi ke pasar
untuk berjualan keperluan rumah tangga. Sedang kedua adiknya membutuhkan
perhatiannya untuk tetap semangat pergi ke sekolah. Kini setiap hari ia harus
membantu menyiapkan bekal makanan untuk adiknya dan merawat ibunya, baru ia
berangkat ke kampus dengan sepeda gunungnya. Ia harus tetap kuliah karena itu
satu-satunya pesan almarhum ayahnya sebelum meninggal. Meski ia harus bekerja
paruh waktu untuk membiayai kuliah, ia tetap memiliki komitmen dengan harapan
mampu mengangkat kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Apa yang kamu
rasakan........?
Dalam
kehidupan ini banyak peristiwa yang lepas dari pandangan kita yang sejatinya
bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup kita. Peristiwa yang mengharukan
mauupun membahagiakan tetap memiliki arti. Kemampuan kita untuk memahami dan
mengalami suatu perasaan positif dan negatif akan membantu kita memahami makna
kehidupan yang sebenarnya. Kemampuan ini sering disebut sebagai atribut empati.
Empati merupakan bagian penting social
competency (kemampuan sosial). Empati juga merupakan salah satu dri
unsur-unsur kecerdasan sosial. Ia terinci dan berhubungan erat dengan
komponen-komponen lain, seperti empati dasar, penyelarasan ketepatan empatik
dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki perasaan dengan orang lain
atau merasakan isyarat-isyarat emosi non verbal. Penyelarasan yakni
mendengankan dengan penuh respektivitas, menyelaraskan diri pada
seseorang. Ketepatan empatik yakni memahami pikiran, perasaan dan maksud orang
lain dan pengertian sosial yakni mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja
(Goleman, Daniel, 2007: 114).
Sementara
itu, secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati
adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentidikasi
dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau
kelompok lain. Empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut merasakan atau
menghayati perasaan dan pengalaman orang lain. Seseorang tersebut tidak hanyut
dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang lain itu.
Secara
lebih luas empati diartikan sebagai ketrampilan sosial tidak sekedar ikut
merasakan pengalaman orang lain (vicarious affect response), tetapi juga mampu
melakukan respon kepedulian (concern) terhadap perasaan dan perilakuk orang
tersebut. Tidak heran jika latihan memberikan sesuatu atau bersedekah, selain
merupakan sarana beribadah, juga bisa melatih empati anak pada orang lain yang
memunculkan sifat berderma (filantropi) (Frieda Mangunsong, 2010).
Dengan
demikian penekanan empati tersebut menyatakan bahwa kemampuan menyelami
perasaan orang lain tersebut itu tidak membuat kita tenggelam dan larut dalam
situasi perasaanya tetapi kita mampu memahami perasaan negatif atau positif
seolah-olah emosi itu kita alami sendiri (resonansi perasaan). Kemampuan
berempati akan mampu menjadi kunci dalam keberhasilan bergaul dan
bersosialisasi di masyarakat.
Dalam
kehidupan berkelompok kita pasti mendapati orang dalam watak yang beraneka
ragam. Oleh karena itu, tidak mungkin kita memaksanakan pendapat, pikiran atau
perasaan kepada orang lain. Disinilah, empati sangat berperan penting. Individu
dapat diterima oleh orang lain jika kita mampu memahami kondisi (perasaan)
orang lain dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan harapan orang
tersebut. Kemampuan empati perlu diasah setiap orang agar dirinya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Empati
akan membantu kita bisa cepat memisahkan antara masalah dengan orangnya.
Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih
jernih dan menempatkan obyektifitas dalam memecahkan masalah. Banyak alternatif
yang memungkinkan dapat diambil manakala kita dapat berempati dengan orang lain
dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya empati sulit rasanya kita tahu apa yang
sedang dihadapi seseorang karena kita tidak dapat memasuki perasaaannya dan
memahami kondisi yang sedang dialami.
Penelitian
Rosenthal membuktikan bahwa anak yang mampu membaca perasaan orang lain melalui
isyarat non verbal lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih
populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Kemampuan membaca pesan non verbal
akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi yang tidak
dapat disampaikan secara verbal. Pesan non verbal memberikan banyak peluang
kita memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seseorang karena pesan
tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu juga dengan nada bicara, ekspresi wajah
dan gerak-gerik tubuhnya. Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan menjadi
mudah untuk memahami perasaan orang lain.
Beberapa
faktor, baik psikologi maupun sosiologis yang mempengaruhi proses empati
sebagai berikut, antara lain:
1. Sosialisasi
Dengan
adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi,
mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang
orang lain.
2. Perkembangan kognitif
Empati dapat berkembang seiring dengan
perkembangan kognitif yang bisa dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat
melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda).
3. Mood dan Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi
dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon
terhadap perasaan dan perilaku orang lain.
4. Situasi dan Tempat
Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan
pengaruh terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang
dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.
5. Komunikasi
Pengungkapan empati dipengeruhi oleh komunikasi
(bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang
komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan pada proses empati.
Teknik-teknik Mengasah Empati
Kemampuan
empati harus selalu dilatih ayau diasah sejak dini. Bahkan, meskipun usia
seseorang telah beranjak dewasa, harus tetap melatih empati. Kemudian ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan agar kemampuan empati kita terbentuk,
antara lain:
1.
Rekam
semua emosi pribadi
Setiap
orang pernah mengalami perasaan positif maupun negatif, misalnya sedih, senang,
bahagia, marah, kecewa dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman tersebut
apabila kita catat atau rekam akan membantu kita memahami perasaan yang sama
saat kondisi tertentu menjumpai kita kembali. Disamping itu ketika kita
mengetahui perasaan tersebut sedang dialami oleh seseorang, kita dapat memahami
kondisi tersebut sehingga kita dapat memperlakukanya sesuai dengan apa yang
diharapkannya. Cara mencatat atau merekamnya dapat berupa tulisan di buku
harian atau sekedar mengingat-ingat dalam alam sadar kita.
Untuk
menyempurnakan langkah di atas, ada baiknya memperhatikan cara lebih spesifik,
sebagai berikut:
a.
Membangkitkan
kesadaran dan perbendaharaan ungkapan emosi.
b.
Meningkatkan
kepekaan terhadap perasaan otang lain.
c.
Membantu
memahami perspektif orang lain selain dari sudut pandangnya sendiri (Borba,
Michele, 2008: 25).
2.
Perhatikan
lingkungan luar (orang lain)
Memperhatikan
lingkungan luar atau orang lain akan memberikan banyak informasi tentang
kondisi orang di sekitar kita. Informasi ini juga dapat dijadikan pembanding
dengan diri kita tentang apa yang sedang terjadi, sehingga kita dapat
mengetahui apakah perasaan dan perilaku kita sudah sesuai dengan lingkungan
sekitarnya. Memperhatikan otang lain merupakan kertampilan tersendiri yang
tidak semua orang menyukainya. Memperhatikan tidak sekedar melihat otang per
otrang tetapi jug amencoba menghilangkan perasaan-perasaan subyektif kita saat
memperhatikan, sehingga akan muncul keinginan untuk mendalami perasaan orang
yang sedang kita lihat tersebut.
3.
Dengarkan
curhat orang lain
Mendengarkan
adalah sebuah kemampuan penting yang sering dibutuhkan untuk memahami masalah
atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap permasalahan yang sedang
dihadapi orang lain. Kemampuan mendengarkan juga harus dilatih agar memberikan
dampak positif dalam interaksi sosial kita. Syarat yang dibutuhkan untuk dapat
mendengarkan adalah menghilangkan atau meminimalkan perasaan negatif atau
prasangka terhadapa obyek yang menjadi sasaran dengar. Disamping itu juga perlu
adanya kemauan untuk membuka diri kita untuk orang lain, khususnya dengan
memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara yang dia inginkan tanpa kita
potong sebelum selesai pembicaraannya.
Mendengar
keluh kesah atau cerita gembira orang lain akan mempu memberikan pengalaman
lain dalam siasana hati kita. Mendengarkan cerita sedih akan mampu membawa kita
ke dalam suasana hati orang lain yang sedang bersedih dan dapat membangkitkan
keinginan untuk memahami masalah atau perasaan orang tersebut, begitu pula
perasaan orang lain. Semakin banyak cerita, masalah dan ungkapan perasaan yang
kta dengarkan akan membuat kita semakin kaya dalam pengalaman tersebut dan pada
akhirnya semakin mengetahui bagaimana cara memahami orang lain atau
perasaannya.
4.
Bayangkan
apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya untuk diri kita.
Membayangkan
sebuah kejadia yang dialami otang lain akan menarik diri kira ke dalam sebuah
situasi yang hampir sama dengan yang dialami orang tersebut. Refleksi keadaan
orang lain dapat membuat kita merasakan apa yang sedang dialami orang tersebut
dan mampu membangkitkan suasana emosional. Membayangkan sebuah kondisi tersebut
dapat lebih mudah manakala kita pernah mengalami perasaan atau kondisi yang
sama. Seseorang yang sering membayangkan apa yang dialami atau dirasakan orang
lain dan akibat yang akan ditimbulkan manakala hal tersebut terjadi pada diri
kita saat kejadian atau setelah kejadian akan memudahkan kita merasakan suasana
emosi seseorang manakala melihat kejadian-kejadian yang berkaitan dengan situasi
penuh dengan emosi-emosi tertentu.
5.
Lakukan
bantuan secepatnya
Memberikan
bantuan atau pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dapat
membangkitkan kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap situasi di
lingkungan sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk
empati. Bantuan yang kita lakukan tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama
tetapi kita berusaha memberikan segenap kemampuan kita saat melihat atau
menyaksikan orang-orang yang membutuhkan. Pertolongan yang kita berikan akan
mentimulus keadaan emosi kita untuk melihat lebih jauh perasaan orang yang kita
beri pertolongan dan semakin sering kita memberikan respon dengan cepat akan
semakin mudah kita mengembangkan kemampuan empati kepada orang lain.
Manfaat-manfaat Empati
Ada
beberapa manfaat yang dapat kita temukan dalam kehidupan pribadi dan sosial
manakala kita mempunyai kemampuan berempati, diantaranya:
1.
Menghilangkan
sikap egois
Orang
yang telah mampu mengembangkan kemampuan empati dapat menghilangkan sikap egois
(mementingkan diri sendiri). Ketika kita dapat merasakan apa yang sedang
dialami orang lain, memasuki pola pikir orang lain dan memahami perilaku orang
tersebut, maka kita tidak akan berbicara dan berperilaku hanya untuk
kepentingan diri kita tetapi kita akan berusaha berbicara, berpikir dan
berprilaku yang dapat diterima juga oleh orang lain serta akan mudah memberikan
pertolongan kepada orang lain. Kita akan berhati-hati dalam mengembangkan sikap
dan perilaku kita sehari-hari, khususnya jika berada pada kondisi yang
membutuhkan pertolongan kita.
2.
Menghilangkan
kesombongan
Salah
satu cara mengembangkan empati adalah membayangkan apa yang terjadi pada diri
orang lain akan terjadi pula pada diri kita. Manakalah kita membayangkan
kondisi itu, maka kita akan terhindar dari kesombongan atau tinggi hati karena
apapun akan bisa terjadi pada diri kita jika Tuhan berkehendak. Kita tidak akan
merendahkan orang lain karena kita telah mengetahui perasaan dan memahami apa
yang sebenarnya terjadi, sehingga orang yang mempunyai kemampuan empati akan
cenderung memiliki jiwa rendah hati dan senantiasa memahami kehidupan ini
dengan baik. RODA SENANTIASA BERPUTAR, ITULAH KEHIDUPAN.
3.
Mengembangkan
kemampuan evaluasi dan kontrol diri
Pada
dasarnya empati adalah salah satu usaha kita untuk melakukan evaluasi diri
sekaligus mengembangkan kontrol diri yang positif. Kemampuan melihat diri otang
lain baik perasaan, pikiran maupun perilakuny amerupakan bagian dari bagaimana
kira akan merefleksikan keadaan tersebut dalam diri kita. Jika kita telah
mempunyai kemampuan ini maka kita telah dapat mengembangkan kemampuan evaluasi
diri yang baik dan akhirnya kita dapat melakukan kontrol diri yang baik artinya
kita akan senantiasa berhati-hati dalam melakukan perbuatan atau memahami
lingkungan sekitar kita.
Akhirnya,
anda akan bisa dikarakan sebagai memiliki karakteristik kemampuan empati, jika
mengikuti beberapa syarat berikut:
1.
Melibatkan
proses pikir secara utuh, dengan segala macam resiko perbedaan pendapat, rasa,
bahkan kemungkinan konflik. Melalui pengolahan terus menerus maka individu bisa
mengenal “status” perasaannya, lalu kuat berempati dan kemudian memanfaatkan
emosinya dalam kehidupan kerja (Eileen Rachman & Sylvina Savitri, 2009).
2.
Muncul
dalam tindakan-tindakan seperti dinyatakan Goleman (1997), yaitu:
a. Mampu menerima sudut pandang orang lain
Individu mampu membedakan antara apa yang
dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu
sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima
sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih
lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang
tepat.
b. Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
Individu mampu mengidentifikasi
perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang
lain melalui pesan non verval yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak
gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan
reaksi spontan terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja.
c. Mampu mendengarkan orang lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang
perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan
pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan
penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.
Perilaku Prososial
Perilaku
prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima bantuan
tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemberi bantuan. William
membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki
intensi untuk mengubah keadaan fisik (material), psikologis dan sosial penerima
bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik. Perilaku prososial mempunyai
maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain dengan cara menolong,
menyelamatkan, berkorban, kerjasama maupun persahabatan.
Ada 3
(tiga) ciri seseorang dikatakan menunjukkan perilaku prososial, yaitu:
a.
Tindakan
tersebut berakhir pada dirinya dan tidak menuntut pada pihak pemberi bantuan
b.
Tindakan
tersebut dilahirkan secara suka rela
c.
Tindakan
tersebut menghasilkan kebaikan
Cara meningkatkan perilaku prososial antara
lain:
1.
Menyebarluaskan
penayangan model perilaku prososial
Dalam
mengembangkan perilaku-perilaku tertentu kita dapat melakukan melalui
pendekatan behavioral dengan model belajar sosial. Pembentukan perilaku prososial
dapat kita lakukan dengan sering memberikan stimulus tentang perilaku-perilaku
baik (membantu orang yang kesulitan dan lain sebagainya). Semakin sering
seseorang memperoleh stimulus, misalnya melalui media massa semakin mudah akan
melakukan proses imitasi (menitu) terhadap perilaku tersebut.
2.
Memberikan
penekanan terhadap norma-norma prososial
Norma-norma
di masyarakat yang memberikan penekanan terhadap tanggungjawab sosial dapat
dilakukan melalui lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat umum.
Longgarnya sosialisasi dan pembelajaran terhadap norma-norma ini akan mendorong
munculnya perilaku anti sosial atau tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan
hal ini sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan psikologis dan sosial
seseorang. Dengan adanya proses sosialisasi dan internalisasi tentang
norma-norma prososial ini, maka perilaku prososial akan mudah dijumpai
dimana-mana dan hal ini akan mengembangkan peranan sosial yang lebih baik.
3.
Memberikan
pemahaman tentang superordinate identity
Pandangan
bahwa setiap orang merupakan bagian dari kelompok manusia secara keseluruhan
adalah hal penting yang pelu dilakukan. Manakala seseorang merasa menjadi
bagian dari suatu kelompok yang lebih besar, ia akan berusaha tetap berada di
kelompok tersebut dan akan melakukan perbuatan yang menuntut ia dapat diterima
oleh anggota kelompok yang lain, salah satu cara adalah senantiasa berbuat baik
yang tidak disenangi oleh kelompoknya, sehingga kondisi ini akan memberikan
dorongan untuk senantiasa berbuat baik untuk orang lain.
REFERENSI
Borba,
Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Goleman,
Daniel. (2007). Social Intelligence: Ilmu baru tentang Hubungan Antar
Manusia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Tri
Dayakisni & Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. UMM Press: Malang
Eilen
Rachman & Sylvina Savitri. (2009), Dalam Asah Empati dari http://www.experd.com/news-articles/articles/55.
Frieda
Mangunsong. (2010), dalam Menanam Empati Menumbuhkan Kecerdasan dari http://www.carisuster.com/artikel/7-inspired-kids/51-menanam-empati-tumbuhkan-kecerdasan.