Publik Speaking Skill : Menjadi Pribadi yang Baik lewat Ucapan


Makna dibalik dua mata, dua telinga, dan satu mulut. Tahukah kita mengapa Allah SWT, menciptakan wajah manusia yang elok itu terdiri atas dua telinga, dua mata, dan satu mulut? Pertanyaan ini memang sederhana. Tetapi, yang sederhana ini justru penuh makna dan hikmah. Sayangnya kita sering cuek terhadap ciptaan Allah SWT. Kita sering kali tidak menyadari, enggan merenung, dan menganggap anugerah ini sebagai hal yang biasa. Hasilnya pun biasa-biasa saja. Namun bagi orang yang gemar merenung justru yang sederhana ini menjadi luar biasa.
Kalau kita merenung maka dua mata, dua telinga, dan satu mulut berarti dalam kehidupan sehari-hari, kita sepatutnya banyak melihat dan mendengar ketimbang berbicara, 2:1. Dengan kata lain sebelum kita berbicara, kita harus punya pemahaman atau pengetahuan yang benar mengenai suatu hal. Jangan asal bicara jika kita tidak paham atau tidak jelas mengenai suatu hal, karena bisa memicu suatu masalah, baik saat ini maupun dimasa mendatang.
Sepintas, ada pesan lain yang tersirat dibalik penciptaan Allah SWT (dua mata, dua telinga, dan satu mulut). Bahwa, sebaiknya, seseorang lebih banyak melihat dan mendengar (dua mata dan dua telinga) dan sedikit berbicara (satu mulut), kecuali untuk menyatakan kebaikan. Terlalu banyak berbicara mengenai hal-hal yang tidak berguna adalah keburukan yang nyata. Keimanan kita tidak akan sempurna sebelum kita bisa menjaga lisan dari berbicara kotor dan tidak ada gunanya.


Jadi berbicaralah seperlunya saja, sebab jika orang banyak bicara, khawatirnya seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Mulut banyak bicara, tapi nilainya nihil tidak punya apa-apa. Bahkan bisa memicu malapetaka. ”DIAM itu baik, tetapi BERKATA BAIK itu lebih baik”.


Fungsi Komunikasi
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yangbenar”. (Qs. Al-Ahzab: 70).

Keterampilan berkomunikasi merupakan salah satu hal terpenting yang harus dipelajari dalam kehidupan manusia. Melalui komunikasi kita menyampaikan apa yang kita fikirkan dan juga rasakan. Melalui komunikasi pula kita membangun hubungan dengan sesama, suatu hal yang menjadi kebutuhan dasar manusia (mahluk sosial). Oleh karenanya, ketidakmampuan berkomunikasi dapat menyebabkan keterasingan, depresi, kegagalan pemenuhan kebutuhan hidup, bahkan kematian itu sendiri. 
Dalam proses perkuliahan, keterampilan berkomunikasi sangat diperlukan, mulai dari bentuk cara bertanya yang baik, berargumentasi, hingga memaparkan suatu ide. Komunikasi juga diperlukan untuk membangun hubungan yang baik dengan teman, dosen, maupun staff tata usaha. Melalui komunikasi yang baik tersebut, dipastikan selama perkuliahan kita tidak akan ketinggalan informasi-informasi penting, seperti pemberitahuan UAS, magang, atau tugas-tugas kuliah. Selain itu kebutuhan kita juga akan terlayani, seperti saat registrasi, mengurus surat-surat penting dan sebagainya.
Merujuk pada uraian di atas, ternyata komunikasi bukan hanya berfungsi untuk menyampaikan pikiran dan perasaan serta membangung hubungan interpersonal saja. Komunikasi juga berfungsi sebagai penggambaran diri kita. Bagaimana kita berkomunikasi dan apa yang kita komunikasikan pada dasarnya memberitahu orang lain siapa diri kita, tingkat kecerdasan kita, pendidikan kita, dan juga seperti apa kepribadian kita. Ketika kita bertutur senantiasa dengan sopan, hangat, tertata, dan apa yang disampaikan juga berisi kebaikan, jujur, dan apa adanya (asertif) menggambarkan kematangan emosi dan kepribadian kita. Sebaliknya ketika kita berbicara dengan cara yang kasar, penuh kemarahan, isinya pun penuh keluhan, mencari kesalahan, atau bahkan makian, tentu hal ini juga isi dari kepribadian kita.
Selain itu, ternyata komunikasi juga berfungsi sebagai sarana penyajian diri (self presentation) kita kepada khalayak. Kita membuat orang lain percaya akan kemampuan kita, yakin dengan ide, jasa, atau produk kita, semuanya terjadi melalui komunikasi dalam presentasi diri yang efektif dan persuasif. Dalam situasi seperti sekarang dimana persaingan begitu ketat, siapa yang bisa mempresentasikan dirinya dengan cara terbaik maka dialah yang memenangkan persaiangan. Oleh karena itu tepat kiranya jika dikatakan bahwa keterampilan komunikasi juga sangat diperlukan sebagai bagian dari penyiapan diri menjadi sukses.
Contoh paling sederhana adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan baik saat wawancara kerja sehingga dapat meyakinkan interviewer bahwa kitalah yang layak untuk diterima. Sepandai dan setrampil apapun kita namun kita tidak dapat meyakinkan orang bahwa kita pandai dan terampil maka orang tidak akan pernah tahu dan yakin bahwa kita pandai dan terampil, pada akhirnya tidak ada orang yang memanfaatkan kepandaian dan keterampilan kita.
Komunikasi sendiri merupakan hal yang harus dipelajari. Hal ini karena dalam komunikasi kita dituntut harus efektif, persuasif (bisa meyakinkan orang), dan kredibel (jujur bisa dipercaya). Banyak dari kita yang mungkin pandai bicara, kalau berbicara sampai berbusa-busa, tetapi ternyata banyak orang tidak mengerti, tidak suka, atau tidak percaya dengan pembicaraan kita, yang ini berarti kita bukan komunikator (orang yang berkomunikasi) yang baik.
Selain itu, keterampilan berkomunikasi juga harus dipelajari karena pola komunikasi sangat terkait dengan budaya (culture bond), bagaimana cara seseorang dari suatu budaya menyampaikan pikirannya berbeda dengan gaya orang dari budaya lain menyampaikan hal yang sama. Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannnya. Jika demikian, komunikasi seperti apa yang dikatakan baik.
Komunikasi Yang Efektif

Komunikasi yang efektif mempersyaratkan terpenuhinya tiga faktor yang saling terintegrasi dan ketiganya harus terpenuhi (disarikan dari Jalaluddin, 2003, dan Woods, 2002). Tiga faktor tersebut adalah: 1) Integritas Personal Komunikator; 2) Isi pesan baik secara verbal maupun non verbal; dan 3) Cara penyampaian.
وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ٣٣
”Siapakah yang baik dalam perkataannya daripada orang yang menyerukan kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, ‘sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)”.(Qs. Fushshilat: 33).

Integritas Komunikator
Sebuah pesan akan dapat  tersampaikan (berarti tujuan komunikasi tercapai) bilamana komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) percaya kepada komunikator. Kepercayaan ini bisa lahir dari beberapa kemungkinan:
a.    Kejujuran Komunikator. Hal ini diperoleh dari pengalaman panjang komunikan berinteraksi dengan komunikator dimana komunikan tidak pernah merasa dicederai, dibohongi, atau dikhianati oleh komunikator. Namun bila interaksi panjang belum terjadi (baru kenal), kepercayaan komunikan akan kejujuran kita selagi komunikator bisa dicapai dengan penjelasan yang lugas dan terbuka mengenai tujuan dan maksud dari komunikasi kita.
Walau demikian, bilamana di keesokan hari ternyata apa yang kita sampaikan ternyata palsu maka kepercayaan komunikan akan kejujuran kita sudah pasti hilang dan sangat sulit membangunnya kembali. Oleh karena komunikasi efektif (termasuk berdaya tahan lama efek persuasinya) tidak hanya ditentukan seberapa pandai kita bicara, tetapi juga seberapa jujur kita dalam komunikasi tersebut.
b.  Keahlian Komunikator. Pesan mengenai pentingnya menjaga kesehatan mulut dengan rajin sikat gigi akan tersampaikan dan dituruti oleh komunikator bila yang menyampaikan adalah seorang dokter gigi, lain halnya bila yang menyampaikan seorang montir sepeda motor. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi akan efektif ketika kita berbicara mengenai apa yang menjadi keahlian kita atau apa yang kita ketahui pasti. Hal ini menunjukkan pentingnya kita memperluas pengetahuan dan belajar tiada henti.
c.  Kepercayaan Diri Komunikator. Kepercayaan diri kuat yang ditampilkan komunikator juga sangat kuat pengaruhnya untuk menimbulkan keyakinan komunikan terhadap apa yang dikatakan komunikator. Terlepas dari jujur tidaknya komunikator, kepercayaan diri yang kuat memberi kesan pertama yang positif bagi komunikan akan kemampuan komunikator. Namun demikian, apabila dalam perjalanan waktu ternyata terdapat ketidakjujuran, maka kepercayaan diri sekuat apapun yang ditampilkan komunikator tidak akan lagi memberi pengaruh bagi komunikan untuk mempercayai komunikator.
Kepercayaan diri sendiri lahir dari sebuah konsep diri yang positif. Sedang konsep diri lahir dari:
  • Pengenalan yang akurat akan kelebihan dan kekurangan diri
  • Penerimaan yang positif atas semua kelebihan maupun kekurangan tersebut, dan
  • Penghargaan diri yang sepantasnya atas kelebihan dan kekurangannya tersebut (tidak sombong atas kelebihan dan tidak pula rendah diri atas kekurangan yang dimiliki), serta
  • Orientasi yang lebih diarahkan pada pengembangan potensi positif (kelebihan) ketimbang terkungkung resah dengan kekurangan diri, kecuali untuk perbaikan.
Isi Pesan
Indikator dari efektifitas komunikasi adalah sampainya pesan komunikator kepada komunikan. Pesan akan tersampaikan dan dipahami penuh oleh komunikan apabila pesan tersebut jelas dan lugas (tersurat dan tidak tersirat). Pesan sendiri tertampilkan dalam bentuk verbal dan non verbal yang keduanya harus selaras. Apabila tidak, maka pesan akan membingungkan komunikan dan membuatnya tidak paham apa yang diinginkan komunikator, dan ini berarti komunikasi gagal. Misalkan kita marah kepada teman “Hoi... perilakumu begitu buruk, hentikan!”, tetapi disampaikan dengan ekspresi wajah cengengesan. Komunikan tentu bingung, kita ini lagi marah atau mengajak bergurau. Pada akhirnya ia tidak menanggapi perintah kita agar ia menghentikan perilakunya.

Cara Penyampaian
Makanan seenak apapun ketika disajikan dengan penataan yang tidak indah apalagi diantar oleh pelayan yang bermuka cemberut dan tidak sopan tentu akan membuat selera makan kita hilang sekejap. Begitu pula halnya dengan komunikasi. Pesan cinta yang menggelorapun ketika disampaikan dengan cara tidak tepat akan membuat orang yang kita cintai malah marah besar.
Penting bagi kita untuk mengasah kepekaan dan belajar empati. Komunikasi adalah proses timbal balik. Berbicara dan mendengar. Inti dari penyampaian komunikasi yang efektif adalah memahami lawan bicara (komunikan), mencoba memahami perasaan, pikiran, serta situasi kondisinya. Sebagai contoh, janganlah kita mencela teman yang sedang lelah atau meminta tanda tangan dari dosen yang sedang sibuk atau sedang makan siang. Sehalus apapun kita menyampaikannya tentu dapat membuat teman atau dosen tersebut marah. Mungkin kita bisa belajar dari ungkapan berikut.

Prinsip Komunikasi
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ
”Maka, disebabkan rahmat Allah-lah, kamu berlaku lemah lembut tehadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari diri sekelilingmu....”. (Qs. Al-Imron: 159)
Secara tersirat, ayat tesebut memberikan informasi bahwa jika kita mampu berlaku lemah lembut ketika berbicara, maka kita akan mendapatkan kemuliaan. Sebaliknya jika kita berkata sembarangan (keji dan kotor), maka bisa jadi menyebabkan kita dihina. Kita tidak disukai oleh orang lain atau lingkungan.
Satu hal yang harus kita penuhi dalam seni berbicara adalah kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara baik sehingga dapat melahirkan kesan yang baik dan respon yang positif. Ada 5 prinsip komunikasi yang harus kita miliki agar berhasil dalam meraih respon yang positif, yaitu:
1.        Menghargai (Respect)
       Respect mencerminkan sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang akan kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan prinsip pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain. Jika kita harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respect terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang, sehingga seseorang tidak merasa direndahkan harkat dan martabatnya. Kondisi ini akan dapat menciptakan sinergi dan kerja sama yang baik antara komunikator dan komunikan.
2.    Empati (Empathy)
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Empati akan muncul manakala kita mempunyai kemampuan untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Salah satu manfaat dari rasa empati dalam berkomunikasi adalah kemudahan dalam menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan menerimanya. Empati juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perspektif atau siap menerima masukan maupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Jika kita menggunakan empati secara sungguh-sungguh dalam berkomunikasi, maka kita akan mendapatkan perubahan yang luar biasa dalam proses komunikasi dengan penerima pesan (komunikan) tersebut.
3.    Audio (Audible)
Audible adalah suatu cara agar pesan kita dapat didengar atau dimengerti. Pesan seharusnya disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan, sehingga dapat dimengerti dengan baik dan tidak menimbulkan missunderstanding atau misscommunication. Prinsip ini menekankan kita menggunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan, baik media yang berasal dari luar diri kita (peralatan komunikasi)  maupun yang telah kita miliki sendiri (verbal maupun non verbal)
4.    Jelas (Clarity)
Pesan yang baik adalah pesan yang jelas, tidak menimbulkan multiinterpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan dari pihak penerima pesan. Dalam prinsip clarity ini, perlu dikembangkan keterbukaan dan transparansi, sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap pemberi pesan dan pesan itu sendiri.
5.    Rendah hati (Humble
Sikap rendah hati merupakan cerminan dari sikap melayani, menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong, berani mengakui kesalahan, mau memaafkan, lemah lembut, penuh pengendalian serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Komunikasi akan semakin efektif manakala kita mengembangkan prinsip ini dalam menjalin komunikasi (menyampaikan pesan) dengan orang lain.
Perlu disadari bahwa keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun non fisik (psikis). Faktor fisik adalah menyangkut kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan di dalam berbicara  misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik menyangkut kepribadian (kharisma), karakter, temperamen, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensinya. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan megasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.

SUMBER DAFTAR PUSTAKA

Al-Firdaus, Iqro’. 2014. Bicaralah Yang Baik, Atau Diamlah... Ucapanmu Cermin Hatimu. Safirah: Jogjakarta.

Anonimous. 2008. Diskusi dan Macamnya, diakses pada tanggal 20 Januari 2012 dari http://referensi.dosen.narotama.ac.id

Anonimous. Presentasi Sukses dengan Power Point, diakses pada tanggal 25 Februari 2012 dari http://referensi.dosen.narotama.ac.id

Diskusi dan Macamnya, diakses pada tanggal 26 Februari 2012 dari http://Pembelajaranguru.Wordpress.Com/2008/05/21/Diskusi-Dan-Macamnya/

Halim Robert. 2009. Teknik Presentasi Yang Memikat, diakses pada tanggal 27 Februari 2012 dari http://usaha-onlines.blogspot.com/2009/09/teknik-presentasi-yang-memikat.html  

Hudoro, Sumeto. 2004. Cara Berbicara dan Presentasi dengan Audio Visual. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Smart Aqila. 2010. Presentasi Maha Dahsyat. Mitra Pelajar: Jogjakarta.

Sarjoni. 2011. Berdiskusi dengan Tata Cara yang Benar. Diakses pada tanggal 22 Februari 2012 dari http://sarjoni. wordpress.com/2011/01/01/berdiskusi-dengan-tata-cara-yang-benar/

Arman, Agung. 1989. Laporan Program Pembelajaran Pendidikan Kader (Materi Rethorika) di Kampus IKIP. Gunungsari Baru Ujung Pandang, Ujung Pandang.

Syatra, Abdul Kahfi. 2010. Seni dan Tips Piawai Berbicara Hebat. FlashBooks: Jogjakarta.