Mencetak Jiwa Kepemimpinan Dalam Partai Politik



Teori kepemimpinan dikenal berbagai teori diantaranya seperti Teori Great Man dan Teori Big Bang atau Teori Sifat (Karakteristik) Kepribadian, Teori Perilaku (Behavior Theories), Teori Kontingensi atau Teori Situasional. Teori Great Man misalanya menyatakan bahwa Kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir.
               Menurut Bennis dan Nanus dalam Sigit (2013: 134) menjelaskan bhw teori ini berasumsi pemimpin dilahirkan bukan diciptakan adalah Kekuasaan berada pd sejumlah org tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin seprti “Asal Raja Menjadi Raja” (Anak raja pasti memiliki bakat untuk menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya.
               Dalam teori Big Bang mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu peristiwa besar menciptakan seseorang menjadi pemimpin yang mengintegrasikan antara situasi dan pengikut dalam Situasi merupakan peristiwa besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan Pengikut itu sendiri adalah orang yang menokohkan seseorang dan bersedia patuh dan taat.
               Lebih lanjut, dalam teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian (Trait Theories) mengemukakan Seseorg dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin yaitu Titik tolak pada teori kepemimpinaan ini ialah keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat kepribadian baik secara fisik maupun psikologis. Sehingga Keefektifan pemimpin ditentukan oleh sifat, perangai atau ciri kepribadian yang bukan saja bersumber dari bakat, tapi dari pengalaman dan hasil belajar.
               Karakteristik kepribadian seoarang pemimpin menurut Cheser selalu berhubungan dengan Sifat-sifat Pribadi : Fisik, kecakapan (skill), teknologi, daya tanggap (perpection), pengetahuan (knowledge), daya ingat (memory), imajinasi (imagination) serta Sifat-sifat pribadi yang merupakan watak yang lebih subyektif,yakni keunggulan seorang pemimpin dalam keyakinan, ketekunan, daya tahan, keberanian.
               Sedangkan Karakteristik kepribadian seoarang pemimpin menurut Davis adalah Adanya empat sifat umum yang efektif yaitu Kecerdasan, Kedewasaan dan keluasan pandangan sosial, Motivasi diri dan dorongan dan Sikap-sikap hubungan sosial.
               Kemudian Karakteristik kepribadian seoarang pemimpin menurut Collons dalam A Dale Tempe dalam pamungkas Sidik (2013: 229) mengatakan bahwa Sifat yg harus dimiliki pemimpin agar dapat mengefektifkan organisasi adalah Kelancaran berbicara, Kemampuan memecahkan masalah, Pandangan ke dalam masalah kelompok (organisasi), keluwesan, kecerdasan, kesediaan merima tanggung jawab, mempunyai Keterampilan sosial, adanya Kesadaran akan diri sendiri dan lingkungannya.
               Sementara, karakteristik kepribadian, seoarang pemimpin menurut Yulk dalam Hersey dan Blanchard Pamungkas (2013: 390) seoarang pemimpin mempunyai Karakteristik pemimpin sukses terdiri yaitu Cerdas, terampil secara konseptual Kreatif, Diplomatis dan taktis, Lancar berbicara, Memiliki pengetahuan tentang tugas kelompok, Persuasive, Memiliki keterampilan sosial. Sedangkan Robins Pamungkas (2013: 282) mengatakan bahwa teori ini adalah teori yang mencari ciri-ciri kepribadian sosial, fisik atau intelektual yang membedakan pemimpin dan yang bukan pemimpin.
   Karakteristik kepribadian seoarang menurut Bennis dalam Hersey dan Blanchard dalam Warsito (2015: 390) Menjelaskan bahwa :
Management of Attention (kemampuan mengkomunikasikan tujuan atau arah yg dapat menarik perhatian anggota), Management of Meaning (kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas). Management of Trust (kemampuan untuk dipercaya dan konsisten) Management of Self (kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan).

               Jadi dapat disimpulkan terkait dengan kepemimpinan dilihat dari Teori Sifat seorang pemimpin tersebut seharusnya mempunyai Intelegensi (kecerdasan) Kematangan dan keluasan pandangan sosial, memiliki motivasi dan keinginan berprestasi, memiliki hubungan manusiawi. Namun kelemahan pada Kelemahan Teori Sifat kepemimpinan ini Tidak mungkin ada seorang pun pemimpin yang memiliki keseluruhan sifat baik manusia, kecuali para nabi dan Rasul menurut sudut pandang agama masing-masing.Tidak selalu ada relevansi antara sifat-sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan. Situasi dan kondisi tertentu yang ternyata memerlukan sifat tertentu pula berbeda dari yang lain.
               Kemudian dalam Teori Perilaku Behavior Theories mengemukakan bahwa Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan Gaya atau perilaku kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan keputusan, cara memerintah (instruksi), cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahan, cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberikan sanksi.
               Dalam Teori X dan Y mengemukakan Teori ini diperkenalkan oleh Mc Gregor di dalam buku The Human Side of Enterprise dalam Warsito (2013: 315) teori X berasumsi: bahwa pada hakikatnya manusia itu memiliki perilaku pemalas, penakut, dan tidak bertanggung jawab. Sebaliknya teori Y berasums: manusia itu memiliki perilaku bertanggung jawab, motivasi kerja, kreativitas dan inisiatif serta mampu mengawasi pekerjaan dan hidupnya sendiri. Teori X (Perilaku kepemimpinan otoriter) dan Teori Y (Perilaku kepemimpinan demokratis).
               Menurut Lippit dan white dalam Sutarto (2013: 293) menyatakan bahwa :
Gaya kepemimpinan dibedakan menjadi tiga yaitu: Pertama, Authoritarian atau dictactorial yaitu Perilaku pemimpin dalam mempengaruhi karyawanmenuntut agar bekerja/bekerja sama dengan semua cara yang diputuskan oleh seorang pemimpin. Kedua,Democratic yaitu Gaya kepemimpinan dalam mempengaruhi orang lain agarbersedia bekerja samadalam melaksanakan pekerjaan termasuk juga antara pimpinan dan anggota organisasi.Ketiga, Laisser faire atau free reinKemampuan mempengaruhi orang lain dengan menyerahkan semua wewenang kepada bawahan atau karyawan.

               Dalam studi lanjutan terkait dengan Kepemimpinanan yang dilakukan di Universitas OHIO Studi Kepemimpinan yang dilakuakan Universitas OHIO oleh Stephen P Robbins menyimpulkan ada dua dimensi perilaku kepemimpinan yang efektif yakni: Dimensi struktur tugas / prakarsa struktur (initiating struktur). Mengutamakan tercapainya tujuan, produktifitas yang tinggi, dan penyelesaian tugas yang sesuai jadwal yang telah ditetapkan.Pertama, dimensi pertimbangan/tenggang rasa (consideration) Perilaku kepemimpinan consideration memiliki ciri ciri seperti, memperhatikan kebutuhan bawahan, menciptakan suasana saling percaya, dan hargamenghargai, simpati pada ide dan perasaan bawahan. Kedua perilaku initiating structure dan consideration merupakan prilaku kepemimpinan yang tidak saling mempengaruhi atau tidak saling ketergantungan, tetapi masing masing berdiri sendiri.
               Studi Kepemimpinan Universitas Michigan Menurut Stephen P Robbins dalam Sutarto (2013: 282) Universitas Michigan dalam penelitian perilaku menemukan 2 jenis perilaku yang terdiri dari ‘‘Orientasi kepada bawahan (employee oriented), Orientasi produktivitas (production oriente, Dengan demikian jelas bahwa penelilitian dari tiga universitas yang berbeda menghasilkan perilaku kepemimpinan yang sama’’.
               Sedangkan menurut Managerial Grid Menurut Blake dan Mounton di dalam fred luthans dikutip Sutarto (2013: 473) mengetengahkan bahwa :
Suatu usaha untuk mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif di dalam manajemen. Pendekatan ini berdasarkan pada perilaku kepemimpinan yang memiliki dua dimensi yaitu dimensi mengutamakan produksi (concern for production) ditempatkan pada sumbu horizontal, dan dimensi mengutamakan karyawan (concern for people) ditempatkan pada sumbu vertical. Tinggi rendahnya perilaku tersebut dinyatakan dengan angka satu (1) sampai sembilan (9).

  Ada Empat sistem manajemen kepemimpinan menurut Rensis Likert di dalam Fred Luthans dikutip Sutarto (2013: 462) menyusun teorinyabertolak dari dua jenis perilaku kepemimpinan sebagaiman telah diuraikan terdahulu, yakni ‘‘perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada anggota organisasi’’.
   Likert (2013: 462) membagi perilaku dan gaya kepemimpinan menjadi empat sistem yaitu:
Pertama, sistem Exploitative autocratic Perilaku atau gaya kepemimpinan ditunjukan oleh pemimpin sebagai pihak yangberhak menyelesaikan masalah-masalah organisasi sebagai satu satunya pengambilkeputusan dan memberikan perintah dan pimpinan tidak menaruh kepercayaandan karenanya tidak melimpahkan sedikitpun wewenang pada bawahan.
Kedua, sistem Benovelent autaocratic Perilaku atau gaya kepemimpinan ini ditunjukan dengan sudah memberikan kesempatan kepada bawahan/anggota organisasi untuk menyampaikan komentarterhadap keputusan dan perintah pimpinan sebagai atasan. Pendapat kadang kadang diterima dan lebih banyak ditolak.
Ketiga, Sistem Participative Perilaku atau gaya kepemimpinan ini ditunjukan dengan memberikan kesempatanpada anggota organisasi/bawahan ikut serta dalam menerapkan tujuan, membuatkeputusan dan mendiskusikan perintah perintah.
Keempat, Sistem Democratic Perilaku atau gaya kepemimpinan ini ditunjukan dengan pemecahan masalahpekerjaan dan organisasi secara bersama sama antara pimpinan sebagai atasan dengan anggota organisasi sebagai bawahan. Sebelum membuat keputusanpimpinan selalu mempertimbangkan pendapat bawahan.

               Kemudian menurut Teori kepemimpinan Kontingensi atau Teori Situasional Resistensi atas teori kepemimpinan yang telah diuraikan sebelumnya memberlakukan asas-asas umum untuk semua situasi. Hal ini tidak mungkin setiap organisasi hanya dipimpin dengan gaya kepemimpinan tunggal untuk segala situasi terutama apabila organisasi terus berkembang atau jumlah anggotanya semakin besar. Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat bahwa dalam menghadapi situasi yang berbeda diperlukan gaya kepemimpin yg berbeda beda pula.
               Model Kepemimpinan Situasional dari Fiedler Menurut Fiedler di dalam kreitner dan kiniki dalam Sidik (2013: 382) mengatakan bahwa ada tiga dimensi di dalam situasi yang dihadapi pemimpin yaitu :
Pertama, hubungan pemimpin anggota (the leader member relationship). Adanya hubungan baik pimpinan dengan anggota. Kedua, derajat dari susunan tugas (the degree of task structure). Adanya susunan tugas setiap anggota organisasi tersusun secara jelas. Ketiga, posisi kekuasaan pemimpin (the leader’s positions power). Adanya kewenangan /kekuasaan formal yang dimilki oleh pemimpin.Situasi tiga dimensi tersebut di atas adalah situasi yang mengungtungkan dalam menjalankan kepemimpinan.

               Model kepemimpinan situasional tiga dimensi dari Reddin. Menurut reddin Di dalam Wahjosumidjo dalam Sidik (2013: 343) dinyatakan ada tiga pola dasar yang dapat digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan yang terdiri dari: Berorientasi pada tugas (task oriented), Berorientasi pada hubungan (relationship oriented), Berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented) Tolak ukur dari tiga dimensi dar Redin adalah Kepemimpinan yang efek dan tidak efektif.
Model kepemimpinan Situasional dari Tannenbaum dan Schmidt. Perilaku atau gaya kepemimpinan menurut kontinum dari schmidt memiliki tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan kepemimpinan yang efektif ketiga faktor tersebut adalah: Pertama, Kekuatan pemimpin yaitu kondisi dari seorang pemimpin yang mendukung dalam melaksanakan kepemimpinanya. Kedua, kekuatan anggota yaitu kondisi yang pada umumnya yang melaksanakan kepemimpinan seorang pemimpin bertanggung jawab dalam bekerja. Ketiga, kekuatan situasi yaitu situasi dalam interaksi antarapemimpin dengan anggota organisasi sebagai bawahan seperti suasana organisasi secarakeseluruhan termasuk budaya orgaisasi dan tekanan waktu dalam bekerja.
Model kepemimpinan situasional dari hersey dan Blanchard (2011: 202) menyatakan bahwa ‘’Keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan dan kematangan) bawahan dalam menerima atau menolak pemimpin. Berdasarkan tingkat kematangan dan kesiapan perilaku aau gaya kepemimpinandibagi menjadi empat jenis’’
Sejalan dengan penjelasan dari hersey dan Blanchard (2011: 202) empat jenis yaitu :
 Pertama,Telling style (gayamengatakan/memerintah/mengarahkan) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini berorientasi tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota organisasi atau bawahan. Kedua,selling style (gaya menawarkan/menjual) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang kedua –duanya tinggi. Ketiga, participating style (Gaya partisipasi) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas rendah dan orientasi hubungan dengan anggota organisasi tinggi. Keempat, delegating style (Gaya pendelegasian wewenang). Perilaku atau gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendahdan hubungan dengan anggota organisasi rendah

Menurut Keller dalam Sutarto (2012: 226) memberikan penjelasan bahwa : ‘‘Dalam suatu masyarakat baik pada masyarakat modern maupun pada
masyarakat primitif selalu terdapat sekelompok kecil yang berkuasa. Kelompok
kecil ini biasanya dianggap sebagai pemberi legitimasi dan menjadi panutan sikap dan acuan tindakan, mereka ini biasanya disebut kelompok elit’’.
Elit adalah mereka yang menduduki posisi puncak di masyarakat baik dalam kekuasaan maupun dalam kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang
menjalankan otoritas, pengaruh, kekuasaan dan pengawasan terhadap sumbersumber daya yang sangat penting. Mereka dapat merumuskan kebijaksanaan, memimpin kegiatan, dan memutuskan masalah masalah pemerintahan yang penting, pendidikan, hukum, politik dan sebagainya.
Dari batasan kelompok elityang paling berpengaruh saat ini adalah elit politik. Para elit politik dalam sistempemerintahan dan pembangunan dapat diperhitungkan sebagai pembuat kebijakan, penentu kebijakan, mengamil keputusan serta sebagai pengontrol di dalam sistempemerintahan. Diantara elit politik yang dominan adalah elit politik dewanperwakiln rakyat daerah.
 Mereka adalah elit yang muncul bukan secara kebetulantetapi keberadaan meeka di bentuk dari proses yang panjang, dari berbagai latarbelakang seperti kelompok etnis, agama, cendekiawan, politisi, birokrat, ekonommaupun dari kelompok massa atau masyarakat biasa.
Sumber Rujukan
Nugroho, Abian (2016). Public Policy. Teori Kebijakan - Analisis Kebijakan Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan Publik Kebijakan sebagai The Fifth Estate Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Pamungkas, Sigit. (2014). Partai Politik. Teori dan Praktik di Indonesia.Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism. Putra
Syamsuddin, (2016). Dinamika Partai Politik Lokal Studi Tentang Partai Aceh Pada Pemilu 2009 Di Kabupaten Aceh Timur” Medan: Program Studi Pemikiran Islam konsentrasi Sosial Politik Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Medan
Suara Muhammadiyah. Edisi N0. 06 TH KE-98 Maret (2013). Tajuk: Komitmen Pejabat Publik. Yogyakarta: PP Muhammadiyah
Suara Muhammadiyah. Edisi N0. 05 TH KE-98 Maret.(2013). Tajuk: Prahara Moral Politik Islam Yogyakarta: PP Muhammadiyah
Warsito.(2013). Administrasi Publik Baru Indonesia. Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wardi. (2014). Daerah Istimewa Aceh; Latar Belakang Politik dan Masa Depannya. Yogyakarta: Media Pres