Suksesi Pemilu Serentak 2019 Dari Perspektif Konstitusi


Oleh Muhammad Hadidi, S.Sy,. M.H.
Dosen Hukum Bisnis Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pelita Nusantara Nagan Raya Aceh


Sebuah negara berbentuk Republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas dari pengawasan rakyat. Demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri. Berbeda dengan monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat. Jean
     Jacques Rousseau memaparkan bahwa : Penguasa/pemerintah telah membuat sebuah perjanjian dengan rakyatnya yang ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat
memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.
  Negara Republik Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang 
berbentuk Republik dan menjalankan pemerintahan dalam bentuk demokrasi.
 Dalam pokok pikiran ketiga yang terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 adalah kerakyatan2, yang bermana bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam Undangundang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
      Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Makna dari kedaulatan berada di tangan rakyat dalam hal ini ialah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Pemilihan Umum langsung adalah pemilihan yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga rakyat sendiri yang akan secara langsung menentukan siapa yang akan menjadi Wakil Rakyat, Presiden dan Wakil Presiden, maupun Pemilihan Kepala Daerah ; Pemerintah Daerah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. 

    Pelaksanaan Pemilihan Umum tidak mungkin terlaksana tanpa kehadiran partai-partai politik ditengah masyarakat, baik pemilihan umum legislatif pada khususnya, dan Pemilihan Presiden serta Pemilihan Kepala Daerah pada umumnya. Keberadaan partai juga merupakan salah satu wujud nyata pelaksanaan asas kedaulatan rakyat. Sebab dengan partai-partai politik itulah segala aspirasi rakyat yang kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. Konsekuensinya, kepada rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik. UUD NRI 1945 dengan tegas menjamin kemerdekaan warga negara dalam politik, pada pasal 28E ayat (3) yang menentukan ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’, dan untuk dapat melaksanakan hak konstitusional tersebut, negara harus membuat aturannya, sebagaimana ketentuan pasal 28 ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam Undang
Undang
Tanpa ada aturan yang baik, maka penyalahgunaan hak konstitusional yang ditentukan pasal 28E dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pengaturan hak konstitusional sebagaimana amanat pasal 28 tersebut harus mengacu pada ideologi negara Pancasila sebagai landasan dan sekaligus tujuan pembentukan undang-undang.  
    Pasal 1 angka (1) Undang Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menentukan : Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Indonesia, sebagai penganut sistem demokrasi telah menyelenggarakan sebelas kali Pemilu yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014 untuk calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres).
   Secara spesifik dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999 sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil di pandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia dinilai telah melakukan lompatan demokrasi. Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput), dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. 
     Dalam pemilu 2014 yang di dalamnya juga ada Pilpres dilakukan upaya peningkatan partisipasi politik masyarakat partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah
mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. 
Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson3 dalam bukunya No Easy Choice Politicall Participation in Developing Countries memaknai partisipasi politik sebagai: By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decisionmaking. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif).
Dengan itu, maka kita mengetahui bahwa partisipasi politik itu merupakan suatu hal yang bersifat sukarela terhadap masyarakat yang aktif dalam perpolitikan ini. Disini dapat kita lihat bahwa masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan untuk ikut serta dalam menentukan keputusan yang menyangkut keputusan bersama (umum). Oleh karena itu di dalam mengambil keputusan dibutuhkannya kerja sama antar semua pihak untuk memberikan keputusan yang baik dalam perpolitikan bagi negaranya. Atas dasar uraian latar belakang dan beberapa ketentuan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Kesukarelaan Warga Dalam Politik (Political Voluntarism)  
SUMBER DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
Adi Chandra Utama, (2006), Lembaga Non Goverment dan Problemnya, Yayasan Obor Indonesia.
Echols & Shadily, 2000, Kamus Inggris Indonesia , Jakarta Gramedia, Cet XII 
Hikam, AS. (2000). Civil Society. Jakarta: LP3ES Huntington, Samuel 1976, Joan, Politic Practies. Harvard University:
Perpustakaan CSIS.
Ibrahim, (2008). 
Masyarakat Madani dan Civil Society, CV. Raja Grafindo, Jakarta
J.J. Rousseau dalam Rizky Argama, 2004,
Pemilihan Umum di Indonesia Sebagai Penerapan Konsep Kedaulatan Rakyat. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Mirriam Budiarjo, (2008) 
Dasar- dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka UtamaPublic Administration and Public Affair (Administrasi Negara dan MasalahMasalah Publik). Terjemahan Luciana Lontoh. Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada.Rafael, Raga dan Maran, (2001) Pengantar Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta.
Richard, (2001) 
Pemilihan Umum Dan Pendidikan Politik, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Subandi Al Marsudi, 2006, Pancasila
dan UUD 45 Dalam Paradigma Reformasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sundariningrum dalam Sugiyah (2001),Partisipasi Masyarakat Dalam Politik,
Jakarta PT. Grasindo.
Siti Irene Astuti D, (2011 ). Partisipasi Politik, CV. Rajawali, Yogyakarta.
Suryana Daniel. (2008). Indonesia Dalam Transisi Politik, Cet I. Bandung Pustaka Sastra.