Kerahasiaan pribadi (privasi)
hanyalah satu bentuk individualisasi. Banyak jenis kekuatan sosial yang
membantu perkembangan individualisasi, yang dimaksud individualisasi ialah
proses sosial yang cenderung menyebabkan individu kurang lebih terlepas dari
kelompoknya dan yang menciptakan di dalam dirinya suatu kesadaran diri sendiri
mengenai miliknya diri sendiri.
Dalam menganalisa bagaimana proses
individualisasi berlangsung, maka dua kesalahan konsepsi perlu dikoreksi
terlebih dahulu. Pertama, bahwa individualisasi ialah proses yang semata-mata
dibantu oleh individu itu sendiri. Ini didasarkan atas asumsi bahwa seseorang
membebaskan atau kurang bebas sama sekali dari pengaruh kelompoknya, hanya
dengan menggunakan kualitas mental.
Kekeliuruan konsepsi kedua didasarkan atas
asumsi bahwa individualisasi terutama adalah proses mental atau spiritual yang
tersebar melalui ide-ide umum dari satu periode waktu atau tempat tertentu.
Jika ahli sejarah misalnya berbicara mengenai Renaisan maka mereka mengumpulkan
kalimat-kalimat yang membuktikan bahwa suatu penilaian baru terhadap
individualitas telah muncul pada waktu tertentu dan kemudian menunjukkan bahwa
ide itu swcara berturut-turut diterima oleh kelompok lain dan oleh individu
lain.
Upaya sosiolog tidak hanya sekedar
mempelajari bahwa ide demikian itu ada pada waktu tertentu tetapi berupaya pula
menemukan bagaimana ide itu timbul. Kita dapat bertanya kepada diri kita
sendiri, kekuatan-kekuatan sosial apa saja yang menimbulkannya di dalam
lingkungan yang lebih sempit dan perangkat pengaruh sosial yang bagaimana yang
mempersiapkan kelompok manusia yang lebih besar menerina ide-ide itu.
Ide itu biasanya hanyalah merupakan ekspresi
mental belaka dari proses individualisasi, yang dasar-dasarnya telah
dipersiapkan oleh perubahan sosial yang cenderung mengarahkannya. Di
tengah-tengah jaringan sosial baru yang demikian itu diungkapkan ide-ide yang
memperkuat dan yang secara meyakinkan membentuk situasi baru tetapi ide-ide itu
sendiri tidak menciptakannya ketika saya mengatakan bahwa di setiap situasi
sosial terdapat seperangkat kekuatan sosial, di dalam situasi mana
individualisasi cenderung bekerja,saya menyadari bahwa periode waktu tertentu
seperti Renaisan atau periode Rasionalisme abad ke 18 dan liberalisme abak ke
19 membantu kelangsungan proses individualisasi sedemikian besarnya
dibandingkan dengan periode sejarah lainnya.
Untuk menghindarkan kebingungan
terhadap berbagai jenis individualisasi, maka saya memulai dengan menjelaskan
perbedaan bentuknya dan mencoba menemukan kekuatan sosial yang spesifik yang
menunjang masing-masing bentuk tersebut. Saya membedakan empat aspek
utama individualisasi, masing-masing sebenarnya masih dapat dipecah lagi
menjadi beberapa sub-aspek.
a. Individualisasi sebagai proses menjadi berbeda dari orang
lain.
b. Individualisasi pada tingkat bentuk baru dari penghormatan
terhadap sikap sendiri: baik melalui kesadaran terhadap ke unukan dan kekhasan
kepribadian orang lain maupun melalui jenis penilaian baru terhadap diri
sendiri atau pengaturan diri sendiri.
c. Individualisasi dari keinginan keinginan,
yakni mengindividualisasikan hubungan dengan obyek.
d. Individualisasi sebagai sejenis perenungan ke dalam diri
kita sendiri, yakni sejenis pemusatan perhatian dan pemikiran terhadap diri
sendiri (intriversi) yang secara tak langsung menyatakan penerimaan pengalaman
yang kita miliki sendiri dan meningkatkan kekuatan individualisasi di sekitar
dan di dalam diri kita sendiri. Ini juga dapat dijelaskan sebagai tindakan
tidak menyingkapkan dimensi yang terdalam dari kehidupan seseorang.
Dengan demikian, keempat
aspek utama individualisasi itu adalah : menjadi berbeda ; munculnya jenis
penilaian baru terhadap kekhasan kepribadian diri sendiri ; individualisasi
melalui obyek; dan pemasukan kekuatan individualisasi. Keempatnya merupakan
fenomena yang berbeda.
A.
Proses Menjadi Berbeda
Perbedaan
eksternal dari tipe dan individual menyebabkan terbentunya kelompok baru dimana
ciri-ciri baru ini biasanya di ungkapkan. Munculnya kelompok baru ini
dipercepat oleh adanya pembagian kerja dan dan pembagian fungsi. Pembagian
fungsi ini menyebabkan perkembangnya ciri-ciri profesional. Kelompok baru
serupa itu sedikit banyak memungkinkan individualitas dalam keanggotaannya
menurut intensitas dan volume organisasi dan peraturan internal. Bahkan
misalnya perbedaan antara tenaga kerja ahli dan tenaga kerja pelaksna dalam
suatu pabrik.
Tenaga kerja ahli bekerja
dengan ketrampilan teknik dan dengan peralatan tersendiri sehingga dengan
demikian menjadi lebij individualis. Dalam pabrik ada kecenderungan pengaturan
kerja secara impersonal. Faktor sosial berikutnya yang menimbulkan tipe
diferensiasi eksternal dan tipe individual adalah akibat dari keterbatasan
kontak, karena orang yang dalam keadaan demikian itu akhirnya terhalang untuk
menyesuaikan diri terhadap kondisi yang berubah.
Dalam masyarakat cina kuno,
tindakan orang dalam keseluruhan hubungannya telah ditetapkan secara pasti oleh
ajaran konghucu. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, peraturan tingkah
laku seorang anak terhadap bapaknya atau si isteri terhadap suaminya, atau
seorang adik terhadap kakak laki-lakinya, telah ditetapkan dengan pasti. Aturan
tingkah laku ini terang mempengaruhi kesempatan-kesempatan yang terbuka bagi
anggota kelompok, dan dalam kenyataan kehidupan yang sesungguhnya dari anggota
kelompok.
Sebaliknya, demokratisasi
dalam pengertian yang seluas-luasnya di bidang politik, ekonomi dan pedagogik
berperan sangat kuat dalam mengarahkan terciptanya tindakan yang spontan dan
tindakan yang tidak tradisional. Kompetisi secara bebas juga mendorong individu
menyesuaikan dirinya sendiri terhadap situasi khususnya sendiri, untuk
mengambil inisiatif dan tidak menunggu perintah atau tidak lebih senang
diperintah. Khususnya unit sosial yang kecil, jika diorganisir menurut
cara-cara demokratis dapat mendorong pertumbuhan kepribadian.
Unit sosial yang kecil
seperti itu terdapat di wilayah Swiserlan bagian tengah, dalam komune merdeka
abad pertengahan dan dalam sekte-sekte keagamaan. Hal yang serupa juga terdapat
pada kelompok-kelompok pendidikan yang terorganisir secara demokratis seperti
universitas di abad pertengahan memudahkan upaya secara individual dan upaya
pengambilan keputusan.
Satu contoh yang nyata dari
kulit luar suatu situasi yang tidak berpola terlihat dalam kasus pionir atau
pedagang yang bertualang meninggalkan kampung halaman mereka dengan tujuan
menaklukan daerah baru, atau untuk menciptakan pasar baru, atau sama seperti
pemuda atau pemudi yang melepaskan diri mereka dari perlindungan keluarga
mereka untuk mencari sumber penghidupan di tempat baru. Tetapi kompetisi di
dalam kehidupan kelompok mendorong setiap orang untuk bertindak menurut
kepentingan individualnya dan untuk mengintegrasikan kembali situasi dirinya
sendiri.
Perkembangan prises
individualisasi selanjutnya dibantu oleh peningkatan mobilitas sosial, terutama
oleh mobilitas sosial vertikal yang memungkinkan seseorang tampil pada skala
sosial sebagai individu, dan tidak hanya sebagai seorang anggota belaka dari
kelompoknya. Di dalam situasi demikian itu adalah perlu bagi keberhasilannya
untuk membebaskan dirinya sendiri dari prasangka kelompoknya, meskipun mungkin
kemudian ia menyesuaikan diri juga dengan prasangka kelompok lain.
Mobilitas horizontal
terlihat misalnya dalam pengembaran individu, yang secara tak langsung
menyatakan keperluannya untuk membuang sudut pandangan kelompok kecilnya yang
sudah usang. Bagaimana, dalam kasus ini terdapat kemungkinan baginya untuk
mengenali sama sekali dirinya sendiri melalui kelompok baru dan melalui cara
ini ia di paksa untuk menemukan pandangannya sendiri secara bebas. Jika
seseorang menggabungkan diri dengan kelompok oposisi, maka orang itu akan
kehilangan pandangannya yang asli dan mencoba mempelajari dan menerima
pandangan orang lain.
Situasi seseorang sebagai
`orang asing`, apakah secara relatif atau secara mutlak mempunyai pengaruh
individualisasi yang serupa. Contoh keterasingan secara relatif demikian adalah
anak kecil yang diterlantarkan keluarganya atau pemimpin golongan minoritas di
dalam suatu kehidupan kelompok, sedangkan contoh ketersaingan secara absolut
adalah orang yang diusir atau dibuang dari lingkungan kelompoknya dan orang
asing yang tidak berasimilasi. Awal dari kehidupan Hitler, Lenin, dan T Rotsky
atau Stalin memperlihatkan sejumlah situasi outsider demikian itu.
Situasi sosial terakhir yang
diperlihatkan dalam kaitannya dengan individualisasi sebagai suatu`proses
menjadi berbeda` adalah melarikan diri dari kontrol sosial satu kelompok kepada
kontrol sosial kelompok yang lain. Dalam setiap kelompok terdapat perbedaan
sesuatu yang disumbangkan yang dipelajari oleh orang yang sama, seperti halnya
orang yang berbeda membentuk jenis kelompok yang berbeda, keluarga, teman sepermainan,
klub, universitas, dan sebagainya. Dengan demikian lingkungan kontak yang
diperluas itu dapat memberikan anekaragam pengalaman yang makin luas pula
sehingga individualisasi dapat berkembang dengan fleksibelitas yang lebih
besar.
B.
Individualisasi (Penghormatan Terhadap Sikap Sendiri)
Dilihat dari satu segi, kepribadian individualistis terdiri
dari semakin sadar terdapat kekhasan karakter kita sendiri dan munculnya jenis
penilaian baru terhadap diri sendiri. Dengan demikian, pengorganisasian terhadap
diri sendiri berlangsung sebagai bentuk kemunculan penilaian terhadap diri
sendiri.
Contoh proses ini dapat ditemukan dalam sejarah di mana
pemujaan terhadap kepribadian yang kuat menciptakan suatu tipe individualisasi
tertentu. Prakondisi proses ini adalah suatu diferensiasi yang ketat dan
pengambilan jarak oleh elite pemimpin, pengorganisasian kelompok sedemikian
rupa sehingga menyediakan kesempatan bagi sekumpulan orang tertentu untuk
menjadi lalim (despotic);adanya lingkungan pergaulan istana yang tak terjangkau
oleh penilaian publik di mana sang penguasa lalim itu dapat berilusi
sebagai seorang yang `maha kuasa`.
Ini adalah prakondisi untuk terciptanya seorang penguasa
yang kejam dan lalim yang biasa disebut dengan satu kata `tirani` yang bersandar
kepada kekuatan pisik dan paksaan spiritual (biasanya berdasarkan sikap yang
mengira ia memiliki sejenis kekuatan gaib) bersama dengan kekuatan yang berasal
dari pemilikan tanah, uang dan harta kekayaan lainnya serta prestise dan
kemegahan.
Proses serupa terlihat dalam bentuk yang lebih moderat dan
dalam lingkungan pergaulan yang lebih sempit,jika seorang anak menjadi tirani
dari suatu keluarga. Dalam kasus di atas terlihat adanya impuls kecintaan
terhadap diri sendiri pada si Tiran atau pada si despot itu, dan ini terima
oleh kelompoknya.
Perasaan mengenai keunikan kehidupan seseorang dan karakter
yang dimilikinya, dapat ditemukan pada asal mula pemujaan terhadap otobiografi:
pemujaan ini berkembang di penghujung periode kekaisaran Romawi yang berhubungan
erat dengan timbulnya suatu perasaan bahwa kehidupan dan karakter seseorang
adalah unik.
Namun asal mula perasaan demikian ditemukan juga di
permulaan kehancuran despotisme di dunia Timur. Di permulaan tingkat
perkembangan individualisasi ini, penilaian terhadap diri sendiri dibangun
dengan membiarkan orang lain menjadi mangsa ketakutan dan hormat kepada kita
sendiri.
Contoh kemegahan diri sendiri serupa itu dapat ditemukan
dalam riwayat Assurbanipal (885-860 SM) yang menyatakan; `Aku adalah raja`.`Aku
adalah Tuhan`.`Aku adalah yang maha agung`.`Aku adalah yang terbesar ,yang
terkuat`. `Aku adalah yang termasyhur`. `Aku adalah pangeran, bangsawan, panglima
perang`. `Aku adalah seekor singa.......`Aku adalah wakil Tuhan`. `Aku adalah
senjata yang tak terkalahkan, yang membuat bumi musuh menjadi puing`. `Aku
menangkap mereka hidup-hidup, dan menenggelamkan mereka`. `Aku mencat gunung
dengan darah mereka`. `Aku menguliti mereka dan menutupi dinding istanaku
dengan kulit mereka`. `
Aku mendirikan pilar istanaku dengan batok kepala mereka.
Dan diantara pilar-pilar itu aku menggantungi kepala mereka dengan tanaman
anggur.....`Aku menyiapkan gambar klosal tokoh-tokoh keluarga kerajaanku dan
menggoreskan kemauanku dan keagunganku padanya...sinar wajahku terpancar pada
puing-puing. Dalam melayani kemarahanku, aku menemukan kepuasanku`.
Melalui periode terakhir kekaisaran Romawi dan melalui
otobiografi filosof Stoa serta melalui pernyataan lainnya,kita dapat
menunjukkan situasi sosial yang menyokong bertambah kuatnya perasaan keunikan
diri sendiri itu. Kita dapat menunjukkan kelemahan organisasi masyarakat yang
besar dan keadaan yang kacau dari kekaisaran, dan sehubungan dengan itu kita
dapat pula menunjukkan kemungkinan bagi individu untuk naik ke tingkat yang
lebih tinggi dalam skala sosial.
Kelemahan organisasi yang besar ialah bahwa kekuatan
mengikat normanya hampir hilang sama sekali. Kita melihat di sini pembubaran
cita-cita yang terkandung di dalam negara-negara kota Yunani (prolis) yang
kecil-kecil itu.
C.
Individualisasi Keinginan Melalui
Obyek
Dalam membangun petunjuk arah dan keteguhan perasaan
terhadap obyek dan terhadap orang lain (apa yang oleh ahli psikoanalisasi
disebut penetapan libido atau kathexes) sikap tradisional dan daya tahan
kelompok primer adalah menentukan. Petani dan kaum ningrat yang menguasai tanah
pertanian, lebih terarah dan lebih teguh keimanannya dari pada tipe orang kaya
kota yang mudah bergerak (mobile).
Kalangan petani dan ningrat pemilik tanah, mencoba
menetapkan jenis keinginan yang dipenuhinya sejauh ia ingin membeli suatu
barang tertentu tetapi ingin menyelang-nyelingi ke mungkinan dalam keterbatasan
kemampuan yang ada padanya. Jarak pilihannya mungkin lebih luas dan pilihannya
yang sebenarnya beraneka ragam.
Berbagai faktor meningkatkan keinginannya secara individual
dan yang mendadak seperti faktor kekayaan,yang menciptakan kemungkinan yang
bervariasi atau yang menciptakan proses produksi dan distribusi moderen yang
mendorong kompetisi individual dan orang yang pertama tampil membawa ide-ide
baru. Bagaimanapun juga, industri raksasa yang merangsang para pembeli melalui
iklan misalnya juga berusaha untuk menyeragamkan pilihan konsumen. Di samping
itu terdapat mobilitas sosial baik horizontal seperti migrasi maupun secara
vertikal seperti bergerak ke bawah dan ke atas skala sosial, yang cenderung
mengikat individu kepada keinginan-keinginan khusus.
Ada beberapa keinginan yang dimiliki orang. Kita dapat
menyederhanakannya menjadi dua macam. Pertama sikap untuk memilih obyek tunggal
dengan penetapan libido yang pasti. Kedua, penetapan libido terhadap obyek yang
abstrak, seperti uang dan persamaan derajat. Selanjutnya terdapat dua jenis
sikap yang menginginkan untuk menyeimbangkan dalam hubungannya dengan
pemilikan; pertama berusaha sekuat tenaga untuk memiliki suatu obyek tertentu
yang pasti, dan kedua berusaha keras untukn keras untuk memiliki berbagai macam
obyek.
Dalam kasus terakhir ini libido yang dipastikan terhadap
sesuatu obyek, dalam ukuran tertentu adalah dialihkan dari obyek itu kepada
pilihan itu sendiri. Contoh libido yang dipastikan terhadap obyek tertentu
ialah berupa kesukaan seseorang petani terhadap pipa rokok kesayangannya atau
terhadap piring kesayangannya pada waktu makan atau terhadap pemandangan alam
di sekitar tempat ia mondar-mandir dan bermukim. Dalam keseluruhan kasus di
atas petani secara pribadi berhubungan erat dengan barang-barang yang
dimilikinya itu atau dengan situasi personalnya.
Dalam kasus yang kedua, dimana libido ditetapkan tidak
begitu banyak terhadap obyek tetapi lebih banyak terhadap pilihan itu sendiri,
contohnya dapat diketengahkan tentang sikap orang yang selalu mengikuti mode,
sikap orang liberal atau sikap orang yang individualis dalam masyarakat yang
bercorak kompetitif. Tetapi orang yang bersikap liberal dan anarkis juga dapat
memiliki keinginan-keinginan yang terikat kepada obyek khusus atau kepada orang
tertentu.
Penetapan libido individu yang keras terbentuk oleh
keluarga kecil. Contohnya libido terhadap tokoh ibu atau tokoh ayah adalah lebih
besar dalam tipe keluarga tertentu daripada dalam tipe keluarga yang lain.
Dalam kelompok keluarga primitif, setiap anak mempunyai beberapa orang ibu
sekaligus karena dalam kelompok keluarga demikian seluruh ibu-ibu yang
setingkat usianya dipanggil ibu oleh semua anak-anak mereka.
Dalam keluarga kecil monogami, kepastiannya lebih besar dan
disitu terlihat kasih sayang yang sedemikian mendalam dari seorang ibu, dan
dalam keluarga yang beranak tunggal lebih mencolok lagi dibandingkan dengan
keluarga yang beranak, katakan lah sepuluh orang misalnya.
Salah satu sumber utama libido individual yang mempengaruhi
ide tentang keunikan perseorangan dan cinta yang lebih ideal dapat ditemukan di
sini. Cinta yang romantis hanya dapat di terangkan dalam kaitannya dengan
kesukaan memusatkan perhatian kepada diri sendiri yang dikenal sebagai
`introversi`.
D.
Individualisasi Sebagai
Introversal
Melalui pengetahuan tentang individualisasi,dapat diketahui
kepribadian yang mendalam,yang disebut; introyeksi. Tingkatnya dapat ditelusuri.
Tingkat merenggang, menjadi terpencil yang ditandai oleh kenyataan bahwa
individu mengundurkan kekuatan libidonya ke dalam dirinya sendiri.
Gejala seperti ini sering ditemukan dalam kehidupan kota
besar di mana dirasakan kurangnya keeratan hubungan persahabatan dan
keramahtamahan dan kebingungan yang disebabkan karena pada umumnya komunitas
kehilangan kekuatan ekspresifnya, karena misalnya bentuk-bentuk pemujaan dan
upacara kehilangan makna kebersamaannya dan makna perseorangannya.
Hilangnya jarak aktivitas karena demikian sibuknya, keterbatasan
kemungkinan untuk membagi ekspresi emosional, kesemuanya itu memberikan andil
terhadap merenggangnya hubungan, introspeksi dan pengarahan perhatian ke dalam
diri sendiri (indwardness) dan memberikan andil terhadap sublimasi energi
menuju kepada suatu kesukaan memikirkan diri sendiri daripada memikirkan orang
lain (introversion). Proses ini, yang berkombinasi dengan munculnya kecintaan
terhadap diri sendiri, memungkinkan terbentuknya cinta romantis.
Kemudian berkembanglah suatu penerimaan terhadap privasi
dan isolasi sebagian sebagai suatu cara untuk melarikan dari kontrol eksternal,
sama halnya dengan bentuk lain dari individualisasi berhubungan erat dengan
introversi. Pengutamaan introversi adalah salah satu bentuk individualisasi
sejenis introversi ini.
Selain dari itu, dalam keadaan terjadinya mobilitas sosial
dan kultural, ketika dengan tiba-tiba diperlukan penilaian kembali yang lebih
dalam,maka suasana batin yang introspektif demikian itu biasanya muncuk
terutama di kalangan orang yang banyak mempunyai waktu terluang
untuk bersenang-senang yang dikombinasikan dengan privasi.
Perkembangan
harmonis keseluruhan kepribadian adalah bentuk individualisasi yang di senangi
orang demikian itu, yang memandang barang sesuatu tidak secara spesifik tetapi
sebagai yang memperlihatkan keseragaman dan kesatuan pengalaman sekaligus. Bagi
orang demikian itu, jarak sosial dari bidang pekerjaan dan perjuangan sosial
mengakibatkan berkurangnya ketundukan terhadap kekuasaan atau menyelesaikan
fakta-fakta eksternal. Seniman-seniman besar zaman Renaisan,sastrawan dan
ilmuwan abad ke 17 dan ke 18 dan beberapa orang ahli pikir inggris abad ke 20
memperlihatkan sikap serupa itu.
E.
INDIVIDUALISASI DAN
SOSIALISASI
F.
Di
mana kesadaran terhadap diri sendiri adalah dominan maka di situ selalu
terdapat pengutamaan baik terhadap diri sendiri maupun pengutamaan diri kita
sendiri terhadap diri orang lain. Jika kita berbicara tentang seseorang yang
suka mementingkan diri sendiri atau yang memusatkan perhatian kepada dirinya
sendiri, maka kita berfikir mengenai dia sebagai orang yang kurang mampu
melihat barang sesuatu dalam hubungannya dengan sudut pandang orang lain. Orang
serupa itu belum secara keseluruhannya melewati fase awal dari kesadaran sosial
di dalam mana kita melihat barang sesuatu hanya dalam hubungannya dengan kita.
Sebagai contoh,anak yang tak mempunyai saudara kandung laki-laki atau
perempuan, sering sekali menjadi orang yang suka memusatkan perhatian kepada
diri sendiri (self centred). Orang yang demikian itu belum cukup di
sosialisasikan. Dengan sosialisasi kita maksudkan sebagai proses yang
berlawanan dengan individualisasi. Sosialisasi ialah proses pengembangan diri
sendiri. Pengembangan diri sendiri ini mengikuti garis tertentu yang dapat
disebut sebagai jalan sosial menuju pengembangan diri sendiri.
G.
Para sosiolig telah
menunjukkan tentang adanya berbagai bentuk pengembangan diri dengan istilah
simbolis seperti berikut:
H.
1. Spheric-self. Yakni orang yang tak mau bekerjasama,
terutama tak mau cocok dengan orang yang dekat hubungannya dengannya.orang yang
dijauhi oleh orang yang memiliki aspek kepribadian seperti itu justru adalah
orang yang sering memperhatikannya karena mereka sering melihatnya,sebagai
contoh,tetangganya dan pengasuhnya semasa kecil. Tetapi buku-buku
bacaan,perjalananya,kehidupan orang besar,dan stratifikasi sosial dapat
merentangkan radius aktivitas perseorangan dan dengan demikian tak
menguntungkan bagi pengembangan kepribadian yang tak mau bekerjasama ini.
I.
2. Linier-self. Yakni kepribadiaan yang tetap sejalan dengan
garis keluarga. Kepribadian ini mendorong seseorang untuk banyak berkorban agar
tidak mencemarkan nama baik nenek monyangnya atau untuk tidak menjadi
halang-perintang bagi anak cucunya. Di sini perasaan kekeluargaan menjadi
saingan bagi perasaan sosial yang lebih luas.
J.
3. Flat-self. Muncul jika perasaan sosial hanya terbatas pada
orang yang berasal dari setrata sosial tertentu di mana ia menjadi salah
seorang yang termasuk kedalamnya. Sosialisasi horisontal demikian ini
melemahkan rintangan perasaan iri yang muncul di kalangan kehidupan
bertentangan,jemaah dan di bidang wewenang, tetapi sebaliknya menciptakan
perasaan iri yang baru lainnya. Sementara permusuhan dalam komunitas dapat
menghindarkan kerusuhan dengan jalan saling menghilangkannya satu sama lain,
maka pemusuhan antara kelas sosial tak dapat menghindarkan kontak-kontak sosial
dan dengan demikian tak dapat melenyapkan pergeseran-pergeseran atau
friksi antara kelas sosial itu.
K.
4. Vein-self. Dalam kota-kota besar demokratis, persaudaraan
dan persahabatan cenderung mengikuti garis pekerjaan. Contohnya,wartawan surat
kabar saling mengenal satu sama lain dan saling bertemu muka dengan sebagian
besar wartawan surat kabar yang lain. Kenyataan bahwa mereka saling
berkompetisi, dikalahkan oleh adanya kepentingan bersama yang terdapat pada
mereka semuanya. Mereka yang tidak memcintai panggilan dirinya sendiri dan
mempunyai profesi yang terlalu banyak dapat mengikuti suatu garis
non-profesional dari kepentingan pribadinya.
L.
5. Star-self. Pengenbangan kepribadian,dalam beberapa hal akan
mendapat simpati dari berbagai jenis orang menurut lapisan yang berbeda.jadi
akan timbul kepribadian teladan (star self) yang memancar ke berbagai bidang.
Contohnya dapat ditunjukkan pada kepribadian Goethe, Albert Schweitzer, dan
Betran Rusell.
M.
N.
Diperensiasi
fungsional dan kompleksitas kehidupan masyarakat kota, mendorong pengembangan
kepribadian teladan ini. Sejumlah besar persoalan yang memerlukan kerjasama
(team work) terutama didasarkan atas harga yang harus dibayar terhadap
spheric-self tersebit di atas.
O.
Adalah menjadi tugas
sosiolog dan para pendidik di masa mendatang untuk meneliti situasi sosial yang
mana yang dapat membantu perkembangan dan perluasan kepribadian yang sesuai
dengan tuntutan kerjasama ini dan berbagai kelemahan sosial lainnya.
P.
Bagaimana juga, adalah
penting ditekankan di sini bahwa pengertian-pengertian di atas hendaknya jangan
dihypothesakan sebagai kepribadian yang tepisah satu sama lain. Kelima
pengertian di atas mempunyai keterbatasan penggunaannya secara praktis bagi
sosiolog. Pertanyaan mendasar yang dapat timbul adalah: bagaimanakah sifat
dasar kepribadian yang telah mendapatkan sumbangan pengaruh dari proses individualisasi
dan proses sosialisasi itu
DAFTAR PUSTAKA
Siti Irene Astuti D., dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Yogyakarta: UNY Press.
Herminanto & Winarno. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Elly M. Setiadi, dkk.
2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ahmadi, H. Abu. (1997). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Reneka Cipta.
Anh, To Ti. (1974). Nilai Budaya Timur dan Barat. Jakarta: Gramedia
Danandjaja, Andreas A (1986).Sistem Nilai Manajer Indonesia. Jakarta: PPM.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardjono, Ignas dan FX. Djoko Pranowo. (2000). Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: PT. Pamator..
Mintargo, Bambang S. (2000).
Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Universitas Trisakti..
Mitchell, Charles. (2000). Budaya Bisnis Internasional. Jakarta: PPM.
Setiadi, Elly M. dkk. (2007) Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana. S
Soedarno, P. (1993) Ilmu Sosial Dasar: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:
Aptik-PT. Gramedia.
Soekanto, Soerjono. (1998) Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Soemarwoto, Otto (1996). Dampak Ekologi Terhadap Manusia.
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan, Manusia.
Manusiawi Bandung: Alfabeta.
------------------. (2000).
Manusia dalam konteks sosial budaya dan lingkungan hidup. Bandung: Alfabeta.
------------------. (2002). Memanusiawikan Manusia. Bandung: Alfabeta.
Veeger, K.J. (1995). Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa.
Jakarta: Apatik dan PT. Gramedia.