Oleh Muhammad Hadidi, S.Sy., M.H. Dosen Syariah dan ekonomi Islam STAIN TDM Aceh Barat |
Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Rafael, Raga, Maran dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa
kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya. Triwarti Arsal, mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya.
Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Mirriam partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung - dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.
Huntingto nStudi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh dan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang Luengo (2006) dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warga negara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya. Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu: Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan
gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.
gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.
Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan. Ketiga,
partisipasi dalam pengambilan manfaat.
partisipasi dalam pengambilan manfaat.
Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program.
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program.
Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam pencapaian tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama.
Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson11 membagi landasan partisipasi politik ini menjadi:
- Individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
- Kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama,bahasa, atau etnis yang serupa.
- Lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
- Individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidangbidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan
- Golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
Partisipasi Politik
Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap warga masyarakat mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan tingkat kebutuhannya, dan upaya memenuhi kebutuhan itu di refleksikan dalam bentuk kegiatan, yang tentunya kebutuhan yang berbeda akan menghasilkan kegiatan yang berbeda pula. Demikian pula dalam partisipasi politiknya tentu tujuan yang ingin dicapai antara warga satu berbeda dengan yang lain.
Menurut Waimer menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya pergerakan ke arah partisipasi yang lebih luas dalam proses politik yaitu :
- Moderenisasi disegala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian, industri, perbaikan pendidikan, pengembangan metode masa, dan sebagainya.
- Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja batu yang semakin meluas dalam era industrialisasi dan moderenisasi. Dari hal itu muncul persoalan yaitu siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatanpembuatan keputusan-keputusan politik yang akhirnya membawa perubahanperubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara praktis menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat yang terkesan demokratis.
- Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor meluasnya komunikasi politik masyarakat. Ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisasi akan membagkitkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi yang luas mempermudah penyebaran ide-ide seluruh masyarakat. Dengan masyarakat yang belum maju sekalipun akan dapat menerima ide-ide politik tersebut secara tepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-tuntutan rakyat dalam ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
- Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpinan politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan massa. Dalam hal mereka beranggapan, adalah sah apabila yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat dan dalam upaya memperjuangkan ide-ide partisipasi massa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian pertentangan dan perjuangan kelas menengah kekauasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat.
- Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang berorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.
Menurut Davis 14partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian menekannya sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik.
Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi politik dari warga negara mempunyai tujuan sebagai berikut :
- Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan.
- Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan
Model Partisipasi Politik
Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan teror.
Bentuk- Bentuk Partisipasi Politik
Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson16 membagi bentukbentuk partisipasi politik menjadi:
- Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
- Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
- Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
- Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan engan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk
partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.
partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.
Samuel P. Huntington menyebutkan bentuk-bentuk partisipasi politik dapat meliputi:
- Opini publik yang kuat dapat saja mendorong para legislator ataupun eksekutif politik mengubah pandangan mereka atas suatu isu. Opini publik ini mengejawantah dalam bentuk lain partisipasi politik selanjutnya, berupa polling, pemilihan umum, dan demokrasi langsung.
- Polling adalah upaya pengukuran opini publik dan juga memengaruhinya. Melalui polling inilah, partisipasi politik warganegara menemui manifestasinya.
Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan polling. Pemilu hakikatnya adalah polling "paling lengkap" karena menggunakan seluruh warga negara benar- benar punya hak pilih (tidak seperti polling yang menggunakan sampel). Demokrasi langsung adalah suatu situasi di mana pemilih (konstituen) sekaligus menjadi legislator. Demokrasi langsung terdiri atas plebisit dan referendum.
Plebisit adalah pengambilan suara oleh seluruh komunitas atas kebijakan publik dalam masalah tertentu. Misalnya, dalam kasus kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ketika parlemen mengalami deadlock dengan eksekutif, diambilah plebisit apakah naik atau tidak. Referendum adalah pemberian suara dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang-undang. Misalnya, apakah undang-undang otonomi daerah perlu direvisi ataukah tidak, dan parlemen mengalami deadlock, dilakukanlah referendum
Sumber Pustaka
Echols & Shadily, (2000), Kamus Inggris Indonesia , Jakarta Gramedia, Cet XII, hal :419
Rafael, Raga, Maran, (2001), Pengantar Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta hal: 201 - 202
Triwarti Arsal (2001), Partisipasi Politik Elit agama Islam di Kota Magelang, FIS Unnes, hal. 57
Mirriam Budiarjo, (2008), Dasar- dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 84
Huntington , Samuel (1976), Joan, Politic Practies. Harvard University: perpustakaan CSIS, hal. 76Sundariningrum dalam Sugiyah (2001), Partisipasi Masyarakat dalam Politik, Jakarta PT. Grasindo hal:38
Siti Irene Astuti D, (2011) Partisipasi Politik, CV. Rajawali hal : 61-63
Huntington,Samuel P. Dan Nelson, Joan. (1994), Partisipasi Politik Negara Berkembang, Jakarta, Rineka Cipta
Waimer dalam Sastroatmojo, (1995) Partisipasi Partai Politik, hal. 85