Oleh: Muhammad Hadidi, S.Sy, MH |
Hans Kelsen seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria. Kelsen lahir di Praha pada 11 Oktober 1881. Keluarganya yang merupakan kelas menengah Yahudi pindah ke Vienna. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktornya pada bidang hukum. Kelsen memulai karirnya sebagai seorang teoritisi hukum pada awal abad ke-20.
Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di
Berkeley. Kelsen meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah
diterjemahkan dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam bidang hukum
melalui The Pure Theory of Law,
tetapi juga dalam positivisme hukum kritis, filsafat hukum, sosiologi, teori
politik dan kritik ideologi.
Hans Kelsen telah menjadi referensi penting dalam
dunia pemikiran hukum. Mengingat selain ajaran teorinya tentang Hukum Murni,
Hans Kelsen juga mengemukakan teori Hirearki Norma Hukum (Stufenbau Theory atau Stufenbau des Recht). Ajaran Kelsen tentang Stufenbau berpendapat bahwa sistem hukum
itu merupakan suatu hirearki dari hukum. Pada hirearki itu, suatu ketentuan
hukum tertentu bersumber pada ketentuan yang lebih tinggi. Dan ketentuan yang
tertinggi ini ialah Grundnorm atau
Norma Dasar yang bersifat hipotetis.
Teori Hierarki Norma Hukum (stufen theori). Kelsen mengemukakan bahwa norma-norma hukum itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan),
dalam arti, Norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma
yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak
dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu Norma
Dasar (Grundnorm).
Hubungan antara norma yang mengatur pembentukan
norma dari norma lainnya digambarkan
sebagai hubungan superordinasi kesatuan
norma-norma ini ditunjukkan
oleh fakta bahwa pembentukan norma yang lebih rendah
ditentukan oleh norma lain yang
lebih tinggi, dan bahwa regresus ini diakhiri oleh suatu norma
dasar, oleh karena menjadi dasar tertinggi validitas keseluruhan tata hukum, membentuk
kesatuan tata hukum.
Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam
suatu sistem norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih
tinggi lagi, tetapi norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat
sebagai Norma Dasar (Grundnorm).
Sampai kepada norma yang lebih tinggi lagi, namun norma tersebut ditetapkan
terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan
bagi norma yang berada di bawahnya.[1]
Teori jenjang norma hukum dari Hans Kelsen diilhami
oleh Adolf Merkl[2]yang
mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu mempunyai dua wajah (das doppelte rechtsantlitz). Untuk itu,
dalam mengkaji kedudukan hierarki Qanun Aceh dalam hierarki perundang-undangan
Indonesia dalam tesis penulis ini menggunakan teori Hans Kelsen ini.[3]
Sebagaimana dalam pembentukannya aturan perundang-undangan di Indonesia sendiri
ada suatu norma hukum menentukan mekanisme norma hukum yang lain.
Karena hukum yang satu valid lantaran dibuat dengan
mekanisme yang ditentukan oleh suatu norma hukum yang lain yang menjadi landasan
validitas dari norma hukum yang disebut pertama. Hubungan antara norma yang
mengatur pembentukan norma lain dengan norma yang lain lagi dapat digambarkan
sebagai hubungan antara superordinasi dan subordinasi yang merupakan kiasan
keruangan.
Norma yang menentukan norma lain adalah norma yang
lebih tinggi, sedangkan norma yang dibentuk menurut peraturan ini adalah norma
yang lebih rendah. Tatanan hukum terutama tatanan hukum yang dipersonifikasikan
dalam bentuk negara, bukanlah sistem norma yang satu dengan yang lain harus
dikoordinasikan, yang berdiri sejajar atau sederajat, melaikan suatu tatanan
urutan norma-norma dari tingkatan-tingkatan yang berbeda.
Kesatuan norma yang satu, yakni norma yang lebih
rendah ditentukan oleh norma yang lebih tinggi, yang ditentukan oleh norma lain
yang lebih tinggi lagi, dan bahwa regresus
(rangkaian proses pembentukan hukum) ini diakhiri oleh suatu norma dasar
yang tertinggi, yang karena menjadi dasar tertinggi lagi dari validitas
keseluruhan tatanan hukum, membentuk suatu kesatuan tatanan hukum ini.
Esensi teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen di atas
terkait hirarki peraturan perundang-undangan yang dibuat, meliputi peraturan
perundang undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang yang lebih tinggi; dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi lagi
dalam hal ini undang-undangan dasar (konstitusi suatu negara).
Bisa dicontohkan seperti pembuatan Qanun untuk
provinsi Aceh. Rancangan atau rumusan Qanun yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan UUPA Nomor 11 Tahun 2006 dan UUP3 Nomor 12 Tahun 2011.
Apabila Qanun bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Perturan Perundang-Undangan di Indonesia dan UUPA No 11 Tahun 2006
sebagai landasan yuridis pembentukan Qanun Aceh. Maka Qanun tersebut harus di
evaluasi atau dibatalkan lewat pengujian di Mahkamah Agung.
Begitu juga halnya dengan UUPA Nomor 11 Tahun 2006 dan
UUP3 Nomor 12 Tahun 2011 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945). Apabila hal itu bertentangan maka undang-undangan ini harus
dibatalkan. Untuk menguji, apakah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh dan UUP3 Nomor 12 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945 m
di uji melalui Yudisial Review yaitu lembaga Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah
Kontitusi (MK) jika bertentang dengan UUD 1945.
[1] Lihat Bagir Manan & Kuntana
Magnar, Beberapa…., Op.Cit hal.137
dalam Dalam Sirajuddin, Fathurrahman dkk. (2015) “Regislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam Pembentukan
Perundang-Undangan. Malang Jatim. Setara Press, hal 42.
[2] Beberapa menyatakan bahwa teori hierarki norma dipengaruhi oleh teori Adolft merk, atau paling tidak Merkl telah menulis teori terlebih dahulu
yang disebut Juliae dengan Stairwell structure of legal order.Teori Merkl
adalah tentang tahapan hukum, , yaitu bahwa hukum adalah suatu sistem hirarkis,
suatu sistem norma yang mengkondisikan, berisi kondisi untuk pembutan norma
yang lain atau tindakan. Pembuatan hirarkis termanifestasi dalam bentuk regresi
dari sitem ke sistem tata hukum yang lebih rendah. Proses ini selalu merupakan
proses konkretisasi dan induvidualisasi. Lihat Jimly Assiddiqie & M.Ali
Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum (Jakarta: Konstitusi Press, (2006),
hlm.109; Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit.
Hal 25. Dalam Sirajuddin, Fathurrahman dkk. (2015) “Regislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam Pembentukan
Perundang-Undangan. Malang Jatim. Setara Press, hal 42.
[3] Hans Kelsen, General Theory of Law and State (Teori umum tentang Hukum dan
Negara) diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, (Bandung: Nusa Media, 2010),
hal.179.
[1] Hans kelsen, General Theory of Law and State (Teori
umum tentang Hukum dan Negara) diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, (2010),
Bandung: Nusa Media, hal 179