Salah satu kekuatan sosial
terpenting ialah kompetisi. Kita dapaat mengklasifikasikan kekuatan sosial
menjadi dua kelompok. Pertama, kekuatan sosial yang mendorong perkembangan
kerjasama, dan kedua kekuatan yang memaksa orang untuk bertidak bertentangan
dan beroposisi satu sama lain.
Kekuatan sosial utama yang mendorong
orang untuk bertindak bertentangan satu sama lain adalah perjuangan. Prjuangan
dapat dirumuskan sebagai antar hubungan sosial di mana kita ingin memaksa orang
lain atau kelompok lain dengan kekuatan, agar supaya bertindak menurt kemauan
kita. Melalui perjuangan ini, perlawanan dari orang lain itu
diatasi. Kompetisi, sebaliknya dapat dianggap sebagai sejenis perjuangan secara
damai. Dengan demikian, dapat dirumuskan sebagai suatu upaya secara damao dari
beberapa individu atau kelompok untuk mendapatakan barang sesuatu yang sama.
Kompetisi, seperti
perjuangan, adalah suatu kategori universal dari kehidupan. Dalam biologi kita
berbicara tentang: perjuangan untuk mempertahankan hidup dan ini adalah
kategori universal dari kehidupan sosial. Banyak orang yang percaya bahwa
kompetisi adalah suatu fenomena ekonomi murni, yang terutama dilambangkan oleh
barter.
Namun tak ada yang lebih
keliru daripada pemberian arti yang terbatas seperti itu terhadap istilah
kompetisi. prinsip kompetisi ialah samaa-sama bekerja ketika sejenis perlombaan
terjadi, tujuan bersama bagi setiap orang yang berkompetisi adalah mencoba
untuk mencapai tujuan paling dahulu daripada orang lain.
Tetapi adalah juga
kompetisi, jika dua sekolah yang berbeda mencoba menyelesaikan problema ilmiah
yang sama, atau juka dua orang laki-laki ingin merebut hati dan mengawini
wanita yang sama. Ini penting untuk diperhatikan bahea semua barang-barang yang
berbeda itu kepunyaan bersama, dan kompetisi bekerja dalam keseluruhan bidang
itu. Kompetisi ekonomi termasuk ke dalam lapangan yang sama dan dalam hubungan
ini sekali lagi menjadi jelas bahwa ilmu ekonomi berhubungan erat dengan
sosiologi.
Melihat riwayat ide
kompetisi, adalah menarik dicatat bahwa prinsip kompetisi mula-mula diselidiki
dalam ilmu ekonomi, baru kemudian dialihkan ke bidang biologi. Adam smith dan
para penganut aliran physiocrat lainnya adalah orang yang mula-mula melakukan analisa
sistematis tentang kompetisi. Menurut mereka, kemerdekaan dan kompetisi adalah
elemen yang diperlukan dalam mencpai keselarasan kepentingan. Malthus dalam
karyanya Essay on the principle of
population (1798) menyatakan suatu pandangan yang mengecilkan hati tentang
adanya suatu kecenderungan umum bahwa pertambahan jumlah penduduk berlangsung
menurut deret ukur sedangkan pertambahan produksi bahan makanan hanya menurut
deret hitung.
Charles Darwin adalah orang
yang mula-mula mengalihkan ide tentang kompetisi kehidupan biologi di tahun
1859. Ia menganggap kehidupan makhluk hidup sebagai suatu perjuangan untuk
memepertahankan hidup dan sampai kepada suatu kesimpulan bahwa perjuangan ini
mendorong organisme secara individual untuk menyesuaikan dirinya terhadap
situasi khususnya sendiri. Jadi Darwin yang dipengaruhi oleh esei Malthus,
mengembangkan prinsip mengenai seleksi alamiah melalui perjuangan
mempertahankan hidup.
Hendaknya jangan dilupakan
bahwa esei Malthus itu adalah suatu reaksi yang pesimis melawan optimisme teori
sosial yang diajukan oleh Godwin dan Condoret yang mempercayai tentang
kesempurnaan yang tak ada akhirnya dan persamaan alamiah umat manusia.
A.
Fungsi Kompetisi
Kita membedakan antara
kompetisi perseorangan dan kompetisi antar kelompok. Walaupun kompetisi
didorong oleh tujuan-tujuan perseorangan tetapi kompetisi itu melaksanakan
fungsi sosial dari seleksi, terutama dalam menetapkan satu tempat untuk setiap
orang di dalam sistem sosial. Alternatif utama bagi kompetisi sebagai suatu
cara untuk menetapkan tempat bagi masing-masing individu di dalam sistem sosial
adalah sebagai berikut;
a)
Penetapan status
sosial melalui warisan turun menurun
b)
Penetapan prinsip senioritas
c)
Penetapan ukuran kemampuan melalui bentuk-bentuk testing
yang bertingkat.
Masyarakat
yang merencanakan dan seluruh masyarakat lainnya yang ingin menimalkan
kompetisi, boleh memilih diantara alternatif di atas. Sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan proses seleksi
dalam setiap masyarakat adalah suatu indek dari kompetisi. Di dalam masyarakat
yang statis, di mana biasanya anak-anak mengikuti pekerjaan orangtuanya; di
mana posisi tertentu dipertahankan pleh segelintir kasta, dimana sistem
memilih melalui suatu proses pemilihan tidak dikenal, maka orang hanya
mengorbankan sedikit tenaga untuk menemukan suatu tempat di dalam sistem sosial
demikian. Intensitas kompetisi berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemerdekaan
perseorangan, sesuai dengan tingkat perubahan sosial, dan berkebalikan dengan
sifat badan-badan selektif.
Semakin bebas individu dalam
memilih tingkat upah yang lebih baik, atau semakin jarang orang mengalami
diskriminasi rasial, keagamaan atau diskriminasi kelas, maka semakin tinggi
tingkat kemajuan umum yang dicapai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial membuaka
kesempatan baru banyak orang, yang dalam keadaan yang lain orang mungkin harus
meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka ditentukan untuk selama-lamanya. Contoh
menarik dari proses ini ialah pengaruh peningkatan industri mobil di Amerika
Serikat, yang mana selama 25 tahun menyerap tenaga kerja sejuta orang dan
sangat sedikit di antara mereka yang mewariskan pekerjaan mereka kepada anak
mereka. Makin baik badan-badan selektif makin ekonomis dan makin tepat
penyaringan terhadap orang-orang yang berkompetisi.
B.
Akibat Kompetisi
Setiap orang yang berkompetisi akan
mencoba menyesuaikan diri mereka sendiri sebaik mungkin dengan kondisi khusus
mereka sendiri agar supaya menjadikannya sebagai orang yang terbaik, dan
individualisasi adalah suatu produk dari penyesuaian diri ini, di mana
mentalitas perseorangan dari seorang individu mencerminkan struktur dari
situasi dan kekhasan dari orang yang berkompetisi itu.
Kompetisi mempertinggi keanekaragaman
kepandaian, kekenyalan dan mobilitas individu yang terlibat di dalamnya.
Kompetisi dalam sebagian besar kasus, berhubungan erat dengan mobilitas. Hanya
jika saya dapat maju menuju kemungkinan mencapai prestasi terbaiklah maka
kompetisi mampu mengembangkan potensi sosial saya. Bagaimana pun juga,
kompetisi individual adalah suatu perantara yang cenderung memecah solidaritas
kelompok.
Pasar adalah tempat di mana
kompetisi mula-mula timbul, mula-mula terdapat di kawasan perbatasan suku,
yakni ditempat mana komunikasi antar suku berlangsung. Pandangan yang timbul di
dalam situasi marjinal ini kemudian menerobos ke tengah-tengah masyarakat dan
dengan demikian dimulailah transformasi ke arah situasi masyarakat yang
serakah.
Secara psikologis, kompetisi
cenderung menciptakan perasaan inferior. Ini adalah konsekuensi dari cara-cara
melalui mana kompetisi itu berlangsung. Di sini dibedakan dua jenis perasaan
inferior yang bersumber pada kompetisi. Pertama, perasaan inferior yang
menyebabkan individu menjadi aktif, yang memaksanya untuk menyesuaikan dirinya
sendiri dengan cara yang lebih baik terhadap situasinya.
Perasaan seperti ini menciptakan
insentif baru dan mendorong untuk menghormati kepribadian orang lain. Perasaan
inferior kedua, ialah yang melumpuhkan kekuatan individu dan memaksanya untuk
menerima saja perasaan inferiornya itu. Jenis pertama adalah potensial dan
aktual dan dalam kebanyakan kasus di sebabkan karena kompetisi yang benar-benar
bebas. Sedangkan jenis perasaan inferior kedua, terutama dibantu perkembangannya
oleh tingkahlaku yang otoriter dari mereka yang mendominasi individu yang
berbeda pada posisi yang lemah.
Pertanyaan yang timbul di sini
adalah seperti berikut: siapakah saingan kompetisi anda? Bagaimana acaranya
anda mengkonpensasikan perasaan inferior anda? Apakah kompetisi itu
meningkatkan kekuatan anda ataukaah situasi kompetisi demikian itu anda hadapi
dengan menarik diri dan lari ke dalam diri sendiri, sehingga anda menjadi
seorang pendiam dan pelamun? Apakah kompetisi itu membesarkan hati dan
mendorong anda ataukah mengecilkan dan menciutkan hati anda dalam berusaha?
Suatu perasaan inferior yang
minimum sering perlu untuk menemukan cara-cara penyesuaian diri yang baru, yang
dibutuhkan dalam menghadapi situasi baru. Perasaan inferiorlah yang menciptakan
dalam diri individu suatu desakan untuk mengkompensasikan perasaan inferiornya
sendiri.
Mekanisme ini dapat mengubah
penampilan yang buruk menjadi penampilan yang lebih baik di sekolah, di tempat
bekerja, dan sebagian. Tetapi sejumlah perasaan inferior yang berlebih-lebihan
melumpuhkan aktivitas individu, karena perasaan demikian merusak keseimbangan
kepribadiannya dan penilaiannya terhadap dirinya sendiri.
Tentu saja juga ada metode untuk
menghilangkan perasaan inferior seseorang. Contohnya, Pertama sebagai pengganti pengembangan kemampuan diri kita sendiri,
kita mencoba membatasi lawan berkompetisi kita seperti ketika seorang pimpinan
menengah dalam suatu birokrasi memilih para asistennya dari kalangan orang yang
tidak berbakat, dan dengan demikian menimbulkan kemungkina untuk menguasai
perasaan inferior itu. Kedua, dengan
mencemarkan ide-ide atau nama baik orang lain yang berkompetisi dengan kita.
Menurut cara ini, kebencian, iri hati, dan dendam kesumat di lawan dengan
kepahlawanan, dengan kekesatriaan. Atau ketika prestasi kita sedang meningkat, kelompok
lain yang kurang berefektif mungkin mencoba menghasut orang lain untuk memusuhi
kita yang lebih efisien dan yang lebih berhasil.
Contohnya kasus demikian ini dapat
ditunjukkan ketika para bangsawan pemilik tanah mencoba menciptakan perasaan
permusuhan melawan pengusaha industri yang banyak menghasilkan uang. Pencarian
`kambing hitam` juga bukan suatu hal yang taklazim dilakukan orang; kegagalan
yang bersumber sebenarnya pada kelemahan kita sendiri, kita lemparkan
kesalahannya kepada orang lain sebagai biang keladinya.
C.
Keterbatasan Metode Kompetisi
Sepanjang kompetisi bekerja menurut
cara-cara yang konstruktif, maka ia akan memaksa individu untuk meningkatkan
usaha perseorangannya dan mendorongnya untuk berprestasi semaksimal mungkin.
Karena kompetisi berperan sangat efektif, maka sebagai akibatnya dimungkinkan
untuk memilih yang terbaik dri segi tipe manusianya yang paling menonjol dan
dari segi penampilannya yang terbaik dalam pekerjaan. Tetapi ada suatu
kemungkinan bahwa prinsip kompetisi yang sama, justru dapat menghasilkan
akibat-akibat yang berlawanan, dan menjadi alat dari cara-cara pemilihan yang
bersifat negatif. Karena itu kompetisi secara bebas harus selalu disertai
dengan peraturan yang mengikat dan standar yang di terima secara umum. Di sini,
fenomena perlakuan yang wajar terhadap semua orang (disebut: fair-play)
termasuk ke dalam nya.
Perlakuan yang wajar terhadap semua
orang berarti bahwa baik dalam keseluruhan masyarakat atau sekurang-kurangnya
dalam salah satu stratanya, suatu kontrol sosial tertentu berlaku dalam bentuk
suatu standar tinhkahlaku yang mempengaruhi mentalitas individu yang
berkompetisi itu. Kejujuran seperti itu dapat dimasukkan ke dalam situasi
kompetisi di sekolah, di dalam dunia usaha, dan di dalam bidang perjuangan
politik. Kelompok harus menerima sekurang-kurangnya harus ditegur oleh beberapa
orang anggotanya, dan pemimpin harus pula menerima suatu standar sosial yang
menentukan, yang menjamin kewajaran dan kejujuran terlaksana di kalansgan orang
yang berkompetisi. C.H. Cooley adalah orang yang pertama yang menyadari arti
penting prinsip fair-play ini.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Irene Astuti D., dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Yogyakarta: UNY Press.
Herminanto & Winarno. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Elly M. Setiadi, dkk.
2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ahmadi, H. Abu. (1997). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Reneka Cipta.
Anh, To Ti. (1974). Nilai Budaya Timur dan Barat. Jakarta: Gramedia
Danandjaja, Andreas A (1986).Sistem Nilai Manajer Indonesia. Jakarta: PPM.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardjono, Ignas dan FX. Djoko Pranowo. (2000). Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: PT. Pamator..
Mintargo, Bambang S. (2000).
Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Universitas Trisakti..
Mitchell, Charles. (2000). Budaya Bisnis Internasional. Jakarta: PPM.
Setiadi, Elly M. dkk. (2007) Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana. S
Soedarno, P. (1993) Ilmu Sosial Dasar: Buku Panduan Mahasiswa.
Jakarta: Aptik-PT. Gramedia.
Soekanto, Soerjono. (1998) Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Soemarwoto, Otto (1996). Dampak Ekologi Terhadap Manusia.
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan, Manusia.
Manusiawi Bandung: Alfabeta.
------------------. (2000).
Manusia dalam konteks sosial budaya dan lingkungan hidup. Bandung: Alfabeta.
------------------. (2002). Memanusiawikan Manusia. Bandung: Alfabeta.
Veeger, K.J. (1995). Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa.
Jakarta: Apatik dan PT. Gramedia.