Proses
pengkonsentrasian suana pada suatu sistem kepantaian bisa dipercepat dan
ditumbuhkembangkan dengan undang-undang pemilihan umum. Batas jumlah suara
minimum yang diperoleh suatu partai politik dalam pemilu untuk bisa mendapatkan
kursi di parlemen (Quorum) 3% atau 5% bagi partai politik untuk
mendapatkan kursi di parlemen bisa membatasi agar partai yang dogmatis dan
bertujuan tunggal tidak masuk dalam proses politik.
Hal
ini juga bisa mendidik perilaku para pemilih dalam pemilu. Dengan sistem
tersebut masyarakat supaya belajar bahwa agar Suara atau pilihan (Vote)
mereka Berdaya guna, berhasil mencapai tujuan (Efektif) maka mereka
harus mengkonsentrasikan vote mereka untuk partai politik yang
benar-benar berkemampuan untuk mendapatkan quorum dan mendapat kursi di
panlemen. Para aktivis politikatau elit politik juga harus berusaha menghimpun
parpol-parpol dengan profl dan kepentingan yang hampir sama.
Lebih
lanjut, dengan pemebrdayaan masyarakat oleh partai politik hal juga bisa
dilihat dari partisipasi partai politik terhadap masyarakat bisa dikajih dari
Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Huntington dan Nelson
dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in
Developing Countries. Lewat penelitian mereka, memberikan suatu catatan:
Partisipasi yang bersifat mobilized termasuk ke dalam kajian partisipasi
politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa
dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang
bersifat paksaan (contentious).
Ruang
bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola
partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu
berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di
negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan,
seperti yang Luengo dalam Miriam Budi Harjo(2012: 267)
dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political
Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia,
Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang
negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Echols & Shadily dalam Miriam Budi Harjo (2012: 319) menjelaskan bahwa :
Partisipasi berarti peran serta
seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk
pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga,
waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati
hasil- hasil pembangunan.
Dikemukakan
oleh Rafael, Raga, Maran Rafael, Raga, Maran, dalam Miriam Budi Harjo (2012: 302) bahwa :
Dimana partisipasi dapat juga berarti
bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat
dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan
jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka
sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Triwarti
Arsal, Triwarti Arsal dalam Basyar (2013: 157)
mengungkapkan bahwa :
Partisipasi adalah sebagai wujud dari
keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana
diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-up)
dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan
masyarakatnya.
Disampaikan
kembali leh Mirriam Mirriam Budiarjo (2012: 184)
menjelaskan bahwa ‘’Partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan
dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara legal,
konvensional, damai, ataupun memaksa’’.
Menurut
Sundariningrum dalam Sugiyah, Sugiyah
dalam basyar (2012: 138)
mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara
keterlibatannya, yaitu:
1)
Partisipasi Langsung
Partisipasi yang
terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses
partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan
orang lain atau terhadap ucapannya
2)
Partisipasi
tidak lansung
Partisipasi yang
terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya. Membedakan patisipasi
menjadi empat jenis, yaitu: Pertama, partisipasi dalam pengambilan
keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif
dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan
bersama. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan
sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program.. Ketiga,
partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat
tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan
dengan kualitas maupun kuantitas. Keempat,
partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan
pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam
evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah
direncanakan sebelumnya. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau kelompok
dalam pencapaian tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab
bersama.
Menurut
Waime dalam Harjo (2014: 287) menyatakan bahwa yang menyebabkan
timbulnya pergerakan ke arah partisipasi yang lebih luas dalam proses politik
yaitu:
1)
Moderenisasi
disegala bidang, berimplikasi pada komersialisme pertanian, industri, perbaikan
pendidikan, pengembangan metode masa, dan sebagainya.
2)
Terjadinya
perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Perubahan strukturkelas baru itu
sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja batu yang semakin
meluas dalam era industrialisasi dan moderenisasi.
3)
Pengaruh
kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor meluasnya
komunikasi politik masyarakat. Ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisasi
membagkitkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik, Pemimpinan politik yang
bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan
dilakukan dengan cara mencari dukungan massa. Dengan demikian pertentangan dan
perjuangan kelas menengah kekauasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat.
4)
Adanya
keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan
kebudayaan.Menurut Davis partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi
penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian menekannya sehingga
mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan
tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah
lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam
pengambilan keputusan politik. Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi
masyarakat maupun pemerintah. Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk
memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, sedangkan bagi pemerintah partisipasi politik merupakan
sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan pelaksanaan
kebijakan.
Model
partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model
ini terbagi ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional.
Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan
kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya
sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi
politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social
Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist),
gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students
protest), dan terror.
Lobby
yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; Kegiatan Organisasi yaitu
partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun
pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Contacting
yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan Tindakan
Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau kelompok guna
mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik
manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta,
pembutuhan politik (assassination),
revolusi dan pemberontakan.
Dari empat bentuk partisipasi politik menurut
Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi
politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di
tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan,
ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah
masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington
dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan
bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati
berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif
individu.
Sumber Pustaka
Aini Aisyah (2016).
Darul Islam di Aceh: Analisis
Sosial-Politik Pemberontakan Regional di Indonesia 1953-1964 Lhoksemawe:
Unimal Press
Achsin
(2013: 12) Dalam Tesis Partisipasi Warga Nahdliyin
Dalam Partai Politik Dan Implikasinya Bagi Ketahanan Bidang Politik di
Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah,” dari Sekolah Pascasarjana UGM Program
Studi Ketahanan Nasional. Inti
Agus (2015). Selection from Prison Notebook..dikutip oleh Agus Sudibyo.et.al, Republik Tanpa Ruang Publik. Jogjakarta: Ire Press
Abdullah, Taufik
(2015). Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: CV. Rajawali
Basyar (2015). Aceh Baru; Tantang Perdamaian dan
Reintegrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Budiardjo (2016) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet. III
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Dian.(2015). “Pelembagaan Partai
Aceh (Partai Lokal Eks Kombatan GAM): Kegagalan Partai Aceh Dalam Mempertahankan Keutuhan
Internal”.
Yogyakarta: Pres UGM
Dedi Lagu (2013: 8), Dalam Tesis dari sekolah pasca
sarjana UGM, program studi Magister Hukum bidang Hukum Kenegaraan
Doni
Irza (2013: 15)
Dalam Tesis “Peran Partai Politik Dalam Peningkatan Demokratisasi Masyarkat
Sipil (Civil Society) Dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik, (studi pustaka),” dari Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Program Ketahanan Nasional.
Efendy, (2017). Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan
Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina
Fajri (2018). Metode
Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gajahmada University Press
Fadillah, Adil (2016). Partai Politik dan
Kebijakan Publik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hamid. (2016) Jalan Damai
Nanggroe Endatu: Catatan Seorang Wakil
Rakyat Aceh. Jakarta: Penerbit Bebas
Huda, (2017) Mengawal
transisi: Refleksi atas pemantauan Pemilu Jakarta: Gran Mrdia