DI MUAT DI JORNAL/ PROSIDING SENTIA15 POLINEMA
Mohd Hadidi S.Sy
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Masalah yang di analisis dalam
makalah ini adalah implementasi prinsip good governance di daerah sesuai
Syari’at Islam. Good governance diatur dalam Pasal 20 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Prinsipnya, akuntabiltas,
transparansi, profesionalisme, dan
kepastian hukum. Sedangkan Syari’at Islam adalah segala aturan yang ditentukan
Allah SWT untuk hambaNya baik yang berkenaan dengan Aqidah, Syari’ah, dan Muamalah.
Implementasi prinsip-prinsip good governance di pemerintah daerah salah
satunya diterapkan di pemerintah provinsi Aceh yang merupakan kawasan daerah
satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Syari’at Islam. Sesuai Qanun provinsi
Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan Syari’at Islam prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang baik yaitu shdiqik, amanah, fathanah, dan tabliq.
Metode penulisan makalah ini
menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan data sekunder sebagai data
utama yang diambil dari kajian perpustakaan dengan menggunakan bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier. Menurut Peter (2005) pendekatan penelitian dalam
makalah ini tergolong pendekatan perundang-undangan (statute approach). Implementasi prinsip-prinsip good
governance yang sesuai dengan Syari’at Islam dapat kita
temukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di provinsi Aceh dimana pelaksanaanya sesuai dengan Qanun Syari’at
Islam Nomor 11 Tahun 2002 yaitu prinsip good
governance tentang penegakan
hukum sesuai dengan prinsip Syari’at Islam dalam bentuk amanah, transparansi
sesuai dengan tabliq, profesional sesuai dengan
fathanah.
Kata kunci : Prinsip good governance, Syari’at Islam, Provinsi Aceh
1. Pendahuluan
Berbicara
good governance adalah sebuah
istilah yang mulai populer sejak tahun 1980-an. Istilah ini dimaksudkan sebagai upaya reformasi
birokrasi, terutama pada negara-negara berkembang,
untuk mengarahkan sebuah
birokrasi yang bersih, berwibawah dan mendapatkan kepercayaan rakyat. Indonesia
mulai menanggapi konsep good governance sejak tahun 1990 yang ditunjukan
dengan semakin intenstnya pembicaraan tentangnya lewat diskusi, penelitian dan
seminar, baik dilingkungan pemerintah, akademisi maupun pada dunia ekonomi dan bisnis.
Lebih
lanjut, keinginan untuk menciptakan tata kelolah pemerintahan yang baik (good
governance) merupakan cita-cita dunia internasional dalam hal ini salah
satunya negara kita Indonesia. Meskipun dalam
konteks lokalitas, implementasi tata kelola pemerintahan di
seluruh provinsi di Indonesia cenderung berbeda-beda. Namun kendatipun demikian
good governance sudah merupakan cita-cita bersama yang sejatinya harus
diterapkan pada setiap intitusi pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi
maupun di kabupaten kota.
Mengingat
banyaknya informasi dari media masa dan laporan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) beberapa tahun terakhir ini banyak penyelenggaraan pemerintahan tingkat
provinsi dan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sedang menurun tingkat
kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah di daerah bila diukur dari
banyaknya pejabat birokrasi pemerintah yang melanggar hukum.
Pelanggaran
tersebut diantanya banyaknya kepala daerah di Indonesia seperti Gubernur,
Walikota atau Bupati maupun oknum-oknum
pejabat pemerintah daerah yang tersandung kasus pelangaran hukum baik berupa
Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) serta pelanggaran hukum lainnya yang dapat
menggangu stabilitas pelayanan pemerintah di daerah. Sehingga penyelenggaraan
pemerintahan di daerah banyak yang tidak sesuai dengan undang-undang
penyelengraan pemerintahan yang baik dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip
good governance.
Untuk
itu, dalam makalah ini penulis memcoba sedikit mendeskripsikan bagaimana
implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah salah satunya di
pemerintahan daerah provinsi Aceh, guna sebagai ukuran dan contoh bahwa
implementasi good governance berjalan dengan baik dan benar sesuai
dengan undang-undang dan tidak bertentangan dengan Syari’at Islam.
Metode
penulisan dalam makalah ini menggunakan pendekatan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan qanun syari’at Islam di provinsi Aceh. Diamana sumber data
dalam makalah ini di peroleh dari kajian pustaka berupa analisis hasil-hasil penelitian
tentang qanun dan implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah
khususnya di provinsi Aceh.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengingatkan kembali kepada kita
khususnya kepada pejabat birokrasi pemerintah di daerah agar senantiasa selalu
mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam penyelengkaraan pelayanan publik di daerah.
Sehingga masyarakat mendapat pelayanan yang prima.
Selain itu, manfaat dari penulisan makalah ini
diharapakan seluruh birokrasi pemerintahan baik tingkat pusat sampai di daerah
senantiasa meimplementasikan prinsip prinsip pemerintahan yang baik sehingga
apa yang ada dalam peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar.
Sebagaimana
daerah provinsi yang telah menerapkan prinsip-prinsip good governance
sesuai dengan prinsip Syari’at Islam di Indonesia diantaranya provinsi Aceh
yang merupakan satu-satunya kawasan daerah di Indonesia yang mempunyai
keistimewaan khusus untuk menerapkan Syari’at Islam ternyata implementasi
prinsip-prinsip good governance di Aceh sesuai dengan hukum Islam yang berlaku
di disana. Salah satu contoh Syari’at Islam menghendaki negara atau daerah dan pemimpinnya melaksanakan
tugas dengan baik dan benar serta memegang teguh prinsip-prinsip good
governance.
Syari’at
Islam yang berlaku di Aceh disini menurut Qanun provinsi Aceh Nomor 11 Tahun
2002 adalah merupakan segala aturan yang ditentukan oleh Allah untuk para
hamba-hambanya baik yang berkenaan dengan masalah-masalah Aqidah, Syari’ah, dan
Muamalah. Disini ada hablum al minallah dan hablum minannas yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya
Maka
jika kita hubungkan dengan rinsip-prinsip good governance menurut Bintoro (2006) yang mengatakan
bahwa good governance yang berlaku saat ini mempunyai empat
karakteristik sebagai prinsip dasarnya prinsip tersebut adalah akuntabilitas, transparansi,
profesionalisme, dan penegakan hukum. Hal
ini jika kita sesuaikan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik
menurut Syari’at Islam yang berlaku di Aceh yaitu empat prinsip yang di kemukakan tersebut dapat
dapat disejajarkan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan dalam Syari’at Islam
yaitu Shiddiqk (benar), Amanah (dapat di percaya), Fathanah
(cerdas), dan Tabliq (menyampaikan).
Hal ini di provinsi Aceh sudah di Implementasikan prinsip tersebut jauh
sebelum undang-undang tentang penerapan good governance di perlakukan,
artinya prinsip-prinsip good governance dalam mengelolah tata
pemerintahan di daerah dapat di komparasikan sesuai dengan hukum Islam yang berlaku.
2. Pembahasan
Adapun
yang menjadi pembahasan dalam makalah ini ada dua ide pokok adalah sebagai
berikut :
2.1 Bagaimana Implementasi Prinsip Good Governance di Daerah Sesuai dengan
Syari’at Islam.
Mengimplementasi prinsip-prinsip good
governance di daerah seluruh Indonesia tentunya tidak semudah membalik
telapak tangan. Namun butuh kerja keras semua pihak yang terlibat di dalamnya, hal
ini termasuk masyarakat untuk ikut andil dalam mendukung pelayanan pemerintahan
daerah yang baik.
Dalam undang-undang penyelenggaraan pemerintahan
yang baik di daerah sudah diatur dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dimana setiap daerah di Indonesia berkewajiban untuk
mengelolah pemerintahannya dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan amanat perundang-undangan yaitu penyelenggaraan pemerintahan di daerah
harus mengedepankan prinsip-prinsip good governance berupa akuntabilitas,
transparansi, profesionalisme, dan penegakan hukum.
Hal
ini setiap daerah di Indonesia tentu harus mempunyai strategis bagaimana
penyelenggaraan pemerintahan di daerah berjalan dengan baik dan sesuai dengan
undang-undang serta dapat merespon keinginan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik dari
pemerintah.
Maka disinilah setiap daerah bisa menerapkan
berbagai pendekatan dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang sesuai dengan
kultur, budaya, dan agama, serta nilai-nilai sosial yang berlaku pada setiap
daerah tersebut.
Dalam
makalah ini penulis menawarkan salah satu strategis dari sekian banyak strategi
yang lain yaitu bagaimana pemerintah daerah mengimplementasikan prinsip-prinsip
good governance sesuai dengan prinsip-prinsip Syri’at Islam. Studi ini
berangkat dari penerapan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan
Syari’at Islam yang berlaku di provinsi Aceh.
Dalam
konsep Syari’at Islam yang berlaku di Aceh implementasi prinsip-prinsip good governance dapat
disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam yang berlaku disana sehingga
pelaksanaanya terbukti efektif untuk dijalankan.
Diantara
persamaan prinsip-prinsip good governance dengan prinsip-prinsip
Syari’at Islam yaitu akuntabilitas, transparansi, profesionalisme, dan
penegakan hukum yang dalam hal ini jika
disejajarkan atau di sesuaikan dengan prinsip Syari’at Islam yaitu Siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Fathanah
(cerdas), dan Tabliq (menyampaikan) yang
selama ini sebenarnya jauh sebelum adanya undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tantang penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya dalam implementasi
prinsip-prinsip good governance di pemerintah daerah provinsi Aceh sudah
lama di terapkan.
Dalam
penelitian disertasi Jailani (2012) penerapan prinsip-prinsip good governance
di Pemerintah kota Banda Aceh provinsi Aceh sesuai dengan Qanun Nomor 11 Tahun
2012 mengatakan bahwa penerapan prinsip good governance sesuai dengan hukum
Islam yang ada di Aceh dapat di lihat sebagai berikut:
Prinsip
good governance pertama proesionalisme dimana setiap pejabat atau
pegawai birokrasi yang bekerja di pemerintahan kota Banda Aceh di tuntut untuk
profesional yaitu bekerja dengan memiliki keahlian di bidangnya atau dalam prinsip Syari’at Islam disebut Fathanah
yaitu cerdas, mampu, atau menguasai yaitu dengan kecerdasanya seseorang
menjadi profesional yang dapat melihat peluang dan memanfaatkan peluang dengan
cepat dan tepat dan mampu memahami
problematika yang ada di lembaganya dan mampu mencari solusi atas problematika
tersebut.
Selain
itu, ia mampu bersifat berfikir positif (khusnuzhon), menjaga hubungan
baik dengan orang lain (silaturahmi), dan mampu manajemen waktu serta tidak ingkar janji (selalu menepati janji). Bahkan dalam prinsip Syari’at Islam profesionalitas sangat
di anjurkan kapada seluruh tenaga kerja baik di kantor pemerintahan atau dimana
saja, Syari’at Islam tidak perna mempertentangkan profesionalisme dalam
prinsip good governance ini mengingat bekerja dengan baik dan
benar menurut Islam adalah Ibadah.
Prinsip
good governance yang kedua adalah
akuntabilitas setiap pegawai di pemerintah kota Banda Aceh wajib bisa mempertanggung jawabkan semua
hasil kerjanya baik kepada atasannya maupun kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas semua program
kerja pemerintah yang telah di amanakan
rakyat kepadanya dalam memenuhi
kepentingan masyarakat.
Dalam
Qanun Syari’at Islam prinsip good governance ini dapat disejajarkan dengan prinsip amanah
yaitu sejajar karena keduanya sama-sama
harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan yang dilakukan bahkan lebih
lanjut, dalam prinsip good govenance terkait akuntabiltas ini hanya berupa
pertanggung jawaban di alam dunia ini, namun
tidak demikian akuntabilitas dalam Syari’at Islam harus dapat di pertanggung jawabkan di dunia
dan di akhirat yaitu di hadapan Allah
SWT kelak.
Selanjutnya,
dalam buku Notodisuerjo yang di kutip Jailani (2012) mengatakan Prinsip good
governance yang ketiga transparansi yaitu keterbukaan atas semua tindakan atau
kebijakan yang di ambil oleh pemerintah.
Keterbukaan
disini adalah mencakup semua aspek yang menyangkut dengan kepentingan publik, mulai
dari proses pengambilan keputusan, punggunaan dana publik sampai pada tahapan
evaluasi dan pertanggung jawaban akhir sebuah jabatan atau amanah dari rakyat.
Transparansi
dalam Syari’at Islam disamakan dengan
sifat Tabliq (menyampaikan) yaitu menyapaikan sesuatu dengan baik dan benar
sebagaimana pendapat Imam al Ghazali dalam
bukunya Ihya ‘Ulum al Din sifat Tabliq itu adalah
menyampaikan kebenaran atau berbicara jujur (shidiqk) yang mengandung perkataan yang baik dan
benar.
Prinsip
good governance yang keempat adalah Supremasi Hukum (penegakan hukum)
sangat berkaitan dengan keadilan artinya hukum harus ditegakan secara jujur dan
benar dan mempunyai tujuan yaitu terpenuhinya asas kepastian hukum, asas
keadilan, dan asas kemanfaatan. Karena penempatan hukum secara tidak adil,
korup, dan penuh kecurangan akan dapat melukai dan mencederai rasa keadilan
dalam masyarakat, penegakan hukum tidak boleh seperti pedang yang hanya tajam
ke bawah tapi tumpul ke atas.
Dalam
Syari’at Islam prinsip penegakan hukum
ini dapat sejalan dengan amanah. Amanah adalah orang yang mempunyai sifat
amanah harus jendrung mempunyai sifat keadilan seperti dapat tercermin dari
prilakunya dalam masyarakat yang selalu
tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku, serta mempunyai
akhlak (etika), dalam setiap pergaulannya dalam masyarakat.
Dari
publikasi hasil penelitian disertasi Jailani diatas ia berkesimpulan bahwa penerapan
prinsip-prinsip good governance di daerah dapat bersinergi dengan pelaksanaan Syari’at
Islam yang ada di Aceh. Artinya bagaimana implementasi pelaksanaan prinsip-prinsip
good governance di daerah sesuai dengan Syari’at Islam ternyata bisa
kita terapkan sebagaimana yang telah di laksanakan di provinsi Aceh yang memang
kultur, budaya, dan masyarakatnya mepunyai nilai-nilai Islam yang kuat.
Hal
inilah, penulis mangatakan bahwa Implementasi prinsip-prinsip good
governance dapat disesuaikan dengan kondisi kultur budaya masyarakat dan kondisi
sosial agama yang ada dalam suatu daerah. Namun tidak tertutup kemungkinan
daerah-daerah lain yang ada di Indonesia dapat menerapkan pelayanan
pemerintahan yang baik (good governance) seperti yang diterapkan di
pemerintah provinsi Aceh yang dapat mensinergikan dengan nilai-nilai Syari’at
Islam. Mengingat di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Maka sudah
seharusnya undang-undang tentang penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan
publik tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang ada dalam masyarakat.
Sehingga produk undang-undang yang akan di implementasikan di Indonesia
benar-benar merespon kebuthan masyarakat yang ada di daerah.
2.2 Apa Faktor-Faktor Yang Mendorong dan Menghambat
Implementasi prinsip-Prinsip Good Governance di Daerah
Berbicara implementasi undang-undang di daerah tentu tidak lepas
dari faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan. Suatu peraturan
perundang-undangan yang akan di berlakukan kepada birokrasi pemerintah sebagai
lembaga pelayanan publik, maupun penerapan peraturan undang undang untuk
mengatur pelayanan publik bagi masyarakat tentu sering ditemuai dilapangan
faktor pendorong dan penghambat pelaksanaanya.
Adapun faktor-faktor pendorong dan penghambat implementasi
prinsip-prinsip good governance di daerah jika kita melihat yang di
terapkan di daerah provinsi Aceh adalah sebagai berikut. Pertama faktor
pendorong implementasi prinsip-prinsip good governance di provinsi Aceh
sesuai dengan Syari’at Islam yaitu :
Faktor pendorong internal (dari dalam) seluruh apartur pemerintahan di
provinsi Aceh telah mendapat pembekalan tentang pelatihan pemahaman
prinsip-prinsip goood governance sesuai dengan Syari’at Islam yang
berlaku di sana, dimana pembekalan
tersebut diberikan oleh pemerintah Aceh kepada seluruh Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Aceh sebagai bekal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai birokrasi pemerintahan daerah yang melayani kepentingan
masyarakat.
Selain itu, untuk memacu kinerja
pegawai di pemerintahan provinsi Aceh pihak pemerintah daerah dalam hal
ini (Gubernur) akan memberikan apresiasi bagi pegawainya yang mempunyai kinerja bagus (berprestasi) yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik (good governance) dan
sesuai dengan nilai-nilai Syar’at Islam. Penghargaan ini bisa berupa kenaikan
pangkat ataupun mendapat promosi jabatan dengan ketentuan dan kriteria yang
telah di tentukan.
Namun juga berlaku sebaliknya bagi pegawai yang malas dan tidak disiplin
akan di berikan sanksi. Sehingga setiap enam bulan sekali pejabat birokrasi
pemerintah di Aceh akan di evaluasi kinerjanya oleh masyarakat lewat DPR maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di sana.
Sedangkan faktor pendorong eksternal pelaksanaan prinsip-prinsip good
governance di pemerintahan Aceh adalah adanya undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daaerah yang mewajibkan pemerintah di daerah untuk menerapkan
pemerintahan yang baik dan bersih sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance yaitu diantaranya akuntabilitas, transpransi, profesional, dan penegakan hukum.
Selain
itu, Qanun Syari’at Islam No 11 Tahun
2002 tentang penerapan Syari’at Islam juga
mewajibakan kepada seluruh masyarakat dan pemerintahan Aceh untuk mengimplementasikan
nilai-nilai Syari’at Islam diantaranya sifat Sidiq (benar dalam ucapan
dan tindakan), Fatbliq (menyampaikan yang benar), Amanah (dapat
dipercaya), Fathanah (mempunyai kapasitas keilmuan) di manapun berada
termasuk dalam sistem birokrasi pemerintahan.
Sedangkan
faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip good govenance
di pemerintah provinsi Aceh adalah masih
banyak pegawai yang kurang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip good
governance sesuai dengan Syari’at Islam dalam pelayanan pemerintahan
terutama pelayanan publik.
Sedangkan
tantangan eksternalnya adalah kebijakan pemerintah tentang penerapan Syari’at
Islam masih dilaksanakan setangah hati. Maksudnya, di satu sisi Syari’at Islam
harus ditegakan, disisi yang lain dalam pelaksanaanya belum dibarengi dengan
aturan yang jelas, mengingat qanun khusus yang memabahas prinsip-prinsip good
govenance di Aceh belum ada dan hal
ini juga disebabkan terkait pembiayaan
yang terbatas, pola kesadaran yang masih minim, ataupun fasilitas sarana
perasarana dan kesejahtraan pegawai yang
masih kurang.
Implementasi prinsip-prinsip good governance
sesuai dengan Syari’at Islam bisa diterapkan pada pemerintahan daerah diseluruh
Indonesia. Saalah satu daerah yang sudah mengimplementasi prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam adalah
Provinsi Aceh.
Prinsip-prinsip
good
governance sesuai dengan
Syari’at Islam adalah dapat dilihat adanya kesesuai aatara prinsip good
governance dan prinsip Syari’at
Islam yaitu penegakan hukum sesuai
dengan prinsip Syari’at Islam dalam bentuk amanah, transparansi sesuai dengan
tabliq, profesional sesuai dengan
Fathanah.
Faktor pendorong implementasi prinsip-prinsip
di daerah adalah faktor internal dan eksternal. Faktor dorongan dan motifasi
dari kepala daerah untuk mengelolah pelayanan pemerintah dengan baik di daerah.
Faktor eksternalnya adalah dorongan undang-undang tentang pengelolaan
pemerintah daerah sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
Faktor penghambatnya adalah masih kurang
kesadaran birokrasi pemerintah di daerah dalam mengimplementasikan
prinsip-prinsip good governance yang baik dan benar sesuai dengan
Syari’at Islam.
Saran dalam makalah ini adalah
Implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah harus di terapkan
keseluruhan jangan setengah-tengah.
Pengelolaan
pemerintahan di daerah harus memegang teguh prinsip-prinsip good governance
sesuai dengan aturan undang-undang yang
telah ada dengan pendekatan nilai kultur, budaya, dan agama di daerah
masing-masing sehingga pelayanan pemerintahan di daerah berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka
Bakti Andi
Faisal.(2005): “Good Governance Dalam Islam:Gagasan
dan Pengalaman Dalam Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam
Kontemporer,” Jakarta, Paramadina.
Ardiansah.
(2005): “Konsepsi Hukum Islam dalam
Mewujudkan Clean governance
dan good governance ”
Jakarta, Jurnal Hukum
Republica, Vol. 5, No. 1.
Jailani.
(2012):”Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di Daerah (Studi
Implementasi Menurut Perspektif Syari’at Islam Tentang Penerapan
prinsip-Prinsip Good Governance Di Kota Banda Aceh Sesuai Qanun Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2012,” Kota Malang: Publikasi Disertasi
Ujian Terbuka Tahap II Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang.
Marzuki
Peter Mahmud (2005):”Penelitian Hukum,” Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Sulistiayani
Teguh Ambar.(2004):”Memahami Good Gavermance dalam Persepektif Sumber Daya Manusi,”Edisi Cet II Yogyakarta, Gava
Media.
Qanun Nangroe
Aceh Darussalam (2002) “Qanun
Provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tantang Penerapan Syari’at Islam bidang
Akidah, Ibadah, dan Muamalah di provinsi Aceh. Di undangkan di Banda Aceh
Desember 2002. Di akses lewat file Pdf di Website Resmi Sekretariat DPRA
Provinsi Aceh http://dpra.acehprov.go.id/ di akses pada Senin tanggal 13
April 2015.
Undang-undang (2004):”Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPemepemerintah
Daerah,”. Diundangkan di Jakaerta Tahun 20014. Diakses lewat file Pdf http://www.setneg.go.id di akses pada hari Senin 13
April 2015.
|