IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI DAERAH SESUAI SYARI’AT ISLAM

DI MUAT DI JORNAL/ PROSIDING SENTIA15 POLINEMA
Mohd Hadidi S.Sy
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

 Abstrak
Masalah yang di analisis dalam makalah ini adalah implementasi prinsip good governance di daerah sesuai Syari’at Islam. Good governance diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Prinsipnya, akuntabiltas, transparansi,  profesionalisme, dan kepastian hukum. Sedangkan Syari’at Islam adalah segala aturan yang ditentukan Allah SWT untuk hambaNya baik yang berkenaan dengan Aqidah, Syari’ah, dan Muamalah. Implementasi prinsip-prinsip good governance di pemerintah daerah salah satunya diterapkan di pemerintah provinsi Aceh yang merupakan kawasan daerah satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Syari’at Islam. Sesuai Qanun provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan Syari’at Islam prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu shdiqik, amanah, fathanah, dan tabliq.
Metode penulisan makalah ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan data sekunder sebagai data utama yang diambil dari kajian perpustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Menurut Peter (2005) pendekatan penelitian dalam makalah ini tergolong pendekatan perundang-undangan (statute  approach). Implementasi prinsip-prinsip good  governance  yang sesuai dengan Syari’at Islam dapat kita temukan  dalam penyelenggaraan pemerintahan di provinsi Aceh dimana pelaksanaanya sesuai dengan Qanun Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002 yaitu prinsip good  governance tentang  penegakan hukum sesuai dengan prinsip Syari’at Islam dalam bentuk amanah, transparansi sesuai dengan tabliq, profesional sesuai dengan  fathanah.
Kata kunci : Prinsip good governance, Syari’at Islam, Provinsi Aceh


1.    Pendahuluan
Berbicara good governance  adalah sebuah istilah yang mulai populer sejak tahun 1980-an. Istilah  ini dimaksudkan sebagai upaya reformasi birokrasi, terutama  pada  negara-negara   berkembang,   untuk   mengarahkan sebuah birokrasi yang bersih, berwibawah dan mendapatkan kepercayaan rakyat. Indonesia mulai menanggapi konsep good governance sejak tahun 1990 yang ditunjukan dengan semakin intenstnya pembicaraan tentangnya lewat diskusi, penelitian dan seminar, baik dilingkungan pemerintah, akademisi maupun pada dunia ekonomi dan bisnis.
Lebih lanjut, keinginan untuk menciptakan tata kelolah pemerintahan yang baik (good governance) merupakan cita-cita dunia internasional dalam hal ini salah satunya negara kita Indonesia. Meskipun dalam  konteks lokalitas, implementasi  tata  kelola pemerintahan di seluruh provinsi di Indonesia cenderung berbeda-beda. Namun kendatipun demikian good governance sudah merupakan cita-cita bersama yang sejatinya harus diterapkan pada setiap intitusi pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi maupun di kabupaten kota.
Mengingat banyaknya informasi dari media masa dan laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun terakhir ini banyak penyelenggaraan pemerintahan tingkat provinsi dan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sedang menurun tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah di daerah bila diukur dari banyaknya pejabat birokrasi pemerintah yang melanggar hukum.
Pelanggaran tersebut diantanya banyaknya kepala daerah di Indonesia seperti Gubernur, Walikota atau  Bupati maupun oknum-oknum pejabat pemerintah daerah yang tersandung kasus pelangaran hukum baik berupa Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) serta pelanggaran hukum lainnya yang dapat menggangu stabilitas pelayanan pemerintah di daerah. Sehingga penyelenggaraan pemerintahan di daerah banyak yang tidak sesuai dengan undang-undang penyelengraan pemerintahan yang baik dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis memcoba sedikit mendeskripsikan bagaimana implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah salah satunya di pemerintahan daerah provinsi Aceh, guna sebagai ukuran dan contoh bahwa implementasi good governance berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan undang-undang dan tidak bertentangan dengan Syari’at Islam.
Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan pendekatan perundang-undangan tentang  pemerintahan daerah dan qanun syari’at  Islam di provinsi Aceh. Diamana sumber data dalam makalah ini di peroleh dari kajian pustaka berupa analisis hasil-hasil penelitian tentang qanun dan implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah khususnya di provinsi Aceh.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengingatkan kembali kepada kita khususnya kepada pejabat birokrasi pemerintah di daerah agar senantiasa selalu mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam  penyelengkaraan pelayanan publik di daerah. Sehingga masyarakat mendapat pelayanan yang prima.
 Selain itu, manfaat dari penulisan makalah ini diharapakan seluruh birokrasi pemerintahan baik tingkat pusat sampai di daerah senantiasa meimplementasikan prinsip prinsip pemerintahan yang baik sehingga apa yang ada dalam peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Sebagaimana daerah provinsi yang telah menerapkan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan prinsip Syari’at Islam di Indonesia diantaranya provinsi Aceh yang merupakan satu-satunya kawasan daerah di Indonesia yang mempunyai keistimewaan khusus untuk menerapkan Syari’at Islam ternyata implementasi prinsip-prinsip good governance di Aceh sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di disana. Salah satu contoh Syari’at Islam menghendaki  negara atau daerah dan pemimpinnya melaksanakan tugas dengan baik dan benar serta memegang teguh prinsip-prinsip good governance.
Syari’at Islam yang berlaku di Aceh disini menurut Qanun provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 adalah merupakan segala aturan yang ditentukan oleh Allah untuk para hamba-hambanya baik yang berkenaan dengan masalah-masalah Aqidah, Syari’ah, dan Muamalah. Disini ada hablum al minallah dan hablum minannas yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya
Maka jika kita hubungkan dengan rinsip-prinsip good governance  menurut Bintoro (2006) yang mengatakan bahwa good governance yang berlaku saat ini mempunyai empat karakteristik sebagai prinsip dasarnya prinsip tersebut adalah akuntabilitas, transparansi, profesionalisme, dan  penegakan hukum. Hal ini jika kita sesuaikan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik menurut Syari’at Islam yang berlaku di Aceh yaitu  empat prinsip yang di kemukakan tersebut dapat dapat disejajarkan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan dalam Syari’at Islam yaitu Shiddiqk (benar), Amanah (dapat di percaya), Fathanah (cerdas), dan Tabliq (menyampaikan).  Hal ini di provinsi Aceh sudah di Implementasikan prinsip tersebut jauh sebelum undang-undang tentang penerapan good governance di perlakukan, artinya prinsip-prinsip good governance dalam mengelolah tata pemerintahan di daerah dapat di komparasikan  sesuai dengan hukum Islam yang berlaku.

2. Pembahasan
Adapun yang menjadi pembahasan dalam makalah ini ada dua ide pokok adalah sebagai berikut :
      2.1 Bagaimana Implementasi Prinsip Good  Governance di Daerah Sesuai dengan Syari’at Islam.
      Mengimplementasi prinsip-prinsip good governance di daerah seluruh Indonesia tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Namun butuh kerja keras semua pihak yang terlibat di dalamnya, hal ini termasuk masyarakat untuk ikut andil dalam mendukung pelayanan pemerintahan daerah yang  baik.
   Dalam undang-undang penyelenggaraan pemerintahan yang baik di daerah sudah diatur dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dimana setiap daerah di Indonesia berkewajiban untuk mengelolah  pemerintahannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan amanat perundang-undangan yaitu penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus mengedepankan prinsip-prinsip good governance berupa akuntabilitas, transparansi, profesionalisme, dan penegakan hukum.
Hal ini setiap daerah di Indonesia tentu harus mempunyai strategis bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di daerah berjalan dengan baik dan sesuai dengan undang-undang serta dapat merespon keinginan  masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik dari pemerintah.
Maka  disinilah setiap daerah bisa menerapkan berbagai pendekatan dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang sesuai dengan kultur, budaya, dan agama, serta nilai-nilai sosial yang berlaku pada setiap daerah tersebut.
Dalam makalah ini penulis menawarkan salah satu strategis dari sekian banyak strategi yang lain yaitu bagaimana pemerintah daerah mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan prinsip-prinsip Syri’at Islam. Studi ini berangkat dari penerapan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam yang berlaku di provinsi Aceh.
Dalam konsep Syari’at Islam yang berlaku di Aceh implementasi  prinsip-prinsip good governance dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam yang berlaku disana sehingga pelaksanaanya terbukti efektif untuk dijalankan.
Diantara persamaan prinsip-prinsip good governance dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam yaitu akuntabilitas, transparansi, profesionalisme, dan penegakan hukum yang dalam  hal ini jika disejajarkan atau di sesuaikan dengan prinsip Syari’at Islam yaitu  Siddiq (benar),  Amanah (dapat dipercaya), Fathanah (cerdas), dan Tabliq (menyampaikan) yang  selama ini sebenarnya jauh sebelum adanya undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tantang penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya dalam implementasi prinsip-prinsip good governance di pemerintah daerah provinsi Aceh sudah lama di terapkan.
Dalam penelitian disertasi Jailani (2012) penerapan prinsip-prinsip good governance di Pemerintah kota Banda Aceh provinsi Aceh sesuai dengan Qanun Nomor 11 Tahun 2012 mengatakan bahwa penerapan prinsip good governance sesuai dengan hukum Islam yang ada di Aceh dapat di lihat sebagai berikut:
Prinsip good governance pertama proesionalisme dimana setiap pejabat atau pegawai birokrasi yang bekerja di pemerintahan kota Banda Aceh di tuntut untuk profesional yaitu bekerja dengan memiliki keahlian di bidangnya atau dalam  prinsip Syari’at Islam disebut Fathanah yaitu cerdas,  mampu, atau  menguasai yaitu dengan kecerdasanya seseorang menjadi profesional yang dapat melihat peluang dan memanfaatkan peluang dengan cepat dan tepat dan mampu  memahami problematika yang ada di lembaganya dan mampu mencari solusi atas problematika tersebut.
Selain itu, ia mampu bersifat berfikir positif (khusnuzhon), menjaga hubungan baik dengan orang lain (silaturahmi), dan mampu manajemen waktu  serta tidak ingkar  janji (selalu menepati janji). Bahkan dalam  prinsip Syari’at Islam profesionalitas sangat di anjurkan kapada seluruh tenaga kerja baik di kantor pemerintahan atau dimana saja, Syari’at Islam tidak perna mempertentangkan profesionalisme  dalam  prinsip good governance ini mengingat bekerja dengan baik dan benar menurut Islam adalah Ibadah.
Prinsip good governance yang kedua  adalah akuntabilitas setiap pegawai di pemerintah kota Banda Aceh  wajib bisa mempertanggung jawabkan semua hasil kerjanya baik kepada atasannya maupun kepada anggota Dewan  Perwakilan Rakyat (DPR) atas semua program kerja pemerintah yang  telah di amanakan rakyat kepadanya dalam memenuhi  kepentingan masyarakat.
Dalam Qanun Syari’at Islam prinsip good governance ini  dapat disejajarkan dengan prinsip amanah yaitu  sejajar karena keduanya sama-sama harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan yang dilakukan bahkan lebih lanjut,  dalam prinsip good govenance  terkait akuntabiltas ini hanya berupa pertanggung  jawaban di alam dunia ini, namun tidak demikian akuntabilitas  dalam  Syari’at Islam  harus dapat di pertanggung jawabkan di dunia dan di akhirat yaitu  di hadapan Allah SWT kelak.
Selanjutnya, dalam buku Notodisuerjo yang di kutip Jailani (2012) mengatakan Prinsip good governance  yang  ketiga transparansi yaitu  keterbukaan atas semua tindakan atau kebijakan yang di ambil oleh pemerintah.
Keterbukaan disini adalah mencakup semua aspek yang menyangkut dengan kepentingan publik, mulai dari proses pengambilan keputusan, punggunaan dana publik sampai pada tahapan evaluasi dan pertanggung jawaban akhir sebuah jabatan atau amanah  dari rakyat.
Transparansi dalam  Syari’at Islam disamakan dengan sifat Tabliq (menyampaikan) yaitu menyapaikan sesuatu dengan baik dan benar sebagaimana pendapat Imam al Ghazali dalam  bukunya Ihya ‘Ulum al Din sifat Tabliq itu adalah menyampaikan kebenaran atau berbicara jujur (shidiqk)  yang mengandung perkataan yang baik dan benar.
Prinsip good governance yang keempat adalah Supremasi Hukum (penegakan hukum) sangat berkaitan dengan keadilan artinya hukum harus ditegakan secara jujur dan benar dan mempunyai tujuan yaitu terpenuhinya asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan. Karena penempatan hukum secara tidak adil, korup, dan penuh kecurangan akan dapat melukai dan mencederai rasa keadilan dalam masyarakat, penegakan hukum tidak boleh seperti pedang yang hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Dalam Syari’at Islam prinsip  penegakan hukum ini dapat sejalan dengan amanah. Amanah adalah orang yang mempunyai sifat amanah harus jendrung mempunyai sifat keadilan seperti dapat tercermin dari prilakunya dalam  masyarakat yang selalu tunduk dan  patuh  terhadap hukum yang berlaku, serta mempunyai akhlak (etika), dalam setiap pergaulannya dalam masyarakat.
Dari publikasi hasil penelitian disertasi Jailani diatas ia berkesimpulan bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance di daerah  dapat bersinergi dengan pelaksanaan Syari’at Islam yang ada di Aceh. Artinya bagaimana implementasi pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di daerah sesuai dengan Syari’at Islam ternyata bisa kita terapkan sebagaimana yang telah di laksanakan di provinsi Aceh yang memang kultur, budaya, dan masyarakatnya mepunyai nilai-nilai Islam yang kuat.
Hal inilah, penulis mangatakan bahwa Implementasi prinsip-prinsip good governance dapat disesuaikan dengan kondisi kultur budaya masyarakat dan kondisi sosial agama yang ada dalam suatu daerah. Namun tidak tertutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia dapat menerapkan pelayanan pemerintahan yang baik (good governance) seperti yang diterapkan di pemerintah provinsi Aceh yang dapat mensinergikan dengan nilai-nilai Syari’at Islam. Mengingat di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Maka sudah seharusnya undang-undang tentang penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan publik tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang ada dalam masyarakat. Sehingga produk undang-undang yang akan di implementasikan di Indonesia benar-benar merespon kebuthan masyarakat yang ada di daerah.
2.2 Apa Faktor-Faktor Yang Mendorong dan Menghambat Implementasi prinsip-Prinsip Good Governance di Daerah
Berbicara implementasi undang-undang di daerah tentu tidak lepas dari faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan. Suatu peraturan perundang-undangan yang akan di berlakukan kepada birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan publik, maupun penerapan peraturan undang undang untuk mengatur pelayanan publik bagi masyarakat tentu sering ditemuai dilapangan faktor pendorong dan penghambat pelaksanaanya.
Adapun faktor-faktor pendorong dan penghambat implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah jika kita melihat yang di terapkan di daerah provinsi Aceh adalah sebagai berikut. Pertama faktor pendorong implementasi prinsip-prinsip good governance di provinsi Aceh sesuai dengan Syari’at Islam yaitu :
Faktor pendorong internal (dari dalam) seluruh apartur pemerintahan di provinsi Aceh telah mendapat pembekalan tentang pelatihan pemahaman prinsip-prinsip goood governance sesuai dengan Syari’at Islam yang berlaku di sana, dimana pembekalan  tersebut  diberikan  oleh pemerintah Aceh kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Aceh sebagai bekal dalam  melaksanakan  tugasnya sebagai birokrasi pemerintahan daerah yang melayani kepentingan masyarakat.

Selain itu,  untuk memacu  kinerja  pegawai di pemerintahan provinsi Aceh pihak pemerintah daerah dalam hal ini (Gubernur) akan memberikan apresiasi bagi pegawainya  yang mempunyai kinerja bagus (berprestasi) yang  sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good  governance) dan sesuai dengan nilai-nilai Syar’at Islam. Penghargaan ini bisa berupa kenaikan pangkat ataupun mendapat promosi jabatan dengan ketentuan dan kriteria yang telah di tentukan.
Namun juga berlaku sebaliknya bagi pegawai yang malas dan tidak disiplin akan di berikan sanksi. Sehingga setiap enam bulan sekali pejabat birokrasi pemerintah di Aceh akan di evaluasi kinerjanya oleh masyarakat lewat DPR maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di sana.
Sedangkan faktor pendorong eksternal pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di pemerintahan Aceh adalah adanya  undang-undang   nomor 32 tahun 2004 tentang  pemerintah daaerah yang mewajibkan pemerintah di daerah untuk menerapkan pemerintahan yang baik dan bersih sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yaitu diantaranya akuntabilitas, transpransi,  profesional, dan penegakan hukum.
Selain itu, Qanun Syari’at Islam  No 11 Tahun 2002 tentang penerapan Syari’at Islam juga  mewajibakan kepada seluruh masyarakat dan pemerintahan Aceh untuk mengimplementasikan nilai-nilai Syari’at Islam diantaranya sifat Sidiq (benar dalam ucapan dan tindakan), Fatbliq (menyampaikan yang benar), Amanah (dapat dipercaya), Fathanah (mempunyai kapasitas keilmuan) di manapun berada termasuk dalam sistem birokrasi pemerintahan.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip good govenance di pemerintah provinsi Aceh adalah  masih banyak pegawai yang kurang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam dalam pelayanan pemerintahan terutama pelayanan publik.
Sedangkan tantangan eksternalnya adalah kebijakan pemerintah tentang penerapan Syari’at Islam masih dilaksanakan setangah hati. Maksudnya, di satu sisi Syari’at Islam harus ditegakan, disisi yang lain dalam pelaksanaanya belum dibarengi dengan aturan yang jelas, mengingat qanun khusus yang memabahas prinsip-prinsip good govenance di Aceh belum ada dan  hal ini juga disebabkan  terkait pembiayaan yang terbatas, pola kesadaran yang masih minim, ataupun fasilitas sarana perasarana dan kesejahtraan pegawai  yang masih kurang.
  1. Kesimpulan dan Saran
Implementasi prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam bisa diterapkan pada pemerintahan daerah diseluruh Indonesia. Saalah satu daerah yang sudah mengimplementasi prinsip-prinsip good  governance sesuai dengan Syari’at Islam adalah Provinsi Aceh.
 Prinsip-prinsip  good  governance  sesuai dengan Syari’at Islam adalah dapat dilihat  adanya kesesuai aatara prinsip good governance dan prinsip Syari’at  Islam  yaitu penegakan hukum sesuai dengan prinsip Syari’at Islam dalam bentuk amanah, transparansi sesuai dengan tabliq, profesional sesuai dengan  Fathanah.
    Faktor pendorong implementasi prinsip-prinsip di daerah adalah faktor internal dan eksternal. Faktor dorongan dan motifasi dari kepala daerah untuk mengelolah pelayanan pemerintah dengan baik di daerah. Faktor eksternalnya adalah dorongan undang-undang tentang pengelolaan pemerintah daerah sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
       Faktor penghambatnya adalah masih kurang kesadaran birokrasi pemerintah di daerah dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance yang baik dan benar sesuai dengan Syari’at Islam.
      Saran dalam makalah ini adalah Implementasi prinsip-prinsip good governance di daerah harus di terapkan keseluruhan jangan setengah-tengah.
Pengelolaan pemerintahan di daerah harus memegang teguh prinsip-prinsip good governance sesuai dengan  aturan undang-undang yang telah ada dengan pendekatan nilai kultur, budaya, dan agama di daerah masing-masing sehingga pelayanan pemerintahan di daerah berjalan dengan baik.

Daftar Pustaka
Bakti Andi Faisal.(2005): “Good Governance Dalam Islam:Gagasan dan Pengalaman Dalam Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer,” Jakarta, Paramadina.
Ardiansah. (2005): “Konsepsi   Hukum Islam  dalam   Mewujudkan   Clean   governance  dan  good governance ” Jakarta, Jurnal Hukum Republica,  Vol. 5, No. 1.
Jailani. (2012):”Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di Daerah (Studi Implementasi Menurut Perspektif Syari’at Islam Tentang Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di Kota Banda Aceh Sesuai Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2012,” Kota Malang: Publikasi Disertasi Ujian Terbuka Tahap II Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang.
Marzuki Peter Mahmud (2005):”Penelitian Hukum,” Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Sulistiayani Teguh Ambar.(2004):”Memahami Good Gavermance dalam Persepektif Sumber Daya Manusi,”Edisi Cet II Yogyakarta, Gava Media.
Qanun Nangroe Aceh Darussalam (2002)  “Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tantang Penerapan Syari’at Islam bidang Akidah, Ibadah, dan Muamalah di provinsi Aceh. Di undangkan di Banda Aceh Desember 2002. Di akses lewat file Pdf di Website Resmi Sekretariat DPRA Provinsi Aceh http://dpra.acehprov.go.id/ di akses pada Senin tanggal 13 April 2015.
Undang-undang (2004):”Dalam Pasal 20 Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPemepemerintah Daerah,”. Diundangkan di Jakaerta Tahun 20014. Diakses lewat file Pdf http://www.setneg.go.id di akses pada hari Senin 13 April 2015.