RESUME TEORI HUKUM

Buku karangan Prof. Dr. Sudikno Moertokusumo, S.H
Peresume M.Khoirul Muanam, SHI, SH Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang
Memberi definisi tentang teori hukum yang definitif dan komprehensif tidaklah mudah. Oleh karena itu, dalam Bab pengantar ini diberikan ikhtisar lebih dulu, agar sejak awal sudah diperoleh orientasi atau gambaran tentang letak Teori hukum meskipun baru dalam garis besarnya saja.
Istilah teori hukum dalam literatur ada bermacam ; kata teori hukum adalah terjemahan dari “ legal theory”, “Rechtstheorie”, atau “rechtstheorie”. Kata “legal theory” digunakan oleh Friedmann (1970) dalam bukunya yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “teori Hukum dan Filsafat Hukum”
Teori hukum adalah teorinya ilmu hukum. Dengan perkataan lain, ilmu hukum adalah objek teori hukum. Sebagai teorinya teori maka teori hukum disebut sebagai meta teorinya ilmu hukum. Teori hukum berhubungan dengan hukum pada umumnya, bukan mengenai hukum di suatu tempat dan disuatu waktu seperti halnya ilmu hukum.
Teori hukum digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum positif tertentu yang mendasar, misalnya ; teori-teori tentang saat terjadinya kata sepakat, risiko, mengikatnya perjanjian, kesesatan dan sebagainya. Itu semuan berkaitan dengan hukum positif, tetapi jawabannya tidak dicari atau diketemukan dalam hukum positif.
Tujuan mempelajari teori hukum adalah pendalaman metodologis dalam memperlajari hukum dalam arti luas, agar memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan uraian yang lebih jelas tentang bahan-bahan yuridis. Sedangkan tujuan mempelajari ilmua hukum itu sendiri adalah menguasai the power of solving legal problem. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum ini meliputi kemampuan untuk membuktikan peristiwa konkret (demonstrating of fact). Merumuskan masalah hukum, yaitu mengubah peristiwa hukum konkret menjadi peristiwa hukum  (legal prolem identification), menetapkan atau memecahkan masalah hukum (legal problem solving), dan akhirnya mengambil keputusan (decision making).


BAB II
Kegiatan Manusia Dalam Hukum

Dulu, sekarang, bahkan, diwaktu mendatang, dan di manapun, manusia sejak dilahirkan sampai meninggal, naik itu yang mampu maupun yang tidak mampu, selalu mempunyai kepentingan, mempunyai tuntutan atau kebutuhan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Sewaktu masih bayi manusia membutuhkan air susu ibu, pakaian, kehangatan kasih saying ibu, beranjak besar butuh bermain-main dengan teman-temannya, kemudian memerlukan sekolah, selanjutnya memerlukan pekerjaan, menikah, sampai pada saat kematiaannya iya berkepentingan untuk dimakamkan. Manusia mempunyai kepentingan untuk hidup aman dan damai.
Dalam kenyataannya, kepentingan manusia selama ini selalu diganggu oleh pelbagai bahaya, yang merupakan kendala untuk dapat dilaksanakan atau dipenuhinya harapannya.
Alam sering mengganggu kepentingan manusia dalam bentuk gempa bumi, banjir, lumpur panas, tsunami, tanah longsor, angin rebut, dan sebagainya. Akan tetapi, ganguan atau bahay terhadap kepentingan manusia itu datangnya juga dari manusia sendiri ( homo homini lupus ; manusia yang satu adalah serigala bagi manusia yang lain);penipuan, tabrak lari, perselingkuhan, perzinaan, penculikan, pembunuhan, kekerasan, dan sebagainya.
Oleh karena kepentingan manusia selalu diganggu oleh bahaya di sekelilingnya, manusia menginginkan adanya perlindungan terhadap kepentingannya itu, jangan sampai selalu diganggu oleh pelbagai bahaya tersebut. Maka kemudian terciptalah perlindungan kepentingan berwujud kaidah social, termasuk didalamnya kaidah hukum.
Tatanan kaidah social dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; kaidah social dengan aspek kehidupan pribadi dan kaidah social dengan aspek kehidupan antar pribadi. Kaidah social dengan aspek pribadi meliputi kaidah agama dan kaidah kesusilaan, tujuan kaidah agama dan kaidah kesusilaan adalah agar manusia menjadi sempurna, agar tidak ada manusia yang menjadi jahat. Kaidah agama ditujukan kepada iman sedangkan kaidah kesusilaan ditujukan kepda akhlak manusia.

Bab III
Dogmatik Hukum

Menurut Maijers, dokmatik hukum adalah pengolahan atau penggarapan peraturan-peraturan atau asas-asas hukum secara ilmiah, semata-mata dengan bantuan logika (tidak hanya kegiatannya saja tetapi juga hasilnya). Bertitik tolak dari materi hukum, dogmatik hukum berusaha tanpa menggunakan pengetahuan empiris menyempurnakan hukum dan ilmu hukum menurut bentuk dan isi. Kegiatan dogmatik hukum itu meliputi konstruksi, definisi, dan pengembangan dealektis.
Dengan demikian dogmatik hukum merupakan kegiatan ilmiah untuk mempelajari suatu tatanan hukum positif tertentu dengan mengonsentrasi diri pada norma-norma hukum positif tertentu, dan melepaskan diri dari system-sistem lainnya tanpa menggunakan pengetahuan empiris.
Menurut Freeman (dalam McLeod, 1999;3), dogmatik hukum “involves the study of general theoretical questions about the nature of law and legal systems, about the relationship of law to justice and morality and about the social nature of law”.
Dogmatik hukum adalah cabang ilmu hukum yang mengguraikan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama dalam waktu tertentu dari sudut pandang normatife, demikian ini menurut Gijssels.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dogmatik hukum adlah cabang ilmu hukum yang mempelajari hukum positif (hukum yang tertulis dan tidak tertulis) serta penyelesaian atau pemecahan masalah-masalah hukum (yurisprudensi). Pendekatannya selalu dihubungkan dengan hukum positif yang berlaku. Oleh karena itu, analisis atau pemecahannya tidak lepas dari hukum positif. Jawabannya hanya dapat ditemukan dalam hukum positif.
Para sarjana hukum Romawi member definisi ajaran hukum, ilmu hukum, atau dogmatic hukum sebagai “seni tentang yang baik dak patut” (ars boni et aequi) dan bukan merupakan ilmu, melainkan lebih merupakan hasil gemilang dari seni palaksanaan hukum (v.Apeldoorn, 1954;126).
Ahli hukum dogmatic  atau dogmatik menyibukkan diri dengan membuat definisi dan memperhalus khasanah pengertian-pengertian yang digunakannya atau menyusun putusan-putusan secara sitematis yang menunjukkan perkembangan tertentu dan menerapkannya dalam kerangka yang dibentuk oleh sitem hukum tertentu.
Mereka memberi penyelesaian terhadap peristiwa yang tidak diatur dalam undang-undang dan mencoba mendestilasi dan merumuskan asas-asas yang merupakan dasar system hukum. Dengan cara ini dogmatik hukum dapat member pandangan-pandangan baru kepada hakim dan pembentuk undang-undang.
Dogmatik hukum termasuk disiplin hukum. Disiplin hukum meliputi Filsafat hukum, Politik hukum, Teori hukum, dan dogmatik hukum, serta ilmu hukum empiris. Filsafat hukum umumnya bertanya ; “mengapa sesuatu itu seperti apa adanya dan tidak sebaliknya?” sifat filsafat hukum adalah reflektif-spekulatif, sedangkan kegiatannya merupakan perenungan dan perumusan nilai. Politik hukum bertanya,”bagaimanakah mengubah keadaan?” sifatnya adalah eksploitatif (mendayagukan). Teori hukum membawa pesan;”demikian adanya” sifatnya analitis,interdisipliner, eksplikatif dan kegiatannya menyelesaikan maslah secara konkret, sedangkan dogmatik hukum berpesan;”demikianlah seyogianya (seharusnya) anda berbuat” dan sifatnya adalah sintesis,sistematis, logis dan kegiatannya menyelesaikan masalah dengan yuridis.
Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia dan masyarakat, dan bertujuan untuk menciptakan ketertiban tatanan di dalam masyarakat serta bertugas mengatur hubungan antarperorangan di dalam masyarakat.

Bab IV
Filsafat Hukum

Friedmann mengatakan bahwa semua teori hukum harus berisikan unsure-unsur filsafat, yang berarti harus lebih bersifat teoritis/abstrak daripada dogmatik hukum. Karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang teori hukum, maka penting untuk menguraikan tentang filsafat dan filsafat hukum.
Kata filsafat berasal dari kata philosophia yang terdiri dari kata philein ; cinta dan sophos ;hikmah atau kebijaksanaan. Jadi arti philosophia adalah cinta akan kebijaksanaan. Orang yang bijak dianggap selalu berfikir secara mendalam lebih dulu sebelum bertindak.
Filsafat pada dasarnya ialah cara berpikir menurut logika dengan bebas sedalam-dalamnya sampai kedasar persoalan. Seorang filosof adalah orang yang hanya memikirkan secara tekun dan mendalam tentang hakekat segala sesuatu yang ada.
Mengacu pada definisi filsafat tersebut, maka filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya sampai pada akar-akarnya dalam sifatnya yang umum mengenai segala sesuatu. Filsafat hukum menanyakan tentang hakikat hukum berdasarkan atas refleksi yang tidak dapat diuji secara empiris, tetapi harus memenuhi persyaratan rasional tertentu dan tersusun secara logis; suatu refleksi atas dasar-dasar kenyataan yuridis, suatu bentuk berpikir sistematis yang hanya puas dengan yang dihasilkan secara sistematis dan mencari hubungan yang direfleksikan secara teoritis, yang gejala hukum dapat dipahami dan dapat dipikirkan.
Yang ditanyakan oleh filsafat hukum adalah apa hukum itu, dulu, sekarang, yang akan dating, di sini, dan di mana-mana. Filsafat hukum menanyakan tenntang asal dan tujuan hukum, tentang kekuatan mengikatnya hukum, tentang keadilan secara mendalam.
Bab V
Teori Hukum

Teori hukum bukanlah filsfat hukum dan bukan pula ilmu hukum dogmatic atau dokmatik hukum. Hal ini bukan berarti teori hukum tidak filosofis atau tidak berorientasi pada ilmu hukum dogmatic ; teori hukum ada di antaranya. Teori hukum dapat lebih mudah digambarkan sebagai teori-teori dengan pelbagai sifat mengenai obyek, abstraksi, tingkatan refleksi, dan fungsinya.
Menurut Finch “legal theory involves a study of characteristic features essential to law an common to legal systems. One of its chief objects is analysis of the basic elements of law which make it law and distinguish it from other forms of rules and standards. Its aims to distinguish law from systems of order which cannot be (or are not normaly) described as legal systems, and from other social phenomena. It has not proved possible to reach a final and dogmatic answer to the question ‘what is law?’”.
Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara tersendiri dan dalam keseluruhannya secara interdisipliner, yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih jelas, dan lebih mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan.
Dogmatik hukum sifatnya menjelaskan secara yuridis/konkret hukum positif. Sebaliknya teori hukum menganalisis atau membahas secara teoritis/kritis, bukan dengan menunjuk pada hukum positif atau peraturan perundang-undangan, tetapi menjawab secara argumentative dengan penalaran secara teoritis serta kritis. Pertanyaan “apa hak itu?” tidak dijawab dengan menunjuk pada hukum positif karena tidak diatur dalam hukum positif, sehingga harus dijawab dengan penaaran secara teoritis dan kritis. “hak adalah hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum, hubungan hukum yang wajib dihormati oleh setiap orang”.