RESUME TEORI HUKUM

TEORI HUKUM
Resume Buku Dengan Judul “Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan Mebuka Kembali”), Pengarang Prof. Dr. H.R. Otje Salman., SH dan Anthon F. Susanto, SH., M.Hum, Tahun terbit 2013, Penerbit PT. Refika Aditama. Peresume FENDI PRASETYO KURNIAWAN, SH Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.
Apa hukum itu? Beberapa pemikir telah menempatkan pertanyaan ini sebagai kerangka filosofis di dalam banyak karya mereka. Perlu cara untuk memandu seseorang agar memperoleh gambaran yang jelas apa hukum itu. Nietzsche menyebutnya inilah ‘the art of mistrus’t, yaitu sikap menolak perspektif resmi. Filsafat dan teori hukum lazimnya mengajukan dan menjawab pertanyaan (abstrak) seperti demikian, misalnya apakah arti hukum? Apakah dasar dari peraturan-peraturan hukum? Bagaimana hakim memutus banyak kasus? Apakah pengadilan itu? Bagaimana hubungan hukum dan fenomena sosial seperti kebudayaan ideologi, aktivitas ekonomi dan negara? Bagaimanapun pertanyaan yang diajukan memiliki latar belakang dan tujuan tertentu. Bahkan menjadi pembenar argumentasi keilmuan. 

Keragaman tidak harus membingungkan, paling tidak menurut perspektif tulisan ini, karena pada dasarnya argumentasi tertentu bertolak dari cara berpikir yang tidak seragam, dilatar belakangi oleh pendidikan dan kehidupan sehar-hari yang berbeda pula. Dilihat dari perkembangan aliran pemikiran (hukum), suatu aliran pemikiran akan bergantung pada aliran lainnya, sebagai sandaran kritik untuk membangun kerangka teoritik berikutnya. Positivisme hukum lahir sebagai sebuah dialektika, atau sebagai tesis atas standar keilmuan sebelumnya yakni univesalitas hukum alam. Sulit untuk meramu seluruh ide yang berkembang dalam hukum, karena dua alasan; pertama, hukum adalah objek kajian yang masih harus dikonstruksi (dibangun) sebagaimana kaum konstruktivis menjelaskan, diciptakan menurut istilah positivistik, atau menggunakan bahasa kaum hermenian “ditafsirkan”. Kedua, satu pemikiran (aliran tertentu) akan memiliki latar belakang/sudut pandang yang berbeda dengan aliran (pemikiran) lain.
Dicey menjelaskan, kaitan hukum dengan opini publik sebagaimana dikatakan, hukum harus dilaksanakan atas dasar kekuatan opini. Gagasan ini telah mengimbangi hegemoni penafsiran hukum yang selalu ada pada wilayah steril. Bisa jadi kekuatan opini akan berpusat pada beberapa orang yang selalu memiliki kekuasaan, uang, dan kesempatan. Kata ‘hukum’ digunakan banyak orang dalam cara yang sangat umum, sehingga mencakup seluruh pengalaman hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Hukum yang digunakan dalam permainan bahasa yang berbeda akan mengacu pada beberapa di antara ciri-ciri ini (kalaupun secara keseluruhan sangat jarang terjadi). Permainan yang terdiri dari perbedaan pendapat mengenai penggunaan suatu istilah, akan lebih lazim dimana seseorang mencoba menggunakan “hukum” untuk mengacu hanya pada sekelompok kecil di antara mereka.

Seorang ilmuwan sekaligus teolog Huston Smith, dalam bukunya yang berjudul Why Religion Matters; The Fate of The Human Spirit in an age of Disbelief, telah menempatkan hukum di dalam sebuah metafor terowongan modernis yang disebutnya dengan terowongan sains. Ketika seorang teolog-saintist menempatkan hukum sebagai salah satu dinding terowongan modernitasnya, ini mengundang pertanyaan, dan jawabannya bukan karena alasan yang dikemukakan olehnya bahwa: pertama, hukum merupakan keputusan penting yang selalu berubah dan memiliki keterkaitan dengan persoalan jiwa (ruhani) manusia. Kedua, begitu beragamnya doktrin konstitusional sehingga perlunya perlindungan berbagai kepentingan religius.
Hukum sebagai bagian dari jaringan (dalam) ilmu pengetahuan, maka syarat keilmuan harus melekat di dalamnya, tidak hanya itu sebagai jaringan ruang komunikasi harus terbuka sedemikian rupa, sehingga hukum dapat memecahkan problem bersifat lintas disiplin. Network (jaringan) memberikan paling tidak suatu kesepakatan tentang kumpulan prinsip-prinsip abstrak dalam ilmu meski tidak menuju kekesatuan konseptual, batas-batas wilayah ilmu menjadi semakin menghilang.
Dalam tataran yang ekstrim hukum tidak memiliki kemampuan melakukan sistesis ragam pendekatan. Sehingga analisis berakhir kepada apa yang disebut sebagai “dominasi wilayah yang sempit” yaitu klaim bahwa analisis yuridis adalah wilayah aturan, atau paling jauh kekuatan hukum hanya nampak pada prosedur dan formalisme. Sebagai wilayah yang terbuka, hukum menjadi domainbagi telaah disiplin lain (multi). Sistem pengajaran akan mengalami perombakan besar-besaran, karena secara filosofis dan metodologis secara hukum mengalami perubahan dari tatanan yang steril menjadi tatanan multi (pluralis) kultural.

BAB II TEORI –APAKAH ITU?
Terdapat pemahaman bahwa istilah teori bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan, tetapi sebagai sesuatuyang seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila terkait dengan kata yang menjadi padanannya, misalnya, teori ekonomi, teori sosial, teori hukum dan lain-lain. Sehingga kata yang menjadi padanannya menjadi (seolah-olah) lebih bermakna ketimbang istilah/makna teori itu sendiri. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dari kata dasar thea ini pula datang kata modern “teater” yang berarti “pertunjukan” atau “tontonan”. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris, juga simbolis.
Soetandyo Wignjosoebroto menjelaskan, bahwa selalu saja timbul perdebatan yang sengit apabila membicarakan mengenai makna realitas. Tidak hanya menyangkut persoalan ontologis saja, yaitu tatkala orang bersoal-jawab tentang ikhwal hakekat kebenaran asli (original), sejati dan yang dikatakan pula bersifat mutlak tersebut. Kata “teori” pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak seperti dalam kehidupan sehari-hari. Mislanya menurut kamus Concise Oxford Dictionary sebagai suatu indikator dari makna sehari-hari “anggapan yang menjelaskan tentang sesuatu, khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip independen suatu fenomena dan lain-lain yang perlu dijelaskan.
Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. Secara umum, ada tiga tipe teori formal, substantif dan positif.
a.    Teori Formal adalah yang paling inklusif. Teori formal mencoba menghasilkan suatu skema konsep dan pernyataan dalam masyarakat atau interaksi keseluruhan manusia yang dapat dijelaskan (diterangkan).
b.    Teori substantif, sebaliknya kurang inklusif. Teori ini mencoba untuk menjelaskan secara keseluruhan tetapi lebih kepada menjelaskan hal yang khusus, mislanya saja tentang hak pekerja, dominasi politik, tentang kelas, komitmen agama atau perilaku yang menyimpang.
c.    Teori Positivistik. Teori ini mencoba untuk menjelaskan hubungan empiris antara variabel dengan menunjukkan bahwa variabel-variabel itu dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan teoritis yang lebih abstrak.
Sebagaimana diuraikan diatas istilah teori senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas. Berbicara realitas, seringkali membingungkan meski pada waktu yang bersamaan mengasyikkan. Pada dasarnya realitas selalu menampakkan dirinya dalam wujud yang berbeda-beda. Realitas merupakan pokok bahasan yang banyak dibincangkan, baik dalam ranah filsafati ataupun ilmu. Debat mengenai realitas sudah terjadi sejak lama, misalnya antara pemikiran zaman yunani kuno (socrates atau plato, grotius dll) dengan alam pemikiran modern (misalnya aliran pemikiran positivistik dari comte, durkheim). Juga pemikiran rasionalis-idealis semacam hegel dan kant, pemikiran Eksistensialis, kierkeegaard, sartre, camus, dengan pemikiran post modernis seperti focault, derrida, dan baudrillard.
Apabila ditelaah secara historis, paling tidak realitas dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sebagai berikut: pertama, dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas akal budi (ide, gagasan, esensi). Pemikiran ini menguasai betul mereka yang berada dibawah payung pemikiran idealisme, misalkan plato, pada masa yunani kuno, dan idealisme lebih modern seperti hegel. Kedua, yaitu bahwa realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat aktual, nyata, ada dan objektif, yang hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra. Pandangan yang berada di bawah payung pemikiran empirisme seperti bacon, atau seorang sosiolog positivistik seperti durkheim.
Dalam pandangan alam pengalaman, teori ilmiah ditarik secara ketat dari fakta (di alam pengalaman) yang diperoleh melalui teknik observasi dan atau ekperimen. Teori didasarkan kepada sesuatu yang dapat dicermati melalui indra. Pandangan yang bersifat dugaan spekulatif tidak memiliki tempat di dalam prinsip ini.
Bagi pandangan Deduktif-Hipotesis, teori tidaklah sesuatu yang begitu saja dapat diambil dari hasil pengamatan (observasi), tetapi lebih jauh dari pada itu pandangan ini menyatakan pentingnya penarikan hipotesis. Hipotesis, menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Hipotesis dapat menolong memberikan lamaran dan menemukan fakta baru.
Sedangkan pandangan imre lakatos, seseorang yang menjelaskan tentang usaha menganalisis teori-teori sebagai struktur terorganisasi. Makna suatu konsep memiliki ketergantungan pada struktur teori yang melahirkannya, dan ketergantungan ketaatan suatu konsep bisa memperoleh maknanya. Perumusan yang lebih layak seyogianya memandang teori sebagai suatu struktur yang utuh.
Bagi Thomas Kuhn pandangan tradisional tentang ilmu baik induktivis atau falsifikasionis semuanya tidak mampu bertahan dalam sejarah. Sejak saat itu teori kuhn tentang ilmu kemudian dikembangkan sebagai usaha untuk menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana dilihat oleh kuhn.
Sedangkan gagasan Feyerabend, sering disebut sebagai teori anarkisme epistemelogis. Menurut Feyerabend dalam epistemologi terdapat bentuk anarkisme yang berusaha mempertahankan kemapanan sekaligus menyingkirkan kemapanan. Ia bukan hanya tidak punya program, tetapi anti program. Ia pembela status quo sekaligus anti status quo. Hal itu ditempatkan untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternatif.
                               
BAB III TEORI HUKUM
Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang kita pahami dengan hukum positif. Ada kajian filosofis di dalam teori hukum sebagaimana dikatakan oleh Radbruch bahwa, tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada nilai filosofisnya yang tinggi. Kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari ketiga jenis sistem hukum (sumber dasar, kandungan dasar, atau fungsi dasar). Setiap aliran dalam ilmu hukum menawarkan berbagai teori hukum yang berbeda, biasanya bertentangan dengan teori lain.
Ada pandangan yang mengatakan bahwa teori hukum harus selalu sistematis dan teratur. Teori hukum juga dapat muncul dari situasi yang disebut keos, keserba-tidak-beraturan, atau situasi yang sistematis. Sehingga teori hukum haruslah muncul sebagai suatu model yang dis-order. Banyak teori hukum yang berasal dari sosiologi mikro menjelaskan persoalan ini, misalnya teori konflik, atau teori simbolik interaksi.
Donal Black menjelaskan ada dua model hukum, msekipun hal ini bukan berarti seolah-olah hukum dipilah sedemikian rupa, sehingga akan terlihat menjadi reduksionis. Black berharap bahwa pembagian ini dapat mempertajam wilayah analisis terhadap keragaman teori yang seringkali dipahami secara campur aduk, sehingga dengan wilayah itu menjadi jelas ada pada posisi mana apabila seseorang menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Ada dua model yang oleh Black disebut sebagai Jurisprudentie Model dan Sociological Model.
Dalam Jurisprudentie Model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan (aturan/rules). Rules sebagai produk ini menyebut, baik dalam bentuknya sebagai sistem aturan yang terkodifikasi atau tidak  (statutory/case). Menurut model ini hukum berlangsung ditata dan diatur oleh sesuatu yang disebut sebagai logic (logika sistem/hukum).hukum dilihat sebagai sesuatu yang bersifat mekanis dan mengatur dirinya sendiri melalui rules dan logika tadi. Oleh karena itu penyelesaian masalah pun lebih mengandalkan kemampuan logika tadi.
Sedangkan Sociological Model, fokus kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini tentu saja lebih kompleks dari sekedar hukum sebagai produk. Karena struktur sosial selalu memperhatikan atau memperlihatkan perubahan yang dramatis dan sulit diduga. Dengan menitik beratkan pada kajian yang lebih luas tadi maka prosesnyapun yang lebih diperhatikan adalah perilaku, inilah mengapa kajian dalam model ini sangat luas dan dramatis.
Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke Teori Hukum merupakan displin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait dengan ajaran hukum umum. Namun satu hal yang sangat fundamental menurut kedua pemikir itu, terjadinya proses evaluasi dari apa yang menjadi objek penelitian ajaran hukum umum,seperti isi aturan hukum dan pengertian-pengertian hukum atau konsep yuridik, menjadi suatu penelitian tentang struktur dan fungsi dari kaidah hukum dan sistem hukum, yaitu merupakan tema-tema penting objek penelitian teori hukum.
Sedangkan menurut Teori Hukum J.J.H. Bruggink adalah “seluruh pernyataan yang saling berkiatan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting di positifkan. Menurut Bruggink, definisi diatas memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yaitu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu dengan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Dalam arti proses, yaitu kegiatan teoritik tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritik bidang hukum sendiri.

BAB IV HUKUM SEBAGAI SISTEM
Gagasan sistem dalam ilmu tersebar luas, karena hampir menguasai konteks berfikir ilmuwan dalam segala bidang. Oleh krena itu persoalan ini lebih dulu dapatlah disebutkan tentang makna sistem itu sendiri. Bagi kebnayakan pemikir, sistem terkadang digambarkan dalam dua hal, pertama yaitu sistem sebagai suatu wujud atau entitas, yaitu sistem biasa dianggap sebagai suatu himpunan bagian yang saling berkaitan, yang membentuk satu keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupakan satu kesatuan. Kedua, sistem ini mempunyai makna metodologik yang dikenal dengan pengertian umum pendekatan sistem. Pada dasarnya pendekatan ini merupakan penerpan metode ilmiah di dalam usaha memecahkan masalah, atau menerapkan kebiasaan berpikir atau beranggapan bahwa ada banyak sebab terjadinya sesuatu, di dalam memandang atau menghadapi saling keterkaitan.
Pandangan hukum sebagai sistem adalah pandangan yang cukup tua, meski arti sistem dalam berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan juga tidak juga seragam. Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum yang mereka kemukakan di dalamnya terdapat suatu sistem. Tetapi mereka jarang sekali menunjukkan tuntutan teori mana saja yang diperlukan untuk membangun kualitas sistematis hukum untuk membangun kualitas sistematis hukum dan mana saja yang dpat memberikan deskripsi detil atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Menurut H.L.A Hart dalam Teorinya membagi hukum dalam 2 bagian yaitu Primery Rules dan Secondary Rules :
1.      Primery Rules (aturan utama) lebih menekankan kepada kewajiban manusia untuk bertindak atau tidak bertindak. Hal ini akan ditemukan dalam seluruh bentuk dari hukum (forms of law).
2.      Secondary Rules yang disebut juga dengan “aturan tentang aturan” (rules abaout rules) yang apabila dirinci meliputi pertama; aturan yang menetapkan psersisnya aturan mana yang dapat dianggap sah (rules of recognition), kedua; bagaimana dan oleh siapa dapat diubah (rules of change), ketiga; bagaimana dan oleh siapa dapat dikuatkan/dipaksa/ditegakkan (rules of adjudication). Apabila ditelaah lebih jauh maka rules of adjudication lebih efisien, sedangkan rules of change bersifat sedikit kaku, sedangkan rules of recognition bersifat reduksionis.

Ronald Dworkin merupakan salah satu pemikir hukum yang cukup penting khususnya berkaitan dengan pemikiran tentang Content Theory dalam hukum yang dibangunnya. Di dalam bukunya Law’s Empire, Dworkin menawarkan/menjelaskan teori sistematiknya sebagai konsepsi hukum yang dapa menyediakan suatu pertimbangan umum dari pejabat umum yang bersifat kursif, khususnya paksaan yang dikeluarkan hakim individual. Pertimbangan yang terbaik adalah apa yang diasumsikan, sejauh mungkin, bahwa hukum diciptakan oleh seseorang, masyarakat, merupakan ekpresi (menyatakan) semacam konsep kewajaran dan keadilan yang menyatu.
Bagi Dworkin sistem hukum memiliki beberapa karakteristik yaitu :
1.      Elemen/bagian (elements)
2.      Hubungan (relation)
3.      Struktur (structure)
4.      Penyatuan (wholeness)

Anthony Allots melihat hukum dari perspektif yang lain, khususnya berkaitan dengan apa yang disebutnya komunikasi dengan menjelaskan bahwa hukum sama dengan beberapa sistem komunikasi yang akan mengantarkan seseorang untuk selalu mempersoalkan hal sebagai berikut :
a.       Siapa yang berkomunikasi?
b.      Untuk apa?
c.       Apakah metode komunikasi?
d.      Apa isi dari komunikasi itu?
e.       Bagaimana pesan itu?
f.       Apakah tujuan pesan itu?
g.      Apakah yang menjadi halangan melakukan komunikasi?
h.      Bagaiman sistem komunikasi dapet dikembangkandan diadaptasikan?
Namun demikian Allots memiliki pandangan kategoris tersendiri tentang apakah hukum itu sebagai suatu sistem atau bukan sebagaimana diungkapkannya :
“Hukum meliputi norma-norma, instruksi-instruksi dari proses. Norma mencakup aturan hukum, demikian juga prinsip-prinsip. Aturan mencakup aturan yang secara langsung mensyaratkan tingkah laku, dan aturan-aturan sekunder yang mengatur, pelaksanaan aturan-aturan pokok, dan fungsi lembaga-lembaga serta proses sistemnya termasuk peenambahan aturan.
Lembaga-lembaga meliputi fasilitas (hakim misalnya) untuk pelaksanaan proses dan aplikasi norma-normanya, undang-undang dan hubungan-hubungan diperkenalkan dan dikontrol oleh norma-norma, mislanya hubungan dimana norma-norma tersebut berlaku.
Proses hukum merupakan penjabaran norma-norma dan lembaga-lembaga dalam tindakan. Keputusan adalah hukum; pembuatan kontrak adalah bagian lain dari keputusan.

McCormick dan Weinberger menekankan variasi, dan cakupan unsur-unsur berdasarkan normayang mencakup aturan utama (primary rules), prinsip dan aturan sekunder (secondary rules), mereka juga mengindikasikan adanya cakupan hubungan di antara unsur-unsur yang mencakup alasan-alasan logis, kebenaran dan justifikasi. McCormick dan Weinberger menjelaskan pembentukan ke dalam suatu yang utuh sistematis harus dipahami sebagai rekontruksi rasional yang menyatakan maksud atau makna substansi dar