Disusun
Oleh
MOHD HADIDI
NIM 201420380211029
Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Malang
Latar Belakang. Good governance merupakan suatu pola pengelolaan pemerintah yang dapat mengakomodasi
peran masyarakat, khususnya
masyarakat di negara Demokrasi. Demikian
pula di Indonesia,
sangat perlu untuk melaksanakan good governance. Namun sangat disayangkan, pada kenyataanya secara umum masih banyak masyarakatIndonesia masih kurang mengerti tentang good governance maupun pedoman pemerintah dalam menyelenggaraan pemerintahan[1] .
Secara khusus masyarakat provinsi Aceh masih
banyak yang belum
mengerti mengenai good
governance dan prinsip-prinsip penyelenggaraanya.
Selanjutnya,
good governance adalah sebuah istilah
yang mulai populer sejak tahun 1980-an. Istilah
ini dimaksudkan sebagai upaya reformasi birokrasi, terutama pada
negara-negara berkembang, untuk
mengarahkan sebuah birokrasi yang bersih, berwibawah dan mendapatkan
kepercayaan rakyat. Indonesia mulai menanggapi konsep good governance
sejak tahun 1990 yang ditunjukan dengan semakin intenstnya pembicaraan
tentangnya lewat diskusi, penelitian dan seminar, baik dilingkungan pemerintah,
akademisi maupun pada dunia ekonomi dan bisnis.[2]
[1] Widi Nugraha Ningsih dan Indah Wahyu Utami(2014), “Mplementasi Good Governance Dengan
Dasar UU NO.32 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Kota Surakarta”.
Call for Papers Seminar Nasional Universitas Islam Bandung.Dipublikasikan di
www. Prosiding UNIBA.id.com Tahun 2014. Hal.-2-4
[2] Muhsin Nyak
Umar, Good Governance Dalam perspektif Hukum Islam, Call for Papers Guru Besar
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Hal 3-5.
Lebih
lanjut, keinginan untuk menciptakan tata kelolah pemerintahan yang baik (good
governance) merupakan cita-cita dunia internasional dalam hal ini salah
satunya negara kita Indonesia. Meskipun dalam
konteks lokalitas, implementasi tata kelola pemerintahan di
seluruh provinsi di Indonesia cenderung berbeda-beda. Namun kendatipun demikian
good governance sudah merupakan cita-cita bersama yang sejatinya harus
diterapkan pada setiap intitusi pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi
maupun di kabupaten kota.
Mengingat
banyaknya informasi dari media masa dan laporan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) beberapa tahun terakhir ini banyak penyelenggaraan pemerintahan tingkat
provinsi dan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sedang menurun tingkat
kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah di daerah bila diukur dari
banyaknya pejabat birokrasi pemerintah yang melanggar hukum.
Pelanggaran
tersebut diantanya banyaknya kepala daerah di Indonesia seperti Gubernur,
Walikota atau Bupati maupun oknum-oknum
pejabat pemerintah daerah yang tersandung kasus pelangaran hukum baik berupa
Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) serta pelanggaran hukum lainnya yang dapat
menggangu stabilitas pelayanan pemerintah di daerah. Sehingga penyelenggaraan
pemerintahan di daerah banyak yang tidak sesuai dengan undang-undang
penyelengraan pemerintahan yang baik dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip
good governance.[1]
Selain
itu, manfaat dari penulisan makalah ini diharapakan seluruh birokrasi pemerintahan
baik tingkat pusat sampai di daerah senantiasa meimplementasikan prinsip
prinsip pemerintahan yang baik sehingga apa yang ada dalam peraturan
perundang-undangan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Sebagaimana
daerah provinsi yang telah menerapkan prinsip-prinsip good governance
sesuai dengan prinsip Syari’at Islam di Indonesia diantaranya provinsi Aceh
yang merupakan satu-satunya kawasan daerah di Indonesia yang mempunyai
keistimewaan khusus untuk menerapkan Syari’at Islam ternyata implementasi prinsip-prinsip
good governance di Aceh sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di
disana. Salah satu contoh Syari’at Islam menghendaki negara atau daerah dan pemimpinnya
melaksanakan tugas dengan baik dan benar serta memegang teguh prinsip-prinsip good
governance.
Syari’at
Islam yang berlaku di Aceh disini menurut Qanun provinsi Aceh Nomor 11 Tahun
2002 adalah merupakan segala aturan yang ditentukan oleh Allah untuk para
hamba-hambanya baik yang berkenaan dengan masalah-masalah Aqidah, Syari’ah, dan
Muamalah. Disini ada hablum al minallah dan hablum minannas yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Maka
jika kita hubungkan dengan rinsip-prinsip good governance menurut Bintoro (2006) yang mengatakan bahwa good governance yang
berlaku saat ini mempunyai empat karakteristik sebagai prinsip dasarnya prinsip
tersebut adalah akuntabilitas, transparansi, profesionalisme,
dan penegakan hukum. Hal ini jika kita
sesuaikan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik menurut Syari’at
Islam yang berlaku di Aceh yaitu empat
prinsip yang di kemukakan tersebut dapat dapat disejajarkan dengan prinsip
pelaksanaan pemerintahan dalam Syari’at Islam yaitu Shiddiqk (benar), Amanah
(dapat di percaya), Fathanah (cerdas), dan Tabliq
(menyampaikan). Hal ini di provinsi Aceh
sudah di Implementasikan prinsip tersebut jauh sebelum undang-undang tentang
penerapan good governance di perlakukan, artinya prinsip-prinsip good
governance dalam mengelolah tata pemerintahan di daerah dapat di
komparasikan sesuai dengan hukum Islam
yang berlaku
Untuk
itu, dalam makalah ini penulis memcoba sedikit mendeskripsikan bagaimana
implementasi prinsip-prinsip good governance di Aceh menurut undang-undang Uo 32 Tanun 2014 Tentang Pengelolaan
pemerintahan di Daerah sesuai Qanun
provinsi Aceh No 11 Tahun 2002 tentang
pelaksanaan Syari’at Islam di tinjau dari politik hukum
Selanjutnya,
pembahasan makalah ini memfokuskan
bagaimana peran pemerintah daerah khususnya Gubernur sebagai penguasa di daerah
dalam mengimplementasikan
prinsip-prinsip good governance sesuai dengan syari’at Islam yang
berlaku di provinsi Aceh. Dengan harapan seluruh intitusi-intitusi pemerintahan
di provinsi Aceh dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance
sesuai dalam pasal 20 undang –undang Nomor 32 Tahun 2014 dan sesuai dengan
qanun nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan prinsip-prinsip Syari’at Islam di
provinsi Aceh
I.
Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana implementasi prinsip-prinsip good
governance menurut UU nomor 32 tahun 2004 sesuai qanun provinsi Aceh nomor 11
Tahun 2002 tentang pelaksanaan Syari’at Islam..?
2.2 Bagaimana peran pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at
Islam di Aceh..?
II.
Pembahasan
3.1 Implementasi
Prinsip-Prinsip Good Governance Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Sesuai Qanun
Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam.
Mengimplementasi prinsip-prinsip good governance
di daerah seluruh Indonesia tentunya tidak semudah membalik telapak tangan.
Namun butuh kerja keras semua pihak yang terlibat di dalamnya, hal ini termasuk
masyarakat untuk ikut andil dalam mendukung pelayanan pemerintahan daerah
yang baik.
Dalam undang-undang penyelenggaraan pemerintahan yang
baik di daerah sudah diatur dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.[2] Dimana
setiap daerah di Indonesia berkewajiban untuk mengelolah pemerintahannya
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan amanat perundang-undangan yaitu
penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus mengedepankan prinsip-prinsip good
governance berupa akuntabilitas, transparansi, profesionalisme, dan
penegakan hukum.
Hal ini setiap daerah di Indonesia tentu harus
mempunyai strategis bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di daerah berjalan
dengan baik dan sesuai dengan undang-undang serta dapat merespon keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik
yang lebih baik dari pemerintah. Maka
disinilah setiap daerah bisa menerapkan berbagai pendekatan dalam
mewujudkan pemerintahan daerah yang sesuai dengan kultur, budaya, dan agama,
serta nilai-nilai sosial yang berlaku pada setiap daerah tersebut.
Dalam makalah ini penulis menawarkan salah satu
strategis dari sekian banyak strategi yang lain yaitu bagaimana pemerintah
daerah mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance sesuai dengan
prinsip-prinsip Syri’at Islam. Studi ini berangkat dari penerapan prinsip-prinsip
good governance sesuai dengan Syari’at Islam yang berlaku di provinsi
Aceh.
Dalam konsep Syari’at Islam yang berlaku di Aceh
implementasi prinsip-prinsip good
governance dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam yang
berlaku disana sehingga pelaksanaanya terbukti efektif untuk dijalankan.
Diantara persamaan prinsip-prinsip good
governance dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam yaitu akuntabilitas,
transparansi, profesionalisme, dan penegakan hukum yang dalam hal ini jika disejajarkan atau di sesuaikan
dengan prinsip Syari’at Islam yaitu Siddiq
(benar), Amanah (dapat
dipercaya), Fathanah (cerdas), dan Tabliq (menyampaikan)
yang selama ini sebenarnya jauh sebelum
adanya undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tantang penyelenggaraan pemerintahan
daerah khususnya dalam implementasi prinsip-prinsip good governance di
pemerintah daerah provinsi Aceh sudah lama di terapkan.
Dalam penelitian disertasi Jailani (2012)[3]
penerapan prinsip-prinsip good governance di Pemerintah kota Banda Aceh
provinsi Aceh sesuai dengan Qanun Nomor 11 Tahun 2012 mengatakan bahwa
penerapan prinsip good governance sesuai dengan hukum Islam yang ada di
Aceh dapat di lihat sebagai berikut:
Prinsip good governance pertama proesionalisme
dimana setiap pejabat atau pegawai birokrasi yang bekerja di pemerintahan kota
Banda Aceh di tuntut untuk profesional yaitu bekerja dengan memiliki keahlian
di bidangnya atau dalam prinsip Syari’at
Islam disebut Fathanah yaitu cerdas,
mampu, atau menguasai yaitu
dengan kecerdasanya seseorang menjadi profesional yang dapat melihat peluang
dan memanfaatkan peluang dengan cepat dan tepat dan mampu memahami problematika yang ada di lembaganya
dan mampu mencari solusi atas problematika tersebut.
Selain itu, ia mampu bersifat berfikir positif (khusnuzhon),
menjaga hubungan baik dengan orang lain (silaturahmi), dan mampu
manajemen waktu serta tidak ingkar janji (selalu menepati janji). Bahkan
dalam prinsip Syari’at Islam
profesionalitas sangat di anjurkan kapada seluruh tenaga kerja baik di kantor
pemerintahan atau dimana saja, Syari’at Islam tidak perna mempertentangkan
profesionalisme dalam prinsip good governance ini mengingat
bekerja dengan baik dan benar menurut Islam adalah Ibadah.
Prinsip good governance yang kedua adalah akuntabilitas setiap pegawai di
pemerintah kota Banda Aceh wajib bisa
mempertanggung jawabkan semua hasil kerjanya baik kepada atasannya maupun
kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) atas semua program kerja pemerintah yang
telah di amanakan rakyat kepadanya dalam memenuhi kepentingan masyarakat.
Dalam Qanun Syari’at Islam prinsip good governance
ini dapat disejajarkan dengan prinsip
amanah yaitu sejajar karena keduanya
sama-sama harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan yang dilakukan bahkan
lebih lanjut, dalam prinsip good
govenance terkait akuntabiltas ini
hanya berupa pertanggung jawaban di alam
dunia ini, namun tidak demikian akuntabilitas
dalam Syari’at Islam harus dapat di pertanggung jawabkan di dunia
dan di akhirat yaitu di hadapan Allah SWT
kelak.
Selanjutnya, dalam buku Notodisuerjo yang di kutip
Jailani (2012) mengatakan Prinsip good governance yang
ketiga transparansi yaitu
keterbukaan atas semua tindakan atau kebijakan yang di ambil oleh
pemerintah.
Keterbukaan disini adalah mencakup semua aspek yang
menyangkut dengan kepentingan publik, mulai dari proses pengambilan keputusan,
punggunaan dana publik sampai pada tahapan evaluasi dan pertanggung jawaban
akhir sebuah jabatan atau amanah dari
rakyat. Transparansi dalam Syari’at Islam disamakan dengan sifat Tabliq
(menyampaikan) yaitu menyapaikan sesuatu dengan baik dan benar sebagaimana
pendapat Imam al Ghazali dalam bukunya Ihya
‘Ulum al Din sifat Tabliq itu adalah menyampaikan kebenaran atau
berbicara jujur (shidiqk) yang
mengandung perkataan yang baik dan benar.
Prinsip good governance yang keempat adalah
Supremasi Hukum (penegakan hukum) sangat berkaitan dengan keadilan artinya
hukum harus ditegakan secara jujur dan benar dan mempunyai tujuan yaitu
terpenuhinya asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemanfaatan. Karena
penempatan hukum secara tidak adil, korup, dan penuh kecurangan akan dapat
melukai dan mencederai rasa keadilan dalam masyarakat, penegakan hukum tidak
boleh seperti pedang yang hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Dalam Syari’at Islam prinsip penegakan hukum ini dapat sejalan dengan
amanah. Amanah adalah orang yang mempunyai sifat amanah harus jendrung
mempunyai sifat keadilan seperti dapat tercermin dari prilakunya dalam masyarakat yang selalu tunduk dan patuh
terhadap hukum yang berlaku, serta mempunyai akhlak (etika), dalam
setiap pergaulannya dalam masyarakat.
Dari publikasi hasil penelitian disertasi Jailani
diatas ia berkesimpulan bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance
di daerah dapat bersinergi dengan
pelaksanaan Syari’at Islam yang ada di Aceh. Artinya bagaimana implementasi
pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di daerah sesuai dengan
Syari’at Islam ternyata bisa kita terapkan sebagaimana yang telah di laksanakan
di provinsi Aceh yang memang kultur, budaya, dan masyarakatnya mepunyai nilai-nilai Islam yang kuat.
Hal inilah, penulis mangatakan bahwa Implementasi
prinsip-prinsip good governance dapat disesuaikan dengan kondisi kultur
budaya masyarakat dan kondisi sosial agama yang ada dalam suatu daerah. Namun
tidak tertutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia dapat
menerapkan pelayanan pemerintahan yang baik (good governance) seperti
yang diterapkan di pemerintah provinsi Aceh yang dapat mensinergikan dengan
nilai-nilai Syari’at Islam. Mengingat di Indonesia mayoritas penduduknya
beragama Islam. Maka sudah seharusnya undang-undang tentang penyelengaraan
pemerintahan dan pelayanan publik tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam
yang ada dalam masyarakat. Sehingga produk undang-undang yang akan di
implementasikan di Indonesia benar-benar merespon kebuthan masyarakat yang ada
di daerah.
2.3 Bagaimana
Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengimplementasikan Prinsip-Prinsip Good
Governance Sesuai Dengan Syari’at Islam di Aceh.
Peran pemerintah daerah dalam
mengengimplemementasikan prinsip-prinsip good governance di Aceh tentunya
pemerintah daerah harus terlebih dahulu mengidentifikasi apa faktor-faktor
penghambat dan pendorong implementasi prinsip-prinsip good governance sesuai
dengan syariat Islam di intitusi-intitusi pemerintahanya di Aceh.
Ternyata faktor-faktor
pendorong dan penghambat implementasi prinsip-prinsip good governance di
Aceh menurut Jailani (2012)[4]
jika kita melihat yang di terapkan di daerah provinsi Aceh adalah sebagai
berikut. Pertama faktor pendorong implementasi prinsip-prinsip good
governance di provinsi Aceh sesuai dengan Syari’at Islam yaitu :Faktor pendorong internal (dari dalam) seluruh apartur pemerintahan di
provinsi Aceh telah mendapat pembekalan tentang pelatihan pemahaman
prinsip-prinsip goood governance sesuai dengan Syari’at Islam yang
berlaku di sana, dimana pembekalan
tersebut diberikan oleh pemerintah Aceh kepada seluruh Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Aceh sebagai bekal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai birokrasi pemerintahan daerah yang melayani kepentingan
masyarakat.
Selain itu, untuk memacu
kinerja pegawai di pemerintahan
provinsi Aceh pihak pemerintah daerah dalam hal ini (Gubernur) akan memberikan
apresiasi bagi pegawainya yang mempunyai
kinerja bagus (berprestasi) yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dan sesuai dengan nilai-nilai
Syar’at Islam. Penghargaan ini bisa berupa kenaikan pangkat ataupun mendapat
promosi jabatan dengan ketentuan dan kriteria yang telah di tentukan.
Namun juga berlaku
sebaliknya bagi pegawai yang malas dan tidak disiplin akan di berikan sanksi.
Sehingga setiap enam bulan sekali pejabat birokrasi pemerintah di Aceh akan di
evaluasi kinerjanya oleh masyarakat lewat DPR maupun Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang ada di sana.
Sedangkan faktor
pendorong eksternal pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di
pemerintahan Aceh adalah adanya undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daaerah yang mewajibkan pemerintah di daerah untuk menerapkan
pemerintahan yang baik dan bersih sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance yaitu diantaranya akuntabilitas, transpransi, profesional, dan penegakan hukum.
Selain itu,
Qanun Syari’at Islam No 11 Tahun 2002
tentang penerapan Syari’at Islam juga
mewajibakan kepada seluruh masyarakat dan pemerintahan Aceh untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Syari’at Islam diantaranya sifat Sidiq
(benar dalam ucapan dan tindakan), Fatbliq (menyampaikan yang benar), Amanah
(dapat dipercaya), Fathanah (mempunyai kapasitas keilmuan) di
manapun berada termasuk dalam sistem birokrasi pemerintahan.
Sedangkan
faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip good govenance
di pemerintah provinsi Aceh adalah masih
banyak pegawai yang kurang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip good
governance sesuai dengan Syari’at Islam dalam pelayanan pemerintahan
terutama pelayanan publik.
Sedangkan tantangan
eksternalnya adalah kebijakan pemerintah tentang penerapan Syari’at Islam masih
dilaksanakan setangah hati. Maksudnya, di satu sisi Syari’at Islam harus
ditegakan, disisi yang lain dalam pelaksanaanya belum dibarengi dengan aturan
yang jelas, mengingat qanun khusus yang memabahas prinsip-prinsip good
govenance di Aceh belum ada dan hal
ini juga disebabkan terkait pembiayaan
yang terbatas, pola kesadaran yang masih minim, ataupun fasilitas sarana
perasarana dan kesejahtraan pegawai yang
masih kurang.
III.
Simpulan
Implementasi
prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at di Aceh Islam
bisa diterapkan pada pemerintahan daerah diseluruh Indonesia. Saalah satu
daerah yang sudah mengimplementasi prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam
adalah Provinsi Aceh. Prinsip-prinsip good governance sesuai dengan Syari’at Islam adalah dapat
dilihat adanya kesesuai aatara prinsip good
governance dan prinsip Syari’at
Islam yaitu penegakan hukum
sesuai dengan prinsip Syari’at Islam dalam bentuk amanah, transparansi sesuai
dengan tabliq, profesional sesuai dengan
Fathanah.
Peran
pemerintah daerah dalam mengimplementasikanprinsip-prinsip good governance bisa
dimulai dari mengindentifikasikan terlebih dahulu apa faktor penghambat dan
pendorong . Adapun faktor pendorong
implementasi prinsip-prinsip di daerah adalah faktor internal dan eksternal.
Faktor dorongan dan motifasi dari kepala daerah untuk mengelolah pelayanan
pemerintah dengan baik di daerah. Faktor eksternalnya adalah dorongan
undang-undang tentang pengelolaan pemerintah daerah sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance. Faktor penghambatnya adalah masih
kurang kesadaran birokrasi pemerintah di daerah dalam mengimplementasikan
prinsip-prinsip good governance yang baik dan benar sesuai dengan
Syari’at Islam.
Saran dari
penulis dalam makalah ini adalah Implementasi prinsip-prinsip good
governance di Aceh harus di terapkan keseluruhan jangan setengah-tengah. Pengelolaan
pemerintahan di daerah harus memegang teguh prinsip-prinsip good governance
sesuai dengan aturan undang-undang yang
telah ada dengan pendekatan nilai kultur, budaya, dan agama di daerah
masing-masing sehingga pelayanan pemerintahan di daerah berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka
Andi Bakti Faisal, Good Governance Dalam Islam:Gagasan dan Pengalaman
Dalam Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer Jakarta, Paramadina; 2005.
Ardiansah, Konsepsi Hukum
Islam Dalam Mewujudkan
Clean Governance dan
Good Governance Jakarta, Jurnal Hukum Republica, Vol. 5, No. 1 2005.
Jailani, Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di Daerah
(Studi Implementasi Menurut Perspektif Syari’at Islam Tentang Penerapan
prinsip-Prinsip Good Governance Di Kota Banda Aceh Sesuai Qanun Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2012. Kota Malang: Publikasi Disertasi
Ujian Terbuka Tahap II Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang; 2012.
Mohd Hadidi, S.Sy. Implementasi Good Governance
di Daerah Sesuai Syari’at Islam. Prosiding
SENTIA15 POLINEMA Malang 2015;Volume 7.285:51–2347.
Muhsin Nyak Umar, Good Governance Dalam perspektif Hukum
Islam, Call for Papers Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN
Ar-Raniry Banda Aceh; 2010.
Qanun
Nangroe Aceh Darussalam, Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Tantang
Penerapan Syari’at Islam bidang Akidah, Ibadah, dan Muamalah di provinsi Aceh.
Di undangkan di Banda Aceh Desember 2002. Di akses lewat file Pdf di
Website
Website Resmi Sekretariat DPRA Provinsi Aceh http://dpra.acehprov.go.id/ di akses
pada Senin tanggal 13 Juni 2015.
Undang-undang (2004):”Dalam Pasal 20
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang PenyelenggaraanPemepemerintah Daerah,”. Diundangkan di Jakaerta Tahun
20014. Diakses lewat file Pdf http://www.setneg.go.id di akses pada hari Senin 13 Juni 2015.
Teguh
Ambar Sulistiayani, Memahami Good Gavermance dalam Persepektif Sumber Daya
Manusi. Edisi Cet II Yogyakarta, Gava Media; 2004.
Islamy, Prinsip-prinsip
Perumusan KebijakanNegara. Ed.2,Cet.11,Jakarta Bumi Aksara; 2002.
Lembaga Administrasi Negara, Akuntabilitas dan
Good Governance, Modul Sosialisasi
Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP). Jakarta; 2002.
Syakrani dan Syahriani, Implementasi Otonomi Daerah
Dalam Perspektif Good Governace.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar ;2009.
Joko Widodo, Good Governance: Telaah dari Dimensi
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi
pada Era Desentralisasi dan Otonomi
Daerah, Surabaya: Insan
Cendekiawan; 2001.
[1] Mohd Hadidi. Implementasi Good Governance di Daerah Sesuai Syari’at
Islam. Prosiding SENTIA15 POLINEMA Malang
2015;Volume 7.285:51–2347.
[2] Undang-undang (2004):”Dalam Pasal 20
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PenyelenggaraanPemepemerintah
Daerah,”. Diundangkan di Jakaerta Tahun 20014. Diakses lewat file Pdf http://www.setneg.go.id di akses
pada hari Senin 13 Juni 2015.
[3]
Jailani. (2012):”Penerapan
prinsip-Prinsip Good Governance Di Daerah (Studi Implementasi Menurut
Perspektif Syari’at Islam Tentang Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di
Kota Banda Aceh Sesuai Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun
2012,” Kota Malang: Publikasi Disertasi Ujian Terbuka Tahap II Program
Pascasarjana Universitas Merdeka Malang.Hal-8-12.
[4]
. Jailani (2012), Penerapan
prinsip-Prinsip Good Governance Di Daerah (Studi Implementasi Menurut
Perspektif Syari’at Islam Tentang Penerapan prinsip-Prinsip Good Governance Di
Kota Banda Aceh Sesuai Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun
2012. Kota Malang: Publikasi Disertasi Ujian Terbuka Tahap II Program
Pascasarjana Universitas Merdeka Malang;. Hal 20.