Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah: Apa latar belakang penghapusan pidana bagi pejabat negara penerima
gratifikasi yang melaporkan diri kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) dalam Pasal 12 C Undang-Undang No.20/2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi. Selanjutnya bagaimanakah perspektif hukum pidana Islam terhadap gratifikasi
dan penghapusan pidana bagi pejabat negara penerima gratifikasi yang melaporkan
diri kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
Mengingat dalam Pasal 12 C
Undang-Undang No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi? Metodologi penelitian
yang digunakan ialah berupa Jenis penelitian literatur/kepustakaan (library
research) atau penelitian hukum doktrinal (doctrinal research), atau dinamakan
penelitian hukum doktrinal, yakni suatu penelitian hukum yang dikerjakan dengan
tujuan menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku. Sumber data:
a. Data primer, merupakan literatur yang langsung berhubungan dengan
permasalahan penulisan, yaitu Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 12 C.
Pengjuiannya berupa sumber data sekunder, yaitu
sumber data yang berupa buku-buku, majalah atau artikel-artikel yang dapat
mendukung penulisan skripsi ini. (3) Metode analisis data yang digunakan antara
lain: a. Metode deskriptif-analitis, yakni dengan cara menguraikan dan
menganalisis data yang diteliti dengan untuk kemudian diperoleh suatu kesimpulan.
b. Metode content analisis (analisis isi) melalui proses mengkaji data yang
diteliti dan c. Metode komparasi, yakni mengkomparasikan ketentuan gratifikasi
dalam hukum positif dan hukum Islam.
Kesimpulan Penghapusan Pidana bagi Pejabat Negara Penerima Gratifikasi yang melaporkan
diri kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pada Pasal 12 C UU
20/2001 berarti penghapusan sifat melawan hukum materiil berwujud prosedur
administrasi ketika melapor di Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK). (2) Perspektif Hukum Islam terhadap Gratifikasi dan Penghapusan Pidana
bagi Pejabat Negara Penerima Gratifikasi berpijak pada kaidah ushuliyah bahwa
jalb al-masholih wa dar al-mafasid atau mengambil kemanfaatan atau mashlahat
dan menolak segala mafsadat atau kerusakan/kemadlaratan menjadi dasar patokan
bahwa penerima gratifikasi yang melapor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) itu guna mengambil manfaat, yakni agar tidak menimbulkan perbuatan
korupsi dan gratifikasi yang lebih besar lagi dan merugikan negara.