Ditulis Oleh Muhammad Hadidi, MH |
Norma adalah suatu pernyataan tentang realitas dikatakan benar, karena
pernyataan tersebut berhubungan dengan realitas atau karena pengalaman kita
menunjukkan kesesuaian dengan relitas tersebut. Suatu norma adalah bukan
pernyataan tentang realitas sehingga tidak dapat dikatakan benar atau salah
dengan ukuran realitas. Validitas norma tidak karena keberlakuannya. Pertanyaan
mengapa sesuatu seharusnya terjadi tidak pernah dapat dijawab dengan penekanan
pada akibat bahwa sesuatu harus terjadi, tetapi hanya oleh penekanan bahwa sesuatu
seharusnya terjadi.[1]
Norma
adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannnya
dengan sesamanya atau dengan lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahsa
latin, atau kaidah dalam bahasa arab, dan sering juga disebut pedoman, patokan,
atau aturan dalam bahasa Indonesia.[2]
Suatu
norma itu baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma itu
pada dasarnya mengatur tatacara bertingkah laku
seseorang terhadap orang lain, atau terhadap lingkungannya. Setiap norma
itu mengandung suruhan-suruhan yang di dalam bahasa
asingnya disebut dengan das Sollen (ought to be/ought to do).[3]Norma hukum itu dapat
dibentuk secara tertulis ataupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang
berwenang yang membentuknya, sedangkan norma moral. adat, agama, dan lainnya
terjadi secara tidak tertulis, tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan
yang ada dalam masyarakat.[4]
1.
Norma Superior Dan Norma Inferior
Analisis
hukum, yang menyingkap karakter dinamis dari sistem normatif dan fungsi norma
dasar, juga menunjukan kekhususan lebih lanjut dari hukum, yaitu: Hukum
mengatur kriterianya sendiri sepanjang suatu norma hukum menentukan cara norma
lain dibuat, dan juga isi dari norma tersebut. Sejak suatu norma hukum adalah
valid karena dibuat dengan cara yang ditentukan oleh norma hukum lain, maka
norma terakhir merupakan alasan validitas yang pertama.[5]
Hubungan
antara norma yang mengatur pembuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat
disebut sebagai hubungan super dan sub-ordinasi dalam konteks spasial. Norma
yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang
dibuat adalah inferior. Tata Hukum, khususnya sebagai personifikasi negara
bukan merupakan sistem norma yang dikoordinasikan satu dengan yang lainnya,
tetapi suatu hirarki dari norma-norma yang memiliki level berbeda. Kesatuan
norma ini disusun oleh fakta bahwa pembuatan norma, yang lebih rendah,
ditentukan oleh norma lain, yang lebih tinggi. Pembuatan yang ditentukan oleh
norma yang paling tinggi menjadi alasan utama validitas keseluruhan tata hukum
yang membentuk kesatuan.[6]
2.
Norma Statis Dan Dinamis
Hans
Kelsen mengemukakan adanya dua system norma, yaitu system norma statis (nomostatics) dan system norma dinamik (nomodynamics). Norma statis adalah
system yang melihat pada isi suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik
menjadi norma khusus, atau norma khusus
itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum. Contoh dari norma statis adalah: Dari suatu norma umum yang
menyatakana “hendaknya engkau menghormati orang tua “dapat ditarik/dirinci
norma khusus, seperti kita wajib membantunya kalau orang tua itu dalam keadaan
susah, kita harus merawatnya kalau sedang sakit.
Sistem
norma yang dinamik adalah suatu system norma yang melihat pada berlakunya suatu
norma dari cara pembentukannya dan penghapusannya. Menurut hans kelsen, norma
itu berjenjang jenjang dan berlapis-lapis dalam susunan yang hierarkis, dimana
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya pada akhirnya ‘regressus’ ini berhenti pada norma yang paling tinggi yang disebut
norma dasar (grundnorm) yang tidak
dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya.
Norma
dasar atau biasa yang disebut grundnorm, basicnorm, atau fundamentalnorm ini
merupakan norma yang tertinggi yang berlakunya tidak berdasar dan tidak
bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi, tetapi berlaku secara presupposed,
yaitu lebih dahulu ditetapkan oleh masyarakat.[7]
3. Norma Hukum Vertikal Dan
Horizontal
Dinamika norma hukum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dinamika norma hukum yang vertikal dan
dinamika norma hukum yang horizontal. Dinamika norma hukum vertikal adalah
dinamika yang berjenjang dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas: dalam
dinamika yang vertikal ini norma hukum itu berlaku, berdasar, dan bersumber,
pada norma hukum di atasnya, norma hukum di atasnaya berlaku, berdasar, dan
bersumber pada norma hukum yang atasnya lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma hukum yang menjadi dasar norma hukum di bawahnya.
Dinamika norma hukum
vertikal ini dapat dilihat dalam tata susunan norma hukum, yang ada di negara
Republik Indonesia: Pancasila sebagai norma dasar negara merupakan sumber dan
dasar bagi terbentuknya norma-norma hukum dalam
Batang Tubuh Undang Undang Dasar 1945, dan seterusnya. Dalam dinamika
norma hukum horizontal, suatu norma hukum itu bergeraknya tidak ke atas atau
tidak ke bawah, tetapi ke samping. Dinamika norma horizontal ini tidak
membentuk norma hukum baru akan tetapi
tapi bergerak ke samping karena adanya suatu analogi. Contoh pencurian
listrik. Listrik bukanlah suatu benda, tetapi dapat ditafsirkan secara analogi
menjadi benda.[8]
4.
Norma Hukum Umum dan Individual
Norma hukum dari segi
alamat yang dituju (addressat) dapat
dibedakan antara norma hulkum umum dan individual. Norma hukum umum adalah
suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak dan tidak tertentu. Norma
hukum umum sering dirumuskan dengan ‘Barang siapa….’, atau ‘Setiap orang….’,
ataupun ‘Setiap warga negara….’ dan sebagainya sesuai dengan addressat yang dituju. Norma hukum
individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan (addressatnya) pada seseorang, beberapa
orang, atau banyak orang yang telah tertentu sehingga norma hukum yang
individual ini biasanya dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut:[9] Misalnya: Muhammad Hadidi Bin Mansyurdin bertempat tinggal di Jl.
Raya Tlogomas Kota Malang Jawa Timur.
5.
Norma Hukum Abstrak dan Kongkret
Norma hukum abstrak
adalah suatu norma hukum, yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada
batasnya dalam arti tidak kongkret. Norma hukum abstrak merumuskan suatu perbuaan secara abstrak, misalnya
mencuri, membunuh, menebang pohon, dan sebagainya. Sedangkan norma hukum
kongkret adalah melihat perbuatan seseorang lebih nyata.[10]
6. Norma Hukum Einmahlig
Dan Dauerhaftig
Norma hukum Einmahlig adalah norma hukum yang
berlakunya hanya satu kali dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya
menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan ini norma hukum tersebut
selesai. Contohnya adalah penetapan seseorang menjadi pegawai. Sedangkan norma hukum Dauerhaftig adalah norma hukum yang
berlaku secara terus menerus sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan
peraturan yang baru.
Dari pembatasan
norma-norma tersebut yang membedakan antara norma hukum umum-individual, norma
hukum abstrak– kongkret, serta norma hukum yang satu kali selesai, berlaku
terus menerus, maka norma hukum yang termasuk dalam suatu peraturan
perundang-undangan adalah suatu norma hukum yang bersifat umum-abstrak dan
berlaku terus menerus, sedangkan norma hukum yang bersifat individual kongkret
dan sekali selesai merupakan keputusan yang bersifat penetapan (beschikking). Di samping norma hukum
yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur (regeling), yaitu yang umum-abstrak dan
berlaku terus menerus dan norma hukum yang bersifat menetapkan (beschikking) yaitu yang
individual-kongkret dan berlaku sekali saja.
7.
Norma
Hukum Tunggal Dan Berpasangan
Norma hukum tunggal
adalah suatu norma hukum yang berdiri sendiri
dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi isinya hanya
merupakan suatu suruhan (das Sollen)
tentang bagaimana kita harus bertindak atau bertingkah laku. Contohnya:
Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.
Norma hukum berpasangan
terdiri dari norma hukum primer dan sekunder. Norma hukum primer adalah suatu
norma hukum yang berisi aturan/patokan bagaimana cara kita harus berprilaku
dalam masyarakat. Norma hukum primer ini biasa disebut Das Sollen atau disebutkan dengan istilah ‘hendaknya’. Contohnya: ‘hendaknya
kamu tidak mencuri’.
Norma hukum sekunder
adalah norma hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum
primer tidak dipenuhi. Norma hukum primer ini memberi pedoman bagi penegak
hukum untuk bertindak apabila norma hukum primer tidak dipenuhi. Contohnya:
‘….apabila kau membunuh dihukum 15 tahun penjara’.