Oleh MOHD
HADIDI[1]
[1] Paper Ujian Akhir Semister
Mata Kuliah Compative Law Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Tahun
2016.
|
Tindak pidana
perjudian merupakan suatu perbuatan yang banyak dilakukan orang, karena
hasilyang akan berlipat ganda apabila menang berjudi. Perjudian merupakan
tindak pidana yangsangat sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita bahkan
kita sendiri pernah melakukan perjudian, baik di sengaja maupun tidak di sengaja,
walaupun hanya kecil-kecilan ataupun hanyaiseng saja.
Praktek perjudian
dari hari ke hari justru semakin marak di berbagai lapisanmasyarakat, mulai
dari kalangan bawah sampai ke kalangan atas. Perjudian juga tidakmemandang
usia, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal bahkan seringmelakukan
perjudian. Seperti kita lihat dalam acara berita kriminal di TV juga banyak
ibu-iburumah tangga yang tertangkap sedang berjudi bahkan diantaranya sudah
berusia lanjut. Dalam skala kecil,
perjudian banyak dilakukan di dalam lingkungan masyarakat kita meskipun
secarasembunyi-sembunyi (ilegal). Beragam permainan judi mulai togel (toto
gelap) sampai judikoprok di gelar di tempat-tempat perjudian kelas bawah.
Judi untuk skala
besar, sudah menjadi pengetahuan umum, di Jakarta, Medan, Batam, Surabaya,dan
kota besar lainnya di tanah air, para cukong judi telah membangun “imperium”
bisnisperjudian terselubung dengan berbagai jenis permainan, seperti : mickey
mouse kasino, jackpot,roulette, dan bola ketangkasan (bingo). Tragisnya lagi,
di lokasi-lokasi itu berkembang secaraluas industri kejahatan lainnya, seperti
: perdagangan narkoba, perdagangan perempuan dananak, serta termasuk
perdagangan senjata ilegal (Daud Ali, 1990:240).
Bentuk-bentuk
perjudian senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi.Perjudian
tidak harus berhadap-hadapan antara sesama pelaku, seperti pemain jackpot
tidakpernah berhadapan dengan pemiliknya (bandar) yang sebenarnya.Indonesia
dengan mayoritas penduduk beragama Islam, pernah melegalkan undian
berhadiahyang termasuk judi, seperti : Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB), kupon
porkas, Nasional Lotre(Nalo) dan Lotre Totalisator (Lotto). Namun akhirnya
semuanya dicabut karena sebagian besarulama di Indonesia mengharamkan dan
meminta pemerintah mencabut izinnya (MasjfukZuhdi,1987:174).
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Negara kita mengkategorikan perjudian
sebagaitindak pidana, meski cendrung bersifat kondisional. Aturan hukum yang
melarang perjudiansudah sangat jelas, tapi bisnis perjudian ilegal di tanah air
berkembang dengan pesatnya karenapenegakan hukum yang setengah hati dalam
pemberantasan perjudian. Di sisi lain, kondisimayoritas masyarakat Indonesia
yang beragama Islam membuat judi tersebut tidak dibenarkan.
Islam menaruh
perhatian besar pada perjudian, karena mudharat atau akibat buruk
yangditimbulkan dari perjudian lebih besar dibandingkan manfaatnya maka Islam
mengharamkansegala macam bentuk perjudian.Ancaman pidana perjudian sebenarnya
sudah cukup berat, merujuk Pasal 303 KUHP jo Pasal 2Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1974 maka hukuman pidana perjudian adalah dengan hukumanpidana penjara antara 4
tahun (KUHP) dan paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp.
25.000.000.
Sementara itu,
dalam hukum Islam perjudian dapat dikatagorikansebagai kejahatan hudud adalah
kejahatan yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yangtelah ditentukan
kualitasnya oleh Allah SWT dan Rasulluloh SAW dengan demikian hukumantersebut
tidak mempunyai batas minimum dan maksimum, kejahatan qisas diyat adalah
kejahatanyang diancam dengan hukuman qisas. Qisas adalah hukuman yang sama
dengan kejahatan yangdilakukan (Ali, 1990:240).
Di Indonesia,
Propinsi Nangro Aceh Darusalam adalah satu-satunya daerah di Indonesia
yangtelah melaksanakan peraturan yang berdasarkan syariat Islam, khusus tentang
perjudian tertuangdalam Qanun Nomor 13 tahun 2003, pada Pasal 23 Qanun tersebut
termuat jika melakukanperjudian maka diancam dengan hukuman cambuk di depan
umum paling banyak 12 kali danpaling sedikit 6 kali atau denda paling banyak
Rp. 35.000.000 paling sedikit Rp. 15.000.000 .
Tindak Pidana
perjudian dalam hukum pidana positif diatur dalam Pasal 303 ayat (1) KUHPyang
menentukan:“Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana dendapaling banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat
izin ;
1. Dengan sengaja
menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi danmenjadikannya
sebagai pencarian atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaanuntuk
itu;
2. Dengan sengaja
menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untukpermainan judi
atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidakuntuk
perduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat ataudipenuhinya
suatu tata-cara;
3. Menjadikan turut
serta pada permainan judi sebagai pencarian.
Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan dalam Pasal 1bahwa semua
tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Dalam konsideran disebutkan bahwaperjudian
pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral,
sertamembahayakan bagi penghimpunan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
Hukum pidana Islam
permainan judi dilarang. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
Surat AL Baqarah
Ayat 219 :
”Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : “pada keduanya ituterdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua dosanya lebihbesar
dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.Katakanlah:“yang
lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah SWT menerangkan ayat-ayat Nya kepadamu
supaya kamu berfikir.
Surat AL Maa-Idah
ayat 90-91 :“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi (berkorban)untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan
keji termasuk perbuatansyetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syetan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu darimengingat
Allah SWT dan sholat, maka berhentilah kamu ( dari mengerjakan pekerjaanitu
)”Berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian,judi tidak dianggap tindak pidana bila mendapat izin dari pemerintah
atau judi dilakukan didalam rumah yang para pelakunnya di undang khusus, tetapi
berdasarkan hukum pidana Islam,perjudian di anggap sebagai kejahatan yang
pelakunya harus dijatuhi sanksi.
I.
Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana perbandingan
pengaturan tindak pidana perjudian dalam hukum pidana positif Indonesia dan
Hukum Pidana Islam di Aceh?
2.2 Bagaimanakah
penerapan sanksi terhadap tindak pidana perjudian dalam hukum pidanapositif
Indonesia dan hukum pidana Islam di Aceh?
II.
Pembahasan
3.1 Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Perjudian
Dalam Hukum Pidana Islam di Aceh dan
Hukum Pidana Positif Indonesia
1. Hukum Pidana Perjuadian Menurut Hukum Syari’at
Islam Aceh
Larangan perjuadian menurut Qanun Nomor 13 tahun 2013
tantang Maisir diantaranya melarang perjudian yang merupakan bagian dari maisir
yang di atur di Provinsi Aceh bagimana selengkapnya adalah sebagai berikut.M.
Quraish Shihab berpendapat bahwa perjudian dinamai Maisir, karena hasil
perjudian diperoleh dengan cara yang gampang, tanpa usaha kecuali menggunakan
undian dibarengi oleh faktor untung-untungan[1].
Abdul Mujieb memahami judi sebagai taruhan atau suatu bentuk permainan untung-untungan
dalam masalah harta benda yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada
semua pihak. Menurut S.R. Sianturi perjudian adalah “tiap-tiap permainan
yangpengharapan untuk menang hanyalah tergantung pada suatu keberuntungan
semata-mata, kebetulan dan nasib dan rezeki saja.
Definisi Maisir (Perjudian) menurut Qanun No.13 tahun
2003 tentang Larangan Maisir terdapat pada Pasal 1 ayat (20) yang berbunyi:
“Maisir (perjudian) adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan
antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang mendapatkan bayaran”.
Pada dasarnya hukum maisir ini dilandasi oleh
keharaman dalam perbuatannya. Ini sebagai bentuk persetujuannya dengan hukum
Islam yang mengharamkan perbuatan tersebut, sehingga akibat dari pengharaman itu
menjadikan setiap orang dilarang untuk melakukan jarimah maisir (perjudian).
(Pasal 5).
Qanun ini pun tidak hanya menjangkau perorangan namun
juga dapat menjerat badan hukum, badan usaha, maupun instansi pemeritah, baik
sebagai penyelenggara maupun yang memberikan fasilitas kepada orang yang
melakukan perbuatan Maisir. Adapun unsur-unsur Maisir seperti yang tercantum
dalam Pasal 6, antara lain:
1.
Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha.
Maksudnya setiap orang atau badan hukum atau badan usaha menjadi sasaran dari
penerapan isi qanun ini;
2.
Menyelenggarakan dan/atau memberi fasilitas kepada
orang yang akan melakukan perbuatan Maisir. Maksudnya dilarang dan akan
dikenakan hukuman bagi setiap orang atau badan hukum atau badan usaha yang
menyelenggarakan dan/atau memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan
perbuatan Maisir. Dengan menyelenggarakan dan/atau memberi fasilitas kepada
orang yang akan melakukan perbuatan Maisir maka itu akan memberi kemudahan bagi
pelaku perjudian dalam melaksanakan perbuatannya. Bila tetap dilakukan
pelanggaran maka akan dikenakan hukuman bagi pelakunya;
3.
Menjadi pelindung terhadap perbuatan Maisir. Maksudnya
setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang melindungi terhadap
perbuatan Maisir. Melindungi disini maksudnya antara lain menutup-nutupi dari
usaha penyidik melakukan penggerebekan orang yang sedang melakukan perjudian
atau menghalang-halangi pekerjaan penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap
pelaku perbuatan judi.
Apabila dilihat dari ruang lingkup larangan Maisir
dalam qanun ini maka mencakup segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta
keadaan yang mengarah kepada taruhan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi
pihak-pihak yang bertaruh dan orang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan
tersebut. Sedangkan tujuan dari pelarangan terhadap segala bentuk aktivitas
yang berhubungan dengan Maisir ini.[2]
Antara lain:
ĂĽ Memelihara dan
melindungi harta benda/kekayaan;
ĂĽ Mencegah
anggota masyarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir;
ĂĽ Melindungi masyarakat
dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir;
ĂĽ Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan
maisir.
Setiap orang maupun badan usaha/hukum baik sebagai
peminum maupun penyelenggara fasilitas adalah orang yang beragama Islam yang
melakukan tindak pidana di bidang maisir (judi) di wilayah hukum Nanggroe Aceh
Darussalam. Pidana cambukhanya diberikan terhadap pelaku yang terbukti
melakukan tindak pidana perjudian dan dipidana dengan pidana cambuk di depan
umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali.[3]
Pemberian fasilitas atau menyelenggarakan perjudian
yang dilakukan baik oleh perorangan, badan usaha atau badan hukum yang
berdomisili atau beralamatkan di wilayah hukum Nanggroe Aceh Darussalam, hanya
dikenakan pidana dengan pidana denda sebesar paling banyak Rp. 35.000.000,-
(tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp.15.000.000,-(Lima belas juta
rupiah).[4]Dan
jika berkaitan dengan kegiatan usaha maka akan dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan izin usaha.
Dalam qanun maisir ini juga mengatur tentang
pengulangan (residivist), yaitu terdapat dalam Pasal 26 yang menyebutkan, bahwa
pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan qanun tersebut, ’uqubatnya dapat
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ’uqubat maksimal. Sedangkan perbuatan dapat
disebut pelanggaran apabila:
1.
Dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka
’uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab.
2.
Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain
sanksi ’uqubat dapat juga dikenakan ’uqubatadministratif dengan mencabut dan
membatalkan izin usaha yang telah diberikan.
4. Hukum Pidana Perjuadian Menurut Hukum Positif
Indonesia
Tindak pidana perjudian yang terjadi di Indonesia
telah mengkabitkan jumlah kerugiannya sangatlah besar, Pelaku dari tindak
pidana perjudian ini berharap mendapatkan keberuntungan yang besar melalui cara
mengadu nasib dengan berjudi. Dengan sering melakukan kegiatan berjudi tersebut
mengakibatkan sedikit demi sedikit uang akan habis, kemudian harta benda
dijual, rumah dan tanah digadaikan.
Dengan demikian
bisa mengakibatkan tingkat kemiskinan serta pengganguran yang tinggi di
masyarakat. Perjudian pada dasarnya permainan di mana adanya pihak yang saling
bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya
satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang yang berarti pemain yang
kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan
perjudian dan jumlah taruhan ditentukan dam disepakati sebelum pertandingan
dimulai.
Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam
masyarakat adalah tunduk kepada tata tertib atas peraturan di masyarakat atau
negara, kalau tata tertib yang berlaku dalam masyarakat itu lemah dan berkurang
maka kesejateraan dalam masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin
kacau sama sekali. Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih
dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatno dalam
bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian daripada
keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan untuk:
1.
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukannya, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.[5]
Membicarakan masalah hukum pidana tidak lepas
kaitannya dengan subjek yang dibicarakan oleh hukum pidana itu. Adapun yang
menjadi subje dari hukum pidana itu adalah manusia selaku anggota masyarakat.
Manusia selaku subjek hukum yang pendukung hak dan kewajiban di dalam
menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan masyarakat tidak jarang
menyimpang dari norma yang ada.
Adapun penyimpangan itu berupa tingkah laku yang dapat
digolongkan dalam pelanggaran dan kejahatan yang sebetulnya dapat membahayakan
keselamatan diri sendiri, masyarakat menjadi resah, aktivitas hubungannya
menjadi terganggu, yang menyebabkan didalam masyarakat tersebut sudah tidak
terdapat lagi ketertiban dan ketentraman.
Sebagaimana diketahui secara garis besar adanya
ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan atau tata tertib,
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam kaidah atau
norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma hukum. Dengan
adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling ditekankan adalah norma
hukum, meskipun norma yang lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan
masyarakat. Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan
peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-peraturan itu
mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai
dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan hukuman.
Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si
pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada
prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang
tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut. Untuk
menjaga ketertiban dan ketentraman tersebut, hukum pidana diharapkan
difungsikan di samping hukum lainnya yang terdapat di dalam masyarakat.
Norma hukum
sedikit atau banyak berwawasan pada objek peraturan yang bersifat pemaksa dan
dapat disebut hukum. Adapun maksud disusunnya hukum dan peraturan lainnya
adalah untuk mencapai ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat dan oleh
sebab itu pembentukan peraturan atau hukum kebiasaan atau hukum nasional hendaklah
selalu benar-benar ditujukan untuk kepentingan umum.
Menurut Ronny Hanintijo Soemitro bahwa: “Fungsi hukum
di dalam kelompok itu adalah menerapkan mekanisme kontrol sosial yang
membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat tidak dikehendaki sehingga
hukum memiliki suatu fungsi untukmempertahankan eksistensi kelompok itu.
Anggota-anggota kelompok yang bekerja di dalam ruang lingkup sistemnya,
kemungkinan akan berhasil mengatasi tuntutan yang menuju ke arah penyimpangan
guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh, atau kemungkinan lain hukum
gagal dalam melaksanakan tugasnya sehingga kelompok itu hancur, cerai berai
atau punah”[6]
Oleh karenanya hukum itu dibuat oleh penguasa yang
berwenang untuk menuju kebaikan-kebaikan maka konsekuensinya setiap pelanggaran
hukum harus diberi reaksi atau tindakan yang tepat, pantas agar wibawa tegaknya
hukum terjaga seperti halnya hubungan norma hukum terhadap pemberantasan
perbuatan perjudian di masyarakat.
Hukum pidana yang berlaku sekarang ini sudah diusahakan
untuk disesuaikan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan hukum Pidana dan munculnya undang-undang pidana di luar
W.V.S. Menurut Bambang Poernomo, pengertian hukum pidana yaitu: “Pertama, hukum
merupakan organ peraturan-peraturan yang abstrak, dan kedua, hukum merupakan
suatu proses sosial untuk mengadakan tertib hukum dan mengatur kepentingan
masyarakat”.[7]
Melihat definisi hukum pidana dari pendapat ahli hukum
pidana itu maka hukum pidana itu diadakan untuk kepentingan masyarakat. Jadi
seluruh anggota masyarakat sangat mengharapkan peranan hukum pidana dalam
pergaulan hidup diantara sesama manusia, oleh karena itu dalam pelaksanaannya
dapat bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Sudarto bahwa tiap-tiap Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana memuat 2 hal yang pokok:
1.
Pertama memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan yang
diancam pidana, artinya memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang
memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolaholah negara
menyatakan kepada penegak hukum perbuatan perbuatan apa yang dilarang dan siapa
yang dapat dipidana.
2.
Kedua, KUHPidana menetapkan dan mengemukakan reaksi
apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.[8]
Penerapan sanksi terhadap
tindak pidana perjudian dalam hukum pidana positif Indonesia dan Hukum Pidana
Islam ialah dari sisi hukum positif dalam perspektif hukum, perjudian merupakan
salah satu tindak pidana (delik) yang meresahkan masyarakat. Ancaman pidana
perjudian adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda
sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,-
sebagimana yang diatur dalam Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1974.
III.
Kesimpulan
Perbandingan pengaturan
tindak pidana perjudian dalam hukum pidana positifIndonesia dan hukum pidana
Islam ialah bahwa dilihat dari pengaturanmenurut hukum pidana positif perjudian
itu oleh pemerintah dikategorikan sebagai tindak pidana dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 11/Drt/1957 tentang Peraturan Pajak Daerah, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 13 tahun 1973,
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
KUHP itu sendiri secara tegas menyebutkan
segala perjudian merupakan pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud Pasal 303
KUHP “diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda
paling banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin, dilihat dari
segi hukum Islam maka jelas diatur dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 219,
dalam surat Al-Maidah ayat 90-91, As-Sunnah, Ijma’ yang melarang tegas segala
bentuk perjudian.
Penerapan sanksi terhadap
tindak pidana perjudian dalam hukum pidana positif Indonesia dan Hukum Pidana
Islam ialah dari sisi hukum positif dalam perspektif hukum, perjudian merupakan
salah satu tindak pidana (delik) yang meresahkan masyarakat. Ancaman pidana
perjudian adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda
sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,-
Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974, dalam hukum Islam maka dapat dikategorikan
sebagai Kejahatan hudud adalah kejahatan yang diancam hukuman had, yaitu
hukuman yang telah ditentukan kualitasnya oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW
dengan demikian hukuman tersebut tidak mempunyai batas minimum dan maksimum,
kejahatan qisas diyat adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman qisas.
Qisas adala hukuman yang
sama dengan kejahatan yang dilakukan, diyat hukuman pengganti berupa hukuman
denda. Qanun di Provinsi Nangro Aceh Darusalam (khususnya perjudian) sangat
dominan diterapkan jika dibandingkan dengan
.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang berlaku di Indonesia secara umum, hal tersebut terjadi dikarenakan
jumlah warga muslim yang sangat besar dan penerapan sanksi Qanun hanya
dilakukan pada warga muslim seperti yang tercantum dalam Pasal 23 Qanun Maisir.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Ghoffar, Perbandingan kekuasaan Presiden
Indonesia setelah perubahan.UUD 1945 dengan delapan Negara Maju, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Tahun 2009.
Abu
Bakar, Prof.Dr.H.Al Yasa’, Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam:
Paradigma, Kebijakan, dan Kegiatan, Aceh: Dinas Syariat Islam, 2005
Draft
Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 tentang Larangan Maisir (Perjudian)Draft Perda
Kabupaten Sambas No.4 Tahun 2004 tentang Larangan Perjudian
Abu
Bakar, Prof.Dr.H.Al Yasa’, Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam:
Paradigma, Kebijakan, dan Kegiatan, Aceh: Dinas Syariat Islam, 2005
Qanun
Aceh No. 13 Tahun 2003 tentang Larangan Maisir (Perjudian)http://mandela-fighters.blogspot.com/2010/07/tinjauan-umum-tentang-qanun-nomor-13.html.http://www.suarapembaruan.com/home/12-penjudi-dicambuk-di-kota-langsa/7709.
[1]Oleh Chandra Mandela, SH, Makalah yang berjudul “Tinjauan Umum tentang
Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir dan Tindak Pidana Perjudian dalam
KUHP”, diakses
darihttp://mandela-fighters.blogspot.com/2010/07/tinjauan-umum-tentang-qanun-nomor-13.html
pada tanggal 25 Desember 2015
[6] Ronny Hanitijo Soemitro,
Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, RemadjaKarya, CV. Bandung,
1985, hal. 132.