Hubungan Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun secara historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.  Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan ummat manusia dari pandangan metosentris menjadi logosentris.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu bergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio. Kejadian alam, seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan, dan bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayagan-bayagan bulan menimpa sebagai permukaan bumi.

Perubahan berpikir dari mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selam ini diketahui kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah ditemukaannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makrokosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos).
Dari alam jagad raya bermunculan ilmu astronomi, kosmologi, fisika, kimia, dan sebagainya, sedangkan dari manusia muncul ilmu biologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. ilmu-ilmu tersebut kemudian menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya.
Pada perkembangan selanjutnya, Ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pada giliranya, cabang ilmu semakin subur dengan segala variasinya.
Namun tidak dapat juga dipungkiri bahwa ilmu yang terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara satu disiplin ilmu dengan dengan disiplin ilmu lain, sehingga muncul arogansi ilmu, yang satu terhadap yang lainnya. Tidak hanya sekedar sekat-sekat antara disiplin ilmu dan arogansi ilmu, tetapi yang terjadi adalah terpisahnya ilmu dengan nilai-nilai luhur ilmu, yaitu untuk mensejahterakan umat manusia. Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu menjadi bencana bagi kehidupan ummat manusia, seperti pemanasan global dan dehumanisasi.
Perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong mundurnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain. Ilmu sebagai objek kajian filsafat, sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karena ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri.
Seiring dengan perkembangan itu, wilayah pengetahuan manusia semakin luas dan bertambah banyak tetapi juga semakin mengkhusus. Lalu lahirlah berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang satu per satu mulai memisahkan diri dari filsafat. Kendati berbagai disiplin ilmu pengetahuan telah memisahkan diri dari filsafat, masalah-masalah pokok yang dihadapi filsafat tak pernah berkurang. Karena banyaknya masalah pokok yang harus dibahas dan dipecahkan, filsafat pun dibagi ke dalam bidang-bidang studi yang sesuai dengan kelompok permasalahan pokok yang dihadapinya. 
 Menurut ENSIE (Eerste Nederlandse Systematich Ingerichte Encyclopaedie.[1] membagi filsafat ke dalam sepuluh cabang sebagai berikut: a. Filsafat Logika. b.Epistemologi c. Filsafat Naturalis d. Filsafat Kultural e. Filsafat Sejarah f. Filsafat Etika g. Filsafat Ilmu h. Filsafat Metafisika i. Filsafat Estetika j. Filsafat Manusia.
Dari pembagian cabang filsafat tersebut dapat disimpulkan bahwa Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang sangat berguna untuk menjelaskan apa tujuan ilmu bagi manusia. Dalam pengertiannya filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, karena hakekat pandangan filsafat ilmu terhadap tujuan diciptakan ilmu oleh manusia adalah untuk membantunya mengatasi masalah dalam kehidupannya.
Sebagai alat ilmu di yakini dapat mengantarkan manusia menemukan kebenaran dan atas dasar itu manusia mempergunakannya untuk menjelaskan masalah, mengendalikan, serta meramalkan. Setiap ilmu hanya mengkaji salah satu dimensi kehidupan manusia dan dari dimensi itulah lantas ilmu menciptakan metode untuk memahami dimensi tersebut. Oleh sebab itu, dalam memahami objek itu ilmu menciptakan sistematika dan metode yang merupakan dua syarat dasar dari suatu ilmu. Metode siklis, yaitu metode yang diterapkan oleh fisika dengan langkah-langkah yaitu (1) observasi, (2) induksi, (3) deduksi, (4) eksperimentasi, dan (5) evaluasi dijadikan standar untuk menentukan keabsahan suatu ilmu.
Berdasarkan penjelasan ini penulis menilai filsafat ilmu memberi pengaruh terhadap perkembangan ilmu  di dunia khususnya ilmu hukum di Indonesia salah satunya filsafat ilmu bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuat teori hukum untuk membentuk ilmu hukum tersebut. Dalam hal ini, teori hukum memang sengaja dirancang untuk lebih bersifat aplikatif dan mampu mmenjawab persoalan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Filsafat ilmu bisa menjadi dasar bagi suatu perenungan atau pemikiran secara ketat, secara mendalam tentang pertimbangan nilai-nilai di balik gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindera manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Mengingat objek filsafat ilmu adalah pengetahuan, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat ilmu itupun antara lain berkaitan dengan manfaat dari pengetahuan itu sendiri.


       I.            Rumusan Masalah
2.1     Bagaimana hakekat  keilmuan ilmu hukum menurut pandangan filsafat ilmu..?
2.2      Bagaimana perkembangan  ilmu hukum di Indonesia menurut filsafat ilmu..?
    II.            Pembahasan
3.1  Bagaimana hakekat  keilmuan ilmu hukum menurut pandangan filsafat ilmu.
Ilmu Hukum dalam perkembangannya selalu diperdebatkan keabsahannya sebagai ilmu, baik oleh ilmuwan sosial maupun ilmuwan hukum sendiri. Sudah sejak lama sebuah pertanyaan timbul dan harus dijawab secara akademis, apakah ilmu hukam itu ilmu. Dari segi kajian, penelitian ilmu hukum pada dasarnya bukanlah untuk melakukan verifikasi atau menguji hipotesis sebagaimana penelitian ilmu sosial maupun penelitian ilmu alamiah.
Dalam penelitian hukum tidak dikenal istilah data. Perbedaan metode kajian terhadap ilmu hukum pada dasarnya, beranjak dari sifat dan karakter ilmu hukum itu sendiri. Pandangan epistemologi bisa merujuk pendapat Philipus M. Hadjon, yang mengemukakan bahwa:
“Ilmu hukum memiliki karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif, praktis, dan preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, rambu-rambu dalam menetapkan aturan.” (Philipus M. Hadjon).
Ilmu hukum dibagi menjadi tiga lapisan yaitu dogmatik hukum, teori hukum dan filafat hukum. Ilmu hukum dalam kenyataannya juga mempunyai dua aspek yaitu aspek praktis dan teoretis. Ilmu hukum dalam aspek praktis digunakan untuk memecahkan masalah hukum. Dalam tataran teoretis ilmu hukum digunakan untuk pengembangan ilmu melalui penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual.[2]

Pandangan dari aspek ontologi ilmu hukum obyek kajiannya adalah hukum. Mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan hukum. Sedangkan arti hukum sebagai obyek kajian ilmu hukum ada beberapa pengertian misalnya Van Kan menyatakan bahwa hukum adalah ketentuan hidup yang bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. Rudolf von Jehring menyatakan hukum adalah keseluruhan peraturan atau ketentuan yang bersifat memaksa yang berlaku dalam suatu negara. E.Utrecht menyatakan hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengandung perintah dan larangan yang mengatur tingkah laku atau ketertiban dalam masyarakat dan bagi yang melanggar akan dikenai tindakan penguasa.
Perkembangan ilmu hukum dari sudut pandang filsafat ilmu dapat diketahui melalui 3 (tiga) pendekatan keilmuan filsafat ilmu yaitu sebagai berikut :
Dari aspek aksiologi dapat diuraikan tentang kegunaan dari ilmu hukum yaitu sebagai berikut:
a.       Mempersiapkan putusan hukum pada tataran mikro maupun makro;
b.       Menunjukkan apa hukumnya tentang hal tertentu;
c.        Mengeliminasi kontradiksi yang tampak dalam tata hukum; kritik dan menyarankan amandemen terhadap peraturan dan undang-undang yang ada serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru; analsis kritis terhadap putusan hakim untuk pembinaan yurisprudensi.
Sementara itu tujuan ilmu hukum adalah antara lain :
a.       Memaparkan secara sistematis material hukum (produk perundang-undangan, yurisprudensi, hukum tidak tertulis, dan doktrin);
b.        Menunjukkan apa hukumnya tentang hal tertentu dengan mengacu aturan hukumyang relevan;
c.       Memberikan penjelasan historis tentang situasi tatanan hukum yang berlaku;
d.        Memberikan kritik terhadap tatanan hukum, aturan hukum positif atau putusan hukum berdasarkan doktrin, kebijakan dan politik hukum yang sudah disepakati dengan mengacu cita hukum, cita negara dan tujuan negara;
e.          Merekomendasikan interpretasi terhadap aturan hukum, jika aturan hukum itu kabur atau tidak memberikan kepastian; Mengusulkan amandemen terhadap peraturan perundang-undangan yang ada atau pembentukan undang-undang baru.[3]

2.3  Bagaimana Perkembangan Ilmu Hukum Menurut  Filsafat Ilmu di Indonesia
Perkembangan filsafat ilmu dalam pusaran ilmu era globalisasi juga mempengaruhi perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Hukum menjadi patron terdepan dalam mengatur kehidupan manusia dalam inter waktu yang berbeda-beda. Oleh karena perkembangan pengetahuan yang semakin cepat maka transormasi hukum di dunia juga mengalami evolusi.
 Berdasarkan hal ini filsafat ilmu memandang ilmu hukum terbagi menjadi 2 yaitu ilmu hukum yang praktis (practical science) dan yang teoritis (teoritical science) inilah yang disebut hakikat keilmuan dari ilmu hukum walaupun tanpa bermaksud untuk menyederhanakan masalah, maka sesungguhnya dapat dicari jawabnya dari sudut pemilahan ini.
Hukum adalah tatanan normatif, dan oleh karena itu ilmu yang mempelajari hukum juga harus berkarakter normatif. Pernyataan demikian tidaklah keliru, namun harus segera ditambahkan bahwa pandangan demikian itu tidaklah menangkap esensi dari hukum secara utuh, yang dengan demikian ada kekurangan dalam memahami ilmu hukum secara utuh pula.
Pengingkaran terhadap keberadaan sub-sub sistem lain dalam hukum, dan hanya berfokus pada sistem peraturan sembari melupakan adanya subsistem kelembagaan (legal structure) dan subsistem budaya (legal culture) menjadikan ilmu hukum menjadi berat sebelah. Dalam khasanah ilmu hukum dapat dijumpai, mereka yang berada dalam kubu ilmu hukum normatif telah melahirkan ajaran-ajaran: Ideenjurisprudenz, Algemeine Rechtsleer; Begriffsjurisprudenz; Analitical Jurisprudence, selain juga Rechtsdogmatiek. 

Sementara itu dari kubu yang non-normatif dijumpai ajaran ajaran Interessenjurisprudenz, hukum sebagai kaidah (nilai-nilai) bukannya sekedar aturan formal. Akhirnya keabsahan sosialitas juga menuntut Freirechtslehre, Socilogical  Jurisprudence ilmu hukum  untuk memberi penjelasan dan Critical Legal Studies. lmu hukum normatif yang berbasis peraturan (rechtsdogmatiek), dapatlah disebut sebagai   ilmu   hukum   praktis.  
 Bidang penggarapannya hanyalah sebatas pada teks-teks normatif yang disebut hukum positif. Dengan cara kerja yang serba deduktif, ilmu hukum ini berusaha mencari kaitan logis antara peraturan dengan fakta yang terjadi. Kesibukan hanya berputar pada pencarian dan pengkaitan antara asas, doktrin, norma dan fakta hukum. Ilmu hukum yang berkualitas demikian inilah yang saat ini mendominasi penguasaan ilmu hukum di Indonesia.
Pada pendidikan ilmu hukum, kendatipun diberikan pada level perguruan tinggi (Strata 1), namun karena  dalih untuk menciptakan tenaga emberional di bidang hukum (hakim, jaksa, pengacara,  polisi,dsb), maka  kualitas keilmuan yang diberikan hanyalah sebatas ilmu hukum praktis yang menekankan pada pembelajaran dan pemberian keterampilan (skill) tanpa menukik ke dalam asal muasal, landasan filosofis, landasan teleologis serta relevansi sosial dimana norma hukum itu berada. Sisi lain dari ilmu hukum juga menampakkan dirinya sebagai ilmu hukum teoritis.
Berbeda dengan ilmu hukum yang praktis sebagaimana dijelaskan di muka, ilmu hukum teoritis tidak sekedar memaknai dirinya sebagai ilmu tentang peraturan positif. Dalam perspektif ilmu hukum teoritis aspek peraturan hanyalah dipakai sebagai sandaran untuk kemudian dicari penjelasannya, baik yang berkait    dengan    keabsahan    idealitas, normativitas maupun sosialitas berlakunya. Seberapa jauh norma-norma hukum tersebut dikukuhi oleh masyarakat dan ember dayaguna bagi kemaslahatan masyarakat yang bersangkutan. Uraian perihal nilai-nilai dasar dan dasar keabsahan dari hukum ini  telah dikupas oleh Gustav Radbruch, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum.[4]
 III.            Kesimpulan
Pertama hakekat keilmuan ilmu hukum jika dipandang dari filsafat ilmu dapat diketahui melalui 3 (tiga) pendekatan yang ada yaitu Ontologi,Epistemologi, dan Aksiologi. Ontologi dalam ilmu hukum adalah  hukum sedangkan epistemologi yaitu untuk memahami hukum bisa dalam tataran teoretis ilmu hukum  pengembangan ilmu melalui penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual.
Sedangkan aksiologi ilmu hukum adalah  dapat dilihat kegunaan dari ilmu hukum yaitu sebagai berikut:
a.       Mempersiapkan putusan hukum pada tataran mikro maupun makro;
b.      Menunjukkan apa hukumnya tentang hal tertentu;
c.        Mengeliminasi kontradiksi yang tampak dalam tata hukum; kritik dan menyarankan amandemen terhadap peraturan dan undang-undang yang ada serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru; analsis kritis terhadap putusan hakim untuk pembinaan yurisprudensi.
Kedua  perkembangan Ilmu Hukum dalam pandangan filsafat ilmu dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu ilmu hukum yang praktis (practical science) dan yang teoritis (teoritical science) inilah yang disebut hakikat keilmuan dari ilmu hukum.

Daftar Pustaka 
Amsal Bakhtiar (2004),”Filsafat Ilmu,” Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Arief Sidharta Bernard (2000),”Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum,”. Bandung : CV. Mandar Maju.
Jujun S Suriasumantri(1998),”Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular,” Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Peter Mahmud (2006),”Penelitian Hukum”. Jakarta. Kencana Prenada Media Group
Satjipto Rahardjo ( 2004), “Ilmu Hukum: Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan,” Surakarta: Muhamadiyah University Press
Jan Hendrik Rapar (1996),” Pengantar Filsafat,” Yogyakarta : Pustaka Filsafat.
Wihadi Admojo (1998) “Kamus Bahasa Indonesia,” Jakarta : Balai Pustaka.
 Pemakalah Adalah Muhammad Hadidi SHI Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.

[1] Jan Hendrik Rapar (1996) “ Pengantar Filsafat, Kanisius”. Yogyakarta, hal. 412.
[2] Peter Mahmud (2005),”Penelitian Hukum,” Jakarta , hal 15
[3] Bernard Arief Sidharta (200),” Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, “ Bandung , hal 106
[4] Satjipto Rahardjo (2004) , “Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan”, Muhamadiyah University Press,  hal  11